Bupati Probolinggo Kena OTT, Pelayanan Masyarakat Tetap Jalan
OTT terhadap Bupati Probolinggo diharapkan tidak mengganggu roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemprov Jatim telah menyiapkan Pelaksana Tugas Bupati Probolinggo.
Oleh
DAHLIA IRAWATI/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
PROBOLINGGO, KOMPAS — Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari diharapkan tidak mengganggu aktivitas layanan kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat harus tetap berjalan seperti biasa.
Hal itu tampak di Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (31/8/2021), di mana aktivitas layanan di sana tetap berjalan. Layanan mulai buka pukul 07.15 hingga pukul 16.00.
”Pelayanan kepada masyarakat tidak boleh terganggu, apa pun yang terjadi. Layanan di sini, seperti administrasi kependudukan dan surat keterangan tidak mampu,” kata Supono, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Kraksaan.
Saat itu, mereka masih melayani penyelesaian KTP dan KK secara online. ”Layanan lebih mudah karena semua serba online. Yang mengurus saat ini pun tidak banyak, hanya sekitar 10 orang,” kata Supono menambahkan.
Sebelumnya, operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, juga turut menangkap sejumlah camat. Salah satu di antaranya adalah Camat Kraksaan. Kraksaan adalah ibu kota Kabupaten Probolinggo.
Tidak boleh terganggunya layanan pada masyarakat juga ditegaskan oleh Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistika, dan Persandian Kabupaten Probolinggo Yulius Christian.
”Kami menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK. Sedangkan untuk layanan publik, maka teman-teman ASN diharapkan bisa bekerja sebagaimana biasanya sesuai tupoksinya, menjalankan program dan kegiatan masing-masing. Jadi, pada intinya, kegiatan pemerintahan terus berjalan guna memberikan layanan kepada masyarakat. Jangan sampai itu terganggu,” kata Yulius.
Terkait detail kasus hukumnya, Yulius tidak bisa berkomentar banyak dan menyerahkannya kepada KPK.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Lukman Hakim berharap agar layanan kepada masyarakat tidak terganggu. ”Pimpinan Dewan akan berkoordinasi dan segera rapat untuk mendorong agar jangan sampai layanan kepada masyarakat terganggu. Layanan kepada masyarakat harus diutamakan,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Guna mengisi kekosongan pemerintahan di Kabupaten Probolinggo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melantik Wakil Bupati Probolinggo Timbul Prihanjoko sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Probolinggo. Pelantikan itu digelar pada Selasa (31/8/2021), sekitar pukul 17.00, di Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Dalam OTT KPK pada Senin (30/82021) pukul 04.00 di beberapa tempat di Kabupaten Probolinggo, ditangkap 10 orang. Mereka adalah PTS (bupati), HA (anggota DPR), DK (Camat Krejengan), PR (Camat Kraksaan), SO (penjabat Kades Karangren), IS (Camat Banyuanyar), MR (Camat Paiton), HT (Camat Gading), dan dua orang ajudan.
Diketahui pula ada para calon penjabat kades lain yang telah mengumpulkan uang agar bisa diangkat menjadi penjabat kades. KPK menyebut total ada 4 penerima dan 18 pemberi uang suap. Barang bukti dari kasus ini adalah uang senilai Rp 362 juta dan sejumlah berkas.
KPK menyebut, kasus ini terkait dengan dilakukannya pilkades tahap 2 pada 27 Desember 2021. Namun, jadwal itu diundur hingga 2022 sehingga per 9 September 2021 terdapat 252 kades dari 24 kecamatan di Probolinggo yang selesai menjabat.
Untuk mengisi jabatan itu, maka akan diisi oleh penjabat yang berasal dari ASN, yang pengusulannya melalui camat. Nama pejabat pengganti harus mendapat persetujuan HA dalam bentuk nota dinas sebagai representasi PTS. Untuk mendapatkan jabatan itu, calon penjabat diwajibkan menyetorkan sejumlah uang.
Adapun tarif untuk menjabat kepala desa, menurut KPK, adalah Rp 20 juta ditambah upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta per hektar. Diduga, ada perintah dari HA untuk memanggil kades dengan dikoordinasi camat masing-masing.
Pada Jumat (27/8/2021), pejabat kades itu pun menghadiri pertemuan di Kecamatan Krejengan. Dalam pertemuan itu ada kesepakatan untuk memberikan uang ke PTS melalui HA dengan perantara DK.
Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang, Wawan Sobari mengatakan, terus munculnya suap dan korupsi kepala daerah karena tingginya ongkos politik untuk menjadi pemimpin. ”Itu bisa dilakukan karena si pemimpin daerah tersebut saat maju pilkada telah ’mengijonkan’ proyek kepada pihak tertentu agar mendapatkan dukungan. Dia juga butuh membiayai partai dan lainnya untuk menjaga stabilitas kepemimpinanya (menjaga rivalitas),” kata Wawan.
Menjaga stabilitas kepemimpinan (menjaga rivalitas) paling mudah, menurut Wawan, adalah dengan uang. Dan, untuk itu, dibutuhkan dana-dana taktis yang biasanya diambil melalui cara-cara mudah, yaitu suap dan korupsi.
”Tindakan seperti ini adalah ciri politik predator, yaitu terjadi power abuse atau penyalahgunaan wewenang, inefisiensi kebijakan, dan korupsi. Hal itu dilakukan untuk membiayai pencitraan dan mengelola rivalitas. Dalam mengelola rivalitas maka dukungan harus dijaga dan menekan rivalitas. Makanya butuh rente untuk membiayainya, seperti untuk tim sukses, pemilih, tokoh masyarakat, dan lainnya,” kata Wawan.
Selama masyarakat masih menilai ukuran keberhasilan kepala daerah dengan tangibility (materi), menurut Wawan, praktik politik predator tersebut akan terus terjadi.