Data Covid-19 DIY Tak Sinkron, Ribuan Kasus Belum Tercatat di Provinsi
Data kasus Covid-19 milik Pemerintah Daerah DIY tak sinkron dengan data pemerintah kabupaten/kota. Berisiko pada pengambilan kebijakan yang tidak tepat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Penanganan pandemi Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali diwarnai ketidaksinkronan data. Data kasus Covid-19 milik Pemerintah Daerah DIY ternyata berbeda dengan data pemerintah kabupaten/kota. Kondisi itu menyebabkan lebih dari 1.200 kasus konfirmasi positif korona belum tercatat di data provinsi.
Ketidaksinkronan atau perbedaan data itu diungkapkan pendiri Laboratorium Statistik Terapan RoomStat, Budhi Handoyo Nugroho. Sejak beberapa bulan lalu, ia telah mengumpulkan dan menganalisis data kasus Covid-19 di DIY dan sejumlah provinsi lain di Indonesia.
”Sebenarnya, persoalan data ini sudah dikritisi sejak tahun lalu. Kalau data ini tidak real time, pasti akan bermasalah,” kata Budhi saat dihubungi, Sabtu (15/5/2021), di Yogyakarta.
Budhi memaparkan, ketidaksinkronan data antara Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota itu, antara lain terlihat dari perbedaan jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 yang ada di provinsi tersebut. Hingga Jumat (14/5/2021), Pemda DIY menyatakan, total kasus konfirmasi positif Covid-19 di provinsi itu sebanyak 41.777 kasus.
Data itu mencakup kasus konfirmasi positif Covid-19 di lima kabupaten/kota di DIY, yakni Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.
Akan tetapi, berdasarkan data pemerintah kabupaten/kota di DIY, total kasus konfirmasi positif Covid-19 hingga Jumat kemarin mencapai 43.010 kasus. Ini artinya, ada 1.233 kasus konfirmasi positif Covid-19 yang telah dicatat pemerintah kabupaten/kota di DIY, tetapi belum masuk atau tercatat dalam laporan Pemda DIY.
Selisih data itu juga terjadi pada jumlah pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. Berdasarkan data Pemda DIY, sampai Jumat kemarin, jumlah kasus kematian positif Covid-19 di provinsi itu 1.058 kasus. Namun, menurut data pemerintah kabupaten/kota, total kematian telah mencapai 1.300 kasus. Artinya, ada 242 kasus kematian yang belum dicatat oleh Pemda DIY.
Budhi menyatakan, data-data tersebut diperolehnya dari situs atau akun media sosial resmi milik Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY. Oleh karena itu, data-data tersebut merupakan data resmi. Kompas juga telah mengecek data yang disodorkan Budhi dan data-data tersebut memang sesuai data yang dipublikasikan Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY.
Menurut Budhi, perbedaan data antara Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Pada waktu-waktu tertentu, selisih data tersebut memang sempat mengecil. Namun, beberapa waktu kemudian, selisih data itu membesar kembali hingga mencapai angka yang signifikan.
Berdasar data RoomStat, pada 6-28 Januari 2021, data kasus konfirmasi positif Covid-19 versi Pemda DIY selalu lebih sedikit dibandingkan data pemerintah kabupaten/kota di DIY. Pada 29 Januari 2021, data Pemda DIY sempat menjadi lebih besar dibandingkan data pemerintah kabupaten/kota. Namun, pada 30 Januari hingga 3 Februari 2021, data milik Pemda DIY kembali menjadi lebih sedikit dibandingkan data pemerintah kabupaten/kota.
Selain itu, selisih data antara Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota sebenarnya sempat mengecil pada 3 Februari. Pada tanggal itu, hanya ada selisih dua kasus antara data versi Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota. Namun, setelah itu, selisih data kembali membesar.
