Vaksin Nusantara diklaim lebih aman karena berasal dari subyek vaksin sendiri. Namun, sejumlah epidemiolog mempertanyakan efektivitas dan bukti ilmiah dari vaksin Nusantara.
Menurut sejumlah epidemiolog, pembatasan sosial masyarakat tidak akan efektif menurunkan penularan virus korona tanpa diiringi pelaksanaan ”tracing” dan ”testing”.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat belum efektif di tataran implementasi. Petugas penanganan pandemi di tingkat permukiman belum mendapatkan supervisi teknis yang memadai.
Epidemiolog menyatakan, sejak penyuntikan vaksin pertama, tubuh perlu waktu 4-6 minggu untuk mencapai proteksi terhadap virus. Sebelum mencapai waktu itu, memang ada kemungkinan terinfeksi virus korona.
Dengan adanya laporan lebih rinci tentang efikasi vaksin Sinovac di Brasil yang hanya 50,4 persen, Pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi kembali besaran target cakupan vaksinasi ke masyarakat.
Dengan angka ”positivity rate” 31 persen, Kota Kendari melebihi rekor nasional 29 persen. Meski tinggi, aktivitas berjalan normal, bahkan pemerintah telah membuka kegiatan belajar tatap muka.
Menjelang vaksinasi massal Covid-19, Pemprov Sultra anggarkan Rp 500 juta untuk sosialisasi. Persiapan diharapkan tidak hanya pada sosialisasi, tapi pada fasilitas penunjang dan teknis pelaksanaan lapangan.
Seiring lonjakan kasus yang terus terjadi, wilayah di Sultra dinilai telah masuk dalam situasi darurat Covid-19. Pemerintah diharapkan lebih serius dalam menangani Covid-19 sebelum dampaknya semakin membahayakan warga.
Kembali menjadi zona risiko tinggi Covid-19, Pemkot Bogor tetap tidak akan mengikuti kebijakan PSBB ketat seperti Jakarta. Bogor memutuskan memperpanjang pembatasan skala mikro untuk langsung menyasar ke level lokal.
Terkonfirmasi positif Covid-19 sejak dua hari lalu, Wagub Sultra Lukman Abunawas baru diumumkan terpapar virus korona baru, Rabu (2/9/2020). Menurut epidemiolog, pengumuman yang lambat menyulitkan pencegahan virus.