Pencarian Korban di Adonara Terkendala Peralatan
Jumlah korban meninggal dunia akibat bencana alam di Nusa Tenggara Timur terus bertambah. Hingga Selasa ini, BNPB mencatat, 86 orang meninggal dunia.
LARANTUKA, KOMPAS — Pencarian korban banjir bandang di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terkendala minimnya peralatan. Tim gabungan pencari korban dan warga mengaku kesulitan. Mereka akan terus mencari dengan peralatan seadanya.
Menurut pantauan Kompas di Desa Oyangbarang, Selasa (6/4/2021), ratusan warga menggunakan cara manual dengan menggunakan cangkul, linggis, dan sekop untuk mencari korban. Alat itu dipakai untuk membongkar material tanah, batu besar, dan batang kayu yang panjangnya hingga 5 meter dengan diamater sekitar 1 meter.
”Kami sudah minta bantuan alat berat, tetapi sampai hari ketiga ini tidak ada alat berat yang datang. Tim pencari dari SAR juga tidak muncul,” kata Kasimirus, warga. Di desa itu, satu warga ditemukan meninggal pada Selasa pagi. Dua korban lain masih hilang.
Kondisi serupa terlihat di lokasi banjir terparah, yakni Desa Nelemadiken, sekitar 32 kilometer arah timur Oyangbarang. Sebanyak 54 korban meninggal ditemukan warga yang melakukan pencarian secara manual. Hingga Selasa, dua orang dinyatakan masih hilang.
Pencarian manual itu dibantu oleh satu alat berat milik pengusaha setempat. ”Idealnya paling sedikit dua alat berat yang diperlukan. Sayangnya, kondisi di sini sangat terbatas. Seharusnya bisa didatangkan dari Larantuka (ibu kota kabupaten),” kata I Putu Sudayana, Kepala Kantor SAR Maumere, yang memimpin operasi di lokasi itu.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati, dalam konferensi pers secara daring, mengatakan, hingga pukul 14.00 WIB atau 15.00 Wita, dari 86 orang meninggal dunia, 49 orang meninggal di Flores Timur.
Idealnya paling sedikit dua alat berat yang diperlukan. Sayangnya, kondisi di sini sangat terbatas. Seharusnya bisa didatangkan dari Larantuka. (Putu Sudayana)
Sementara itu, 16 orang meninggal di Lembata, 17 orang di Alor, 2 orang di Malaka, 1 orang di Kupang, dan 1 orang di Ende. Adapun dari 103 orang yang dinyatakan hilang, 23 orang dari Flores Timur, 51 orang dari Lembata, dan 29 orang dari Alor.
Menurut Raditya, selain korban meninggal dan hilang, 123 orang juga mengalami luka-luka. Sebanyak 22 orang di Flores Timur, 1 orang di Ngada, 98 orang di Lembata, dan 2 orang di Alor.
Sebanyak 1.962 rumah terdampak. Dari jumlah itu, 271 unit rusak, terdiri dari 119 rusak berat, 118 rusak sedang, dan 34 rusak ringan. Sementara untuk fasilitas umum, dari 84 unit terdampak, 14 rusak berat dan 1 rusak ringan.
Baca juga: Mahasiswa di Malang Galang Dukungan untuk Bencana di NTT
Saat ini, kata Raditya, penanganan terus berlangsung. Termasuk di dalamnya pembuatan dapur lapangan dan titik lokasi pengungsian. Sudah ada 20 titik dapur lapangan yang dibangun oleh TNI dan titik pengungsian tersebar mulai dari posko utama di Kantor BPBD Provinsi NTT hingga kabupaten-kabupaten yang terdampak.
Pesan Presiden
Raditya menambahkan, pada Selasa pagi, Presiden Joko Widodo juga kembali menyampaikan arahan terkait penanganan dampak siklon tropis Seroja yang telah dirasakan di sejumlah provinsi di Tanah Air, khususnya di NTT dan NTB.
Oleh karena itu, menurut Raditya, Presiden menekankan beberapa hal, yakni percepatan proses evakuasi serta pencarian dan penyelamatan korban yang belum ditemukan.
Selain itu, Presiden juga meminta untuk memastikan hadirnya pelayanan kesehatan dan penanganan korban yang memerlukan pertolongan medis serta memperbanyak tempat pelayanan kesehatan di lapangan.
