Harimau Sumatera Mati di Tempat Penyelamatan Satwa Jambi
Kondisi harimau mengalami dehidrasi parah dan sangat kurus. Namun, satwa itu baru mendapatkan bantuan cairan infus 12 hari setelah dirawat di tempat penyelamatan satwa.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/Dokumentasi BKSDA Jambi
Petugas melakukan proses nekropsi untuk menguji sampel sejumlah organ pada harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang mati di Tempat Penyelamatan Satwa Jambi, Selasa (2/11/2021). Kegiatan itu untuk mengetahui penyebab kematian satwa.
JAMBI, KOMPAS — Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dievakuasi dari alam mati setelah dua pekan menghuni Tempat Penyelamatan Satwa Jambi. Dugaan sementara, harimau itu dalam kondisi malnutrisi kronis.
Dalam jumpa pers di Jambi, Rabu (3/11/2021), Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Rahmad Saleh mengatakan, kondisi harimau betina itu sudah dalam kondisi lemas di kandangnya sewaktu petugas mengecek pada Selasa dini hari. Harimau hanya berbaring dan kurang merespons atau letargi. Sekitar pukul 07.00, petugas kembali mengecek, ternyata harimau itu telah mati.
Untuk sementara, kata Rahmad, penyebab kematiannya akibat malnutrisi kronis. ”Namun, untuk memastikanya, tim mengirimkan sejumlah sampel organ untuk diperiksa di laboratorium,” ujarnya. Organ hati, jantung, dan lambung dikirim ke Pusat Studi Satwa Primata di Lampung.
Harimau yang mati itu merupakan korban konflik dengan manusia di wilayah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Kabupaten Merangin, Jambi. Satwa dilindungi tersebut masuk ke dalam kandang perangkap tim BKSDA pada 15 Oktober.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Petugas seusai membakar bangkai harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang mati di Tempat Penyelamatan Satwa Jambi, Selasa (2/11/2021). Bangkai itu dibakar untuk menghindari penularan penyakit. Tampak bekas tengkorak harimau.
Saat itu, tim BKSDA melihat kondisinya sudah kurus. Ada luka di bagian kakinya, diperkirakan bekas terkena jerat. Tim akhirnya mengevakuasi harimau ke Jambi dengan alasan ingin memulihkan sekaligus mengecek kondisi kesehatan harimau.
Namun, sejak masuk ke Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) Jambi, kondisi harimau tak semakin membaik. Tim medis, drh Yuli Akhmal, mengatakan, sejak awal kondisi harimau mengalami dehidrasi parah dan sangat kurus. Namun, ia mengaku tidak langsung mengasupnya dengan cairan infus. Alasannya takut menghadapi respons harimau yang dianggapnya masih liar dapat mengancam keselamatan petugas.
Sejak awal kondisi harimau mengalami dehidrasi parah dan sangat kurus.
Asupan infus baru diberikan 12 hari kemudian, tepatnya 28 Oktober. Pada saat itu, kondisi harimau semakin lemah. Tim medis BKSDA Jambi, drh Yuli Akhmal dan drh Zulmanudin, dibantu drh Sugeng Dwi Hastono dari Amanah Veterinary Services, Lampung, akhirnya membius harimau guna menjalani pemeriksaan fisik, berupa pengambilan sampel darah dan feses. Pada saat terbius, cairan infus diberikan sekaligus padanya.
Hasil pemeriksaan sampel feses ditemukan telur cacing Cooperia sp. Berdasarkan pemeriksaan radiologi diketahui kaki kanan depan mengalami fraktur atau patah (Fraktur oblique humerus dextra) dan dislokasi (luxatio). Adapun hasil pemeriksaan darah menunjukkan harimau mengalami malnutrisi.
Menurut Rahmad, pemberian pakan selama masa perawatan di TPS berupa ayam hidup 2 ekor per hari. Diberikan pula obat, vitamin, dan anti inflamasi, serta analgesik padanya.
Petugas seusai membakar bangkai harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang mati di Tempat Penyelamatan Satwa Jambi, Selasa (2/11/2021). Bangkai itu dibakar untuk menghindari penularan penyakit.
Awalnya, pakan-pakan itu dimakan, tetapi seringkali tidak dihabiskan. Sejak 27 Oktober, pemberian pakan diubah menjadi ayam broiler, hati ayam, dan hati sapi, tetapi juga tidak dimakan. Respons harimau juga lemah.
Selanjutnya, Senin lalu, diberikan kembali terapi cairan infus melalui ekor (venna cocygea) dan vitamin melalui cairan infus. Begitu pula makanan berupa hati sapi coba disuapi ke mulut satwa. Namun, harimau semakin melemah. Ia hanya mampu menjilatinya.
Setelah mati, menurut Kepala TPS Jambi, Sahron, bangkainya dibakar guna menghindari penularan penyakit dan juga potensi pencurian satwa. Bangkainya dibakar di bagian belakang TPS.
Harimau betina tersebut merupakan penjelajah di ekosistem Kerinci Seblat. Sang penjaga rimba dievakuasi tim BKSDA demi menghindari ancaman perburuan padanya. Diduga pula harimau yang sama telah menelan korban dua jiwa warga yang tinggal di wilayah penyangga TNKS. Menurut Rahmad, harimau diduga terganggu karena habitatnya yang kini dirambah untuk aktivitas tambang emas liar.