Cegah Korupsi, KPK Minta BUMD Sumut Perbaiki Tata Kelola
KPK meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperbaiki tata kelola badan usaha milik daerah. Hingga kini, perkara tindak pidana korupsi masih didominasi oleh penyuapan yang melibatkan badan usaha.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperbaiki tata kelola badan usaha milik daerah. Hingga kini, perkara tindak pidana korupsi masih didominasi oleh penyuapan yang melibatkan badan usaha, baik milik negara, daerah, maupun swasta.
”Berdasarkan data KPK per Desember 2020, sekitar 70 persen perkara korupsi melibatkan pelaku usaha, baik BUMN, BUMD, maupun swasta,” kata Direktur Antikorupsi Badan Usaha Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aminudin dalam rapat melalui video konferensi bersama Pemprov Sumut dan jajaran BUMD di Sumut, Rabu (10/3/2021).
Aminudin mengatakan, badan usaha menyumbang andil pada terjadinya tindak pidana korupsi. Hingga Mei 2020, jumlah total perkara yang ditangani KPK yang melibatkan badan usaha, baik individu maupun korporasi, mencapai 297 perkara.
Hasil riset Transparency International pada 2020 juga menyebutkan hanya 38 persen korporasi di seluruh dunia yang memiliki program pencegahan korupsi. Dari seluruh perkara yang ditangani KPK pada 2004 sampai 2020, jenis perkara korupsi didominasi penyuapan yang mencapai 704 kasus, di mana badan usaha tercakup pula di dalamnya.
Jenis perkara lainnya berturut-turut adalah pengadaan barang dan jasa 224 kasus, penyalahgunaan anggaran 48 kasus, tindak pidana pencucian uang 36 kasus, pungutan tidak resmi 26 kasus, perizinan 23 kasus, dan merintangi proses penyelidikan 10 kasus.
Ini menunjukkan KPK serius bukan saja kepada individu, melainkan juga kepada badan usaha. (Aminudin)
Aminudin mengingatkan, KPK tak akan segan-segan menetapkan badan usaha sebagai tersangka, tidak hanya pejabat perusahaan sebagai individu. Penetapan badan usaha sebagai tersangka bisa dilakukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
”KPK akan memastikan bahwa seluruh uang hasil korupsi bisa dikembalikan untuk negara. Ini menunjukkan KPK serius bukan saja kepada individu, melainkan juga kepada badan usaha,” ujar Aminudin seperti dikutip dalam siaran pers KPK.
Peraturan MA itu menyebutkan, korporasi dapat dipidana apabila memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana, membiarkan terjadinya tindak pidana, tidak melakukan upaya pencegahan, tidak mencegah dampak yang lebih besar, dan tidak memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Karena itu, KPK meminta BUMD membangun sistem antikorupsi di perusahaan. Hal itu bisa dilakukan dengan menyusun regulasi dan mekanisme pengisian jabatan internal, menerapkan manajemen antipenyuapan, membentuk agen pembangun integritas, membentuk unit pengelola laporan harta kekayaan penyelenggara negara, memperkuat satuan pengawas internal, dan membangun aplikasi peniup peluit (whistle blowing system/WBS).
Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah mengapresiasi masukan KPK tentang upaya pencegahan korupsi di lingkungan BUMD. ”Saya minta perwakilan BUMD Sumut yang hadir untuk benar-benar menerapkan sistem antikorupsi internal badan usaha yang telah disampaikan KPK,” ujarnya.
Kepala Satuan Tugas Pencegahan Wilayah I KPK Maruli Tua merekomendasikan pembuatan WBS berbasis aplikasi yang terintegrasi dengan KPK. Ia juga meminta agar dibuat sistem perlindungan pelapor, kultur penanganan pengaduan yang mengutamakan kerahasiaan pengadu, dan pemberian penghargaan terhadap upaya pencegahan korupsi.
”Selain itu, harus dibangun juga sistem penyelesaian pelanggaran berjenjang dari pegawai sampai direksi,” kata Maruli.