Pada periode 4 Februari hingga 26 Maret 2021, terjadi tren yang berkebalikan di mana data kasus konfirmasi positif Covid-19 versi Pemda DIY selalu lebih besar dibanding data milik pemerintah kabupaten/kota. Selisih data tersebut sempat mengecil menjadi 14 kasus saja pada 26 Maret 2021. Akan tetapi, mulai 27 Maret 2021, selisih data tersebut kembali membesar.
Sejak 27 Maret hingga 14 Mei 2021, data kasus konfirmasi positif Covid-19 milik Pemda DIY kembali menjadi lebih sedikit daripada data versi pemerintah kabupaten/kota. Selisih data kasus konfirmasi positif tersebut awalnya hanya ratusan. Namun, mulai 9 Mei 2021, selisih data itu mencapai lebih dari 1.000 kasus.
Dampak kebijakan
Ketidaksinkronan data itu berpotensi membuat berbagai pihak tidak bisa mengetahui kondisi penularan Covid-19 yang sesungguhnya di DIY. Apabila hal itu terjadi, pengambilan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19 di DIY juga dikhawatirkan jadi tidak tepat.
”Yang paling berpengaruh pada pengambilan keputusan, karena kita tidak tahu kondisi kasus Covid-19 di DIY ini sebenarnya seperti apa. Padahal, ke depan kan ada pembukaan sekolah dan lain sebagainya,” ujar Budhi.
Oleh karena itu, Budhi berharap Pemda DIY bisa segera berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan sinkronisasi data. Sinkronisasi data itu penting agar Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY bisa mengambil keputusan yang tepat terkait penanganan pandemi Covid-19.
”Harus ada rekonsiliasi data. Kalau enggak, nanti akan bermasalah ke depan dan pengambilan keputusan bisa salah,” ungkap Budhi yang merupakan ahli statistik lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tes antigen
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih mengatakan, perbedaan data terjadi karena pemerintah kabupaten/kota memasukkan data kasus positif Covid-19 berdasarkan tes antigen. Data kasus positif Covid-19 berdasar tes antigen itu dimasukkan untuk penanganan, misalnya untuk keperluan tracing atau penelusuran kontak.
Akan tetapi, lanjut Berty, data kasus positif Covid-19 berdasarkan tes antigen itu belum bisa masuk atau terverifikasi ke sistem pendataan milik pemerintah pusat yang disebut New All Record (NAR). Data kasus positif berdasar tes antigen itu baru bisa masuk ke sistem pendataan pemerintah pusat bila sudah ditindaklanjuti dengan tes reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR).
”Kabupaten/kota memasukkan kasus antigen positif sebagai kasus konfirmasi untuk keperluan penanganan kasus. Tetapi belum masuk atau terverifikasi dalam sistem pusat, kecuali kasus antigen positif tersebut tersebut telah dilakukan tes PCR,” ujarnya.
Selama ini, data yang dipublikasikan pemerintah pusat dan Pemda DIY mengacu pada hasil verifikasi di sistem NAR. Kondisi itulah yang menyebabkan data milik Pemda DIY berbeda dengan pemerintah kabupaten/kota.
Berty juga menyebut, data kasus konfirmasi positif Covid-19 yang dipublikasikan Pemda DIY saat ini hanya mengacu pada hasil tes PCR dan belum memasukkan hasil tes antigen. ”Sementara ini seperti itu (hanya mencakup hasil tes PCR), sesuai dengan sistem NAR dari pusat,” paparnya.
Kini, Pemda DIY tengah mengupayakan agar ada sinkronisasi data dengan pemerintah kabupaten/kota di DIY. Apalagi, data kasus konfirmasi positif Covid-19 berdasar tes antigen sebenarnya juga sudah masuk ke sistem milik Pemda DIY.
”Sedang kami upayakan (sinkronisasi data). Data antigen juga sudah masuk ke tingkat provinsi, hanya verifikasi di NAR yang belum,” ujar Berty yang juga menjabat Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY.