Setelah ditiadakan tahun lalu, Festival Sriwijaya kembali digelar. Ini menjadi momen untuk membangkitkan lagi geliat pariwisata dan kebudayaan di Sumsel yang sempat terpuruk akibat pandemi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Setelah sempat ditiadakan tahun lalu, Festival Sriwijaya kembali digelar tahun ini. Ini menjadi momen untuk membangkitkan lagi geliat pariwisata dan kebudayaan di Sumatera Selatan yang sempat terpuruk akibat pandemi. Pemerintah pun berencana mengundang sejumlah seniman dari negara serumpun pada pagelaran tahun depan untuk memperluas cakupan festival ini menjadi berskala internasional.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan Aufa Syahrizal seusai mengikuti pembukaan Festival Sriwijaya XXIX di Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, Jumat (22/10/2021). Datang untuk membuka acara tersebut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno didampingi Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru.
Aufa menuturkan, setelah sempat ditiadakan tahun lalu, kini pergelaran Festival Sriwijaya kembali digelar dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Gelaran ini akan menampilkan karya seni tari, teater, dan musik dari para seniman yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Palembang.
Dalam pembukaan tersebut ditampilkan Tari Gending Sriwijaya yang menjadi tarian penyambutan untuk tamu-tamu terhormat. Para tamu pun menggunakan topi tanjak, topi khas Sumatera Selatan, yang kini tengah diperkenalkan sebagai identitas daerah.
Digelarnya Festival Sriwijaya ini karena Sumsel sudah tergolong sebagai provinsi yang cukup aman dari pandemi Covid-19 karena sebagian besar wilayahnya berstatus level II pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). ”Meski demikian, semua harus sesuai dengan protokol kesehatan agar tidak terjadi penularan,” ungkap Aufa.
Pada pergelaran kali ini, Aufa menambahkan, pemerintah sudah mencetuskan Festival Sriwijaya akan bergerak ke kancah internasional. Caranya dengan mengundang para seniman dari sejumlah negara serumpun, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Myanmar, untuk menampilkan kebudayaan mereka. ”Karena semua bangsa itu memiliki satu cikal bakal yang sama, yakni Kedatuan Sriwijaya,” katanya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru berujar, Sumsel memiliki budaya yang kaya. Kebudayaan itu terbentuk dari sembilan suku bangsa yang tersebar di sembilan aliran sungai. ”Bahkan, ada sembilan bahasa di Sumsel,” ungkapnya. Keberagaman inilah yang menjadi modal kekayaan budaya di Sumsel.
Walau memiliki beragam budaya dan suku bangsa, belum pernah ada konflik antardaerah di Sumsel. Sumsel juga memiliki kemiripan kebudayaan dengan daerah di Sumatera bagian selatan, seperti Bengkulu, Bangka Belitung, Jambi, dan Lampung. ”Karena memang awalnya kita ini satu daerah dan Sumsel menjadi yang tertua,” ujar Herman.
Sementara itu, Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Festival Sriwijaya menjadi festival pertama yang ia buka setelah pandemi. Festival ini diharapkan menjadi penggerak kebudayaan, terutama pergelaran, untuk kembali bangkit. Selama 1,5 tahun, pelaku event pariwisata harus merana karena pandemi.
Menurut Sandiaga, saat ini waktunya melakukan adaptasi dan kolaborasi untuk membangkitkan lagi perekonomian melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. ”Jika ini berjalan baik, akan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang terdampak,” ungkapnya.