Baca juga: Banjir Bandang dan Longsor Terjang NTT, PVMBG Ingatkan Pembangunan Berbasis Risiko Bencana
Selain itu, Presiden menekankan agar segera menangani dan memenuhi kebutuhan para pengungsi. Juga mempercepat perbaikan infrastruktur yang rusak, segera memulihkan akses jalan, jaringan listrik, dan telekomunikasi.
”Presiden juga menekankan tentang antisipasi bahaya lanjutan cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai kawasan di Indonesia,” kata Raditya.
Melalui siaran resminya pada Selasa sore, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan sudah meninjau kondisi pascabanjir di Kabupaten Lembata.
Kabupaten Lembata termasuk lokasi yang mengalami dampak dengan kategori berat. Kondisi permukiman yang berada di bawah bukit menjadi salah satu pemicu besarnya dampak bencana. Selain itu, cuaca ekstrem siklon tropis Seroja menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor di lokasi tersebut. Akses jalan sempat terputus akibat banyak batu besar dan material yang terbawa saat longsor.
Baca juga: Pulau Adonara Porak Poranda
Doni Monardo menegaskan bahwa para warga yang terdampak harus mendapatkan pertolongan secara maksimal. ”Memastikan mereka yang menderita luka ringan atau berat mendapatkan perawatan kesehatan yang maksimal,” kata Doni.
Hingga saat ini, BNPB sudah mengerahkan tiga helikopter. Helikopter berjenis Heli MI-8 dengan daya angkut 8 ton, heli Kamov 32 A dengan daya angkut 5 ton, dan heli EC-115 dengan kapasitas 12 seats.
Dua helikopter difungsikan untuk menjangkau distribusi logistik di beberapa desa yang terisolasi pasca terputusnya akses diakibatkan longsor, 1 helikopter lainnya untuk mengakomodasi para warga yang membutuhkan pertolongan darurat, terutama kelompok rentan.
Memastikan mereka yang menderita luka ringan atau berat mendapatkan perawatan kesehatan yang maksimal. (Doni Monardo)
”Selain itu, helikopter juga mengangkut para tenaga medis yang ditugaskan di posko penanganan darurat,” kata Raditya.
Baca juga: Presiden Joko Widodo: Segera Buka Akses ke Lokasi Bencana
BNPB juga melakukan koordinasi dengan TNI-Polri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, Gubernur NTT, Bupati Flores Timur, BPBD Flores Timur, dan tim gabungan lain untuk segera menambah alat berat guna proses evakuasi terhadap korban yang tertimbun lumpur.
Di samping itu penyediaan bahan logistik dan nonlogistik juga sudah terdistribusi di beberapa lokasi terdampak. Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo untuk melakukan percepatan penanganan darurat banjir bandang di wilayah NTT dan NTB.
Untuk titik pengungsian di Kabupaten Lembata ada tujuh titik, yaitu di Aula Kantor Lurah Lewoleba Timur, Aula Kantor Lurah Lewoleba Tengah, Aula Kantor Lurah Selandoro, Aula Kantor Lurah Lewoleba Tengah, Aula Kantor Kecamatan Nubatukan, Aula Kantor BKDSDM, serta Aula Kantor Kecamatan Ile Ape Timur dan SMP Negeri 1 Ile Ape Timur.
Bima
Sementara itu, hingga Selasa siang, aktivitas warga terdampak banjir bandang di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, belum normal. Hal itu karena sebagian besar masih fokus pada pembersihan material banjir bandang yang terjadi pada Jumat (2/4/2021).
Baca juga: Telkomsel Upayakan Jaringan Komunikasi di NTT Segera Pulih
Masih banyak rumah yang belum dibersihkan, terutama rumah-rumah yang rusak berat. Pemiliknya sementara mengungsi ke sekolah atau rumah keluarga.
Warga terdampak juga mulai mengeluhkan sakit pascabencana. Menurut Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bima Rifai, keluhan yang disampaikan warga di antaranya gatal, pegal-pegal, diare, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Untuk menangani masalah itu, kata Rifai, pihaknya mengerahkan semua potensi yang ada dengan menyiagakan tim di setiap kecamatan. Lalu, dilakukan penanganan penyakit warga dari dusun ke dusun.
Pantauan Kompas di Desa Leu, warga antusias memeriksakan kondisi mereka. Agar tidak terjadi penumpukan, pelayanan kesehatan dibagi di beberapa titik.