Diperlukan Pertemuan Daerah-Pusat, Rumuskan RUU Otonomi Khusus Papua
Ketua Forum Masyarakat Adat Saereri, Yonas Nusy, di Jayapura, berpendapat, diperlukan ruang publik untuk membahas revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua secara komprehensif agar bisa akomodatif bagi rakyat Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA / NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Masyarakat adat dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP meminta pusat membuka ruang untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Dengan begitu, revisi regulasi ini dapat berjalan secara transparan dan sesuai dengan harapan masyarakat di Tanah Papua.
Ketua Forum Masyarakat Adat Saereri Yonas Nusy, di Jayapura pada Rabu (14/4/2021), berpendapat, diperlukan adanya ruang publik untuk membahas revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua secara komprehensif bersama-sama.
Yonas menilai, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersinergi menjaring aspirasi masyarakat. Upaya ini akan mengatasi masalah perbedaan persepsi antara pusat dan daerah tentang revisi UU Otsus.
”Selama ini, masyarakat Papua menganggap otsus berfungsi hanya parsial dan tidak memberikan kewenangan untuk masyarakat. Padahal, regulasi ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua,” kata Yonas.
”Selama ini, masyarakat Papua menganggap otsus berfungsi hanya parsial dan tidak memberikan kewenangan untuk masyarakat. Padahal, regulasi ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua.”
Ia berharap, pemerintah pusat tidak hanya melibatkan pihak-pihak tertentu saja dalam revisi UU Otsus. Namun, lanjut Yonas, pusat dan pemda di Papua harus melibatkan juga tokoh-tokoh agama, adat, perempuan, dan pemuda.
”Dengan mengakomodasi masukan dari berbagai pihak bisa mengakhiri perbedaan pendapat tentang revisi UU Otsus. Regulasi ini juga berdampak hadirnya pelayanan publik yang optimal bagi masyarakat Papua,” tutur Yonas lagi.
Ingin bertemu Presiden
Ketua Panitia Khusus Otsus DPRP Thomas Sondegau berharap, pihaknya tidak hanya bertemu dengan DPR, Badan Intelijen Negara, dan kementerian terkait untuk membahas RUU Otsus Papua. Lebih dari itu, Pansus Otsus DPRP berkeinginan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi masyarakat asli Papua serta evaluasi pelaksanaan otsus selama dua dekade terakhir.
”Kami berharap bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Papua tentang revisi otsus. Beliau harus mendengarkan aspirasi kami secara langsung,” harapnya.
”Kami berharap bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Papua tentang revisi otsus. Beliau harus mendengarkan aspirasi kami secara langsung.”
Ia menambahkan, DPRP telah mendapatkan hasil evaluasi otsus di Papua sejak pelaksanaannya pada 2001. Kajian tersebut dilakukan oleh para akademisi di Universitas Cenderawasih, Jayapura.
”Menurut rencana, kami akan mempresentasikan hasil evaluasi tersebut kepada seluruh anggota DPRD Papua. Kemudian kami akan menyerahkan hasil evaluasi ke Pansus Otsus DPR,” tambahnya.
Terbuka
Wakil Ketua Pansus RUU Otsus DPR asal Papua, Yan Permenas Mandenas, menyampaikan, pihaknya akan sangat terbuka atas segala masukan dari daerah terkait substansi RUU Otsus Papua. Hal itu tentu juga akan dibahas lebih lanjut dengan pemerintah sebagai pengusul RUU.
Ia pun juga mengingatkan pemerintah agar tetap terbuka segala masukan dari pemerintah daerah. Jika ada perbedaan persepsi antara pusat dan daerah, pusat harus bisa mendialogkannya dengan baik.
”Yang paling penting, pemerintah membuka ruang komunikasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat di Papua agar tidak terjadi krisis komunikasi antara daerah dan pusat. Dengan ruang yang terbuka itu, suasana batin dan hati orang Papua diharapkan bisa lebih cair terhadap berbagai macam kinerja dan kebijakan pemerintah selama pelaksanaan otsus di Papua yang mereka rasa kurang,” kata Yan.
Yan menaruh prihatin atas situasi yang memanas di Kabupaten Puncak, Papua, beberapa hari terakhir. Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) telah membakar sejumlah sekolah di Beoga, Kabupaten Puncak. Tak hanya fasilitas belajar, KKB juga menembak mati dua guru di Beoga, yakni Oktovianus Rayo dan Yonatan Renden. Alasannya, KKB menuding mereka sebagai mata-mata aparat keamanan.
Menurut Yan, aksi KKB tersebut tak ada hubungannya dengan pembahasan RUU Otsus yang selama ini tengah berlangsung. ”Saya pikir enggak pengaruh juga, baik ada pembahasan RUU Otsus maupun tidak, situasi di Papua tetap seperti itu,” katanya.
”Peran dan fungsi intelijen ini agar kita bisa mendeteksi ancaman sejak dini, tentu juga harus didukung personel yang cukup sehingga aparat kita, baik pasukan organik maupun non-organik di Papua, bisa didorong mengantisipasi gangguan-gangguan dari kelompok-kelompok teror. Dengan begitu, saya yakin daerah di Papua bisa lebih kondusif.”
Karena itu, lanjut Yan, yang dibutuhkan saat ini adalah penanganan ekstra dari pemerintah di wilayah-wilayah rawan konflik tersebut. Ia sejak awal mengusulkan agar pemerintah mengedepankan peran dan fungsi intelijen sehingga bisa mendeteksi berbagai ancaman gangguan keamanan di Papua.
”Peran dan fungsi intelijen ini agar kita bisa mendeteksi ancaman sejak dini, tentu juga harus didukung personel yang cukup sehingga aparat kita, baik pasukan organik maupun non-organik di Papua bisa didorong mengantisipasi gangguan-gangguan dari kelompok-kelompok teror. Dengan begitu, saya yakin daerah di Papua bisa lebih kondusif,” kata Yan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan, masalah pelaksanaan dana otsus selama dua dekade terakhir adalah tata kelola. Karena itu, pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola itu sehingga dana otsus ke depan lebih dapat tepat sasaran.
Dengan perbaikan tata kelola dana otsus ke depan, Bahtiar berharap, rasa kepercayaan masyarakat Papua terus bertumbuh. ”Nah, perbaikan tata kelola ini yang harus didorong dalam pembahasan revisi UU Otsus Papua nanti. Akuntasi pemerintahan dan segala bentuk admnistrasi lainnya, misalnya, perlu memperhatikam kemampuan sumber daya manusia masyarakat dan pemda-pemda yang ada di Papua,” ujar Bahtiar. (FLO/BOW)