Longgarnya Aktivitas Warga Jadi Pemicu Kluster Permukiman di DIY
Aktivitas masyarakat yang longgar dan tak menerapkan protokol kesehatan dinilai menjadi pemicu kluster Covid-19 di wilayah permukiman di DIY. Fasilitas kesehatan di DIY harus disiapkan mengantisipasi lonjakan pasien.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aktivitas masyarakat yang longgar dan tak disertai penerapan protokol kesehatan dinilai memicu munculnya sejumlah kluster penularan Covid-19 di wilayah permukiman di Daerah Istimewa Yogyakarta. Fasilitas kesehatan mesti disiapkan untuk mengantisipasi lonjakan pasien yang membutuhkan perawatan.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, mengatakan, aktivitas masyarakat selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini lebih longgar daripada kondisi tahun lalu. Padahal, situasi penularan Covid-19 saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi Ramadhan dan Idul Fitri tahun lalu.
”Kegiatan selama bulan puasa dan Lebaran tahun ini tidak seketat tahun lalu. Jadi, mobilitas meningkat dan orang menerapkan protokol kesehatan juga tidak terlalu ketat. Jadi, ya, wajar kalau kasusnya meningkat,” ujar Riris saat dihubungi, Jumat (28/5/2021).
Seperti diberitakan, beberapa waktu terakhir, muncul sejumlah kluster penularan Covid-19 di kawasan permukiman di DIY. Di Kabupaten Sleman dan Bantul, terjadi penularan Covid-19 di tingkat dusun. Penularan itu mengakibatkan puluhan warga di satu dusun terkonfirmasi Covid-19.
Baca juga: 55 Warga Satu Dusun di Sleman Positif Covid-19, Sumber Penularan Belum Diketahui
Riris menyatakan, saat ini, kondisi penularan Covid-19 di DIY telah meluas. Oleh karena itu, jika aktivitas masyarakat dibiarkan longgar, kenaikan jumlah kasus Covid-19 sangat mungkin terjadi. Apalagi, masih banyak warga yang tak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Mengenai hubungan kemunculan kluster di permukiman dengan aktivitas mudik Lebaran, Riris menyebut, hal itu belum bisa dipastikan. Sebab, belum ada kajian mengenai hal tersebut. ”Apakah itu ada pengaruh mudik, bisa iya bisa tidak karena kami tidak melakukan pengukuran secara akurat,” tuturnya.
Baca juga: 24 Warga Satu Dusun di Bantul Positif Covid-19
Namun, Riris mengingatkan, meski tidak ada mudik, jumlah kasus Covid-19 di DIY tetap berpotensi naik karena aktivitas masyarakat yang longgar. Hal ini karena penularan Covid-19 di DIY pun sudah tinggi. ”Ibaratnya itu, kita sudah punya rumah tanpa terbakar. Jadi, dengan atau tanpa ada tetangga bawa obor ke rumah kita, tidak akan berpengaruh kalau rumah kita sudah terbakar,” ungkapnya.
Sesudah munculnya beberapa kluster di wilayah permukiman, Pemerintah Daerah DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY harus menyiapkan fasilitas kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan pasien. Riris menuturkan, rumah sakit di DIY harus menyiapkan tambahan tempat tidur, sementara shelter atau tempat isolasi untuk pasien Covid-19 tanpa gejala juga mesti disiapkan.
Selain itu, sistem rujukan antar-rumah sakit juga mesti disiapkan agar tidak ada antrean pasien yang mesti menunggu lama untuk mendapat perawatan. ”Dalam waktu dekat, sistem kesehatan harus disiapkan lagi karena akan ada peningkatan kasus. Sistem rujukan harus diperbaiki agar tidak ada antrean rujukan seperti awal tahun ini,” ucap Riris.
Ibaratnya itu, kita sudah punya rumah tanpa terbakar. Jadi, dengan atau tanpa ada tetangga bawa obor ke rumah kita, tidak akan berpengaruh kalau rumah kita sudah terbakar. (Riris Andono Ahmad)
Penambahan kasus
Salah satu kluster di wilayah permukiman muncul di Dusun Nglempong, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman. Awalnya, jumlah warga yang positif di dusun itu hanya belasan orang. Namun, hingga Jumat (28/5/2021) bertambah menjadi 52 orang.
Kepala Puskesmas Ngemplak I Seruni Anggreni Susila mengatakan, pada Kamis (27/5/2021) malam, ada tambahan 39 warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 dari kluster penularan di Dusun Nglempong. Sebagian besar tambahan kasus positif itu berasal dari Dusun Nglempong, tapi ada juga yang berasal dari dusun tetangga, yakni Dusun Degolan, Desa Umbulmartani.
”Dari 39 orang itu, yang warga Nglempong ada 35 orang dan 4 orang lainnya dari Dusun Degolan,” ujar Seruni, saat dihubungi, Jumat (28/5/2021).
Baca juga: Belasan Warga Positif Covid-19, Dua RT di Sleman ”Lockdown”
Sebelum adanya tambahan kasus tersebut, sudah ada 12 warga Dusun Nglempong yang terkonfirmasi positif Covid-19. Oleh karena itu, saat ini total ada 47 warga dari dusun tersebut yang dinyatakan positif Covid-19. Sementara di Dusun Degolan ada lima warga yang positif Covid-19.
”Di Dusun Nglempong ada 47 orang dan di Dusun Degolan ada lima orang. Jadi, total 52 orang,” tutur Seruni.
Saat melakukan halalbilhalal, sejumlah warga tak menjalankan protokol kesehatan dengan benar, misalnya tak memakai masker. (Seruni Anggreni Susila)
Penularan Covid-19 di Dusun Nglempong pertama kali diketahui pada 19 Mei 2021. Menurut Seruni, penularan Covid-19 di dusun tersebut diduga berawal dari kegiatan halalbihalal saat Idul Fitri. Kegiatan halalbihalal itu tidak terpusat di satu lokasi, tetapi warga saling berkunjung ke rumah warga lainnya. Saat melakukan aktivitas itu, sejumlah warga tak menjalankan protokol kesehatan dengan benar, misalnya tak memakai masker.
Selain itu, ada juga warga yang saling bersalaman dan mencium pipi. ”Kegiatan kunjung mengunjungi ini rupanya tidak terlalu menerapkan prokes (protokol kesehatan) karena mereka ada yang kontak langsung dengan bersalaman, cium pipi kanan-kiri, dan ada juga beberapa yang menyelenggarakan makan bersama,” ungkap Seruni.
Baca juga: Data Covid-19 DIY Tak Sinkron, Ribuan Kasus Belum Tercatat di Provinsi
Seruni menyatakan, dari 39 warga yang dinyatakan positif Covid-19 pada Kamis malam lalu, sebagian besar akan diisolasi di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Gemawang, Sleman. Selama beberapa waktu terakhir, Rusunawa Gemawang memang dijadikan shelter isolasi pasien Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
Selain itu, petugas juga akan melanjutkan tracing atau pelacakan kontak erat di Dusun Nglempong dan Dusun Degolan. Apabila ditemukan ada warga lain yang melakukan kontak erat dengan warga yang terkonfirmasi positif Covid-19, mereka akan segera diminta melakukan tes.
Baca juga: Kluster Baru Covid-19 Terus Bermunculan di DIY, 62 Orang Positif di Kulon Progo
Seruni menambahkan, petugas juga menerapkan pengetatan aktivitas di wilayah dua rukun tetangga (RT) di Dusun Nglempong. Dalam pengetatan aktivitas itu, warga yang memiliki anggota keluarga positif Covid-19 tidak diperkenankan melakukan aktivitas di luar rumah.
”Bagi mereka yang satu keluarga hasil tesnya negatif, diperkenankan untuk melakukan aktivitas seperti biasa, tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat. Sedangkan untuk rumah yang ada salah satu penghuninya positif, maka penghuni satu rumah ini tidak diperkenankan untuk beraktivitas (di luar), harus ikut melakukan karantina mandiri di rumah,” ucap Seruni.
Sebelumnya, dua RT di Dusun Nglempong sempat dilakukan lockdown atau karantina wilayah dengan membatasi akses keluar masuk wilayah tersebut. Namun, istilah lockdown itu kini tak dipakai lagi. ”Untuk menjaga psikologis warga, tidak pakai istilah lockdwon lagi, tapi hanya pengetatan aktivitas terbatas,” tutur Seruni.
Perhatian khusus
Selain di Dusun Nglempong, penularan Covid-19 juga muncul di Dusun Ngaglik, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman. Di dusun tersebut, sedikitnya 55 warga dinyatakan positif Covid-19.
Sementara itu, di Dusun Kutu, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, terdapat 24 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari 24 orang itu, satu orang di antaranya meninggal dan satu orang lain telah sembuh.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, penularan Covid-19 di wilayah permukiman di Sleman dan Bantul itu harus menjadi perhatian. Apalagi, selama ini, jumlah kasus positif Covid-19 di Sleman dan Bantul selalu lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di DIY.
Oleh karena itu, Kadarmanta meminta petugas di tingkat RT/RW dan desa benar-benar menegakkan aturan protokol kesehatan. Acara atau kegiatan sosial yang berpotensi menimbulkan kerumunan harus dicegah. Selain itu, warga juga harus dipastikan benar-benar menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
”Salah satu yang harus dilakukan adalah penerapan aturan dengan tegas. Kerumunan karena hajatan, takziah, pengajian, dan kegiatan lain tidak boleh ditoleransi. Yang namanya berkerumun, kan, tidak sesuai protokol kesehatan,” ujar Kadarmanta.
Kadarmanta menambahkan, jika ada RT yang memiliki lebih dari lima rumah dengan kasus positif Covid-19, wilayah RT tersebut harus dilakukan lockdown atau pembatasan aktivitas dan akses keluar masuk. Sebab, sesuai regulasi yang berlaku, RT yang memiliki lebih dari lima rumah dengan kasus positif Covid-19 tergolong sebagai zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19.