Sosialisasi Mitigasi Risiko Tanah Bergerak di DKI Jakarta Perlu Lebih Intensif
Sejumlah warga yang rumahnya mengalami dampak dari pergerakan tanah tidak mendapatkan informasi atau imbauan terkait potensi gerakan tanah di wilayahnya.
Oleh
CHRISTINA MUTIARANI JENIFER SINADIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah rumah di Rukun Tetangga 015 Rukun Warga 011, Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, rusak akibat pergerakan tanah. Kondisi ini masih terjadi karena warga belum sepenuhnya memahami bahaya pergerakan tanah di Jakarta.
Para pemangku kepentingan hendaknya segera duduk bersama untuk menyusun strategi sosialisasi bahaya dan langkah mitigasi risiko pergerakan tanah di Jakarta. Apalagi, berdasarkan hasil pemetaan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur memiliki potensi gerakan tanah kategori zona menengah sampai tinggi.
Salah satu rumah yang rusak akibat pergerakan tanah ialah rumah Gatot Meikusuma (38), warga Rukun Tetangga (RT) 015 Rukun Warga (RW) 011, Pela Mampang. Posisi pintu dan jendela di salah satu bagian rumah itu menjadi asimetris. Saat dilihat dari depan, lantai sisi kiri rumah, yang berdekatan dengan sungai, turun menjadi lebih rendah dari sisi kanannya.
Lantai di teras rumah milik kakak kandung Gatot itu juga tidak rata. Alhasil, ada jarak sekitar 5 sentimeter (cm) antara bagian bawah pintu dan lantai teras di sisi yang miring.
Gatot menuturkan, bagian yang miring itu mulai tampak sejak tahun 2011. Menurut dia, penyebabnya ialah banjir karena rumah itu sering terdampak luapan air sungai. ”Mungkin karena terkikis air makanya tanah di bawah rumah ini ambles,” ucap Gatot, Kamis (17/11/2022).
Hal serupa juga terjadi di rumah Wasiah (58), tetangga Gatot. Ada bagian dinding di rumahnya yang merekah dan retak. Waisah menceritakan, hal itu terjadi sejak tahun 2015. Saat ini, ada jarak sekitar 3 cm di dinding rumahnya yang merenggang.
Dari pemetaan PVMBG pada November 2022, ada dua kota administratif di DKI Jakarta yang berpotensi mengalami pergerakan tanah dengan kategori zona menengah sampai tinggi. Dua kota itu ialah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Di Jakarta Selatan, potensi gerakan tanah terdapat di Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran, Pasar Minggu, dan Pesanggrahan.
Sementara di Jakarta Timur, wilayah yang berpotensi terjadi pergerakan tanah ialah Kecamatan Cipayung, Kramatjati, dan Pasar Rebo.
Minim informasi
Gatot dan Waisah mengaku tidak mendapat informasi terkait potensi gerakan tanah di wilayahnya. ”Saya tidak tahu kalau wilayah ini berpotensi mengalami pergerakan tanah. Belum ada sosialisasi dari kecamatan atau kelurahan mengenai hal tersebut,” ucap Waisah.
Wiji Astuti (52), anggota Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga (PKK) RT 011, menuturkan, sebaiknya pemerintah memasifkan sosialisasi terkait wilayah yang berpotensi mengalami pergerakan tanah. Ia tidak mengetahui apabila daerah tempat tinggalnya menjadi wilayah yang memiliki potensi pergerakan tanah dengan level menengah sampai tinggi.
”Alangkah baiknya disosialisasikan secara langsung kepada masyarakat agar kami bisa waspada. Tentunya melalui kelurahan dan kecamatan, atau pihak BPBD bisa mendatangi warga secara langsung karena tidak semua warga menggunakan media sosial,” ujar Wiji.
Camat Mampang Prapatan Ujang Harmawan juga mengaku belum menerima informasi spesifik terkait potensi gerakan tanah di wilayahnya. Saat ditemui di kantornya, Ujang menuturkan, ia baru akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta terkait informasi tersebut.
Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, pihaknya selalu memberikan peringatan dini mengenai potensi gerakan tanah kepada masyarakat dan instansi terkait. Peringatan dini tersebut merupakan langkah antisipatif dan bentuk kesiapsiagaan. Mereka juga sudah mempersiapkan 267 personel petugas penanganan bencana untuk memantau kondisi wilayah yang rawan tanah longsor.
”BPBD selalu memberi informasi melalui situs resmi di media sosial. Warga bisa menghubungi layanan panggilan kedaruratan melalui Jakarta Siaga 112,” kata Isnawa saat dihubungi dari Jakarta.
Kepada warga, Isnawa mengimbau untuk tidak membangun rumah di atas atau di bawah bibir tebing, tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai, tidak menebang pohon di sekitar lereng, dan menghindari pembuatan kolam atau sawah di atas lereng.
Seperti diberitakan Kompas (6/4/2022), Isnawa menyebutkan, gerakan tanah atau biasa disebut tanah longsor merupakan peristiwa perpindahan bahan pembentuk lereng, berupa tanah, batuan, bahan timbunan atau campuran di antaranya, yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Tanah longsor bisa terjadi karena berbagai macam pemicu seperti curah hujan, gempa bumi, erosi, dan aktivitas manusia.
Isnawa mencontohkan adanya lapisan tanah atau batuan yang miring ke arah luar, adanya retakan tanah yang membentuk tapal kuda, adanya rembesan air pada lereng, adanya pohon dengan batang yang terlihat melengkung, dan perubahan kemiringan lahan yang sebelumnya landai menjadi curam.
”Masyarakat dapat mengetahui ciri-ciri tanah longsor yang ada di sekitarnya,” ujar Isnawa.