Perlu Sosialisasi agar Kota Cerdas Jakarta Tak Hanya Slogan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah empat tahun melegitimasi penggunaan teknologi dalam pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Namun, sosialisasi masih perlu ditingkatkan agar manfaatnya lebih dirasakan warga.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin (21/1/2019)
Sejak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 151 Tahun 2018 tentang Sistem Informasi Manajemen Daerah, penggunaan teknologi terus dikembangkan untuk memudahkan pelayanan publik. Saat ini, hampir semua layanan publik di kantor-kantor pemerintahan daerah sudah berbasis digital.
Untuk mengurus dokumen kependudukan yang ditangani Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta, misalnya, warga bisa menggunakan situs dan aplikasi Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat (Alpukat) Betawi.
Sejak 2019, sekitar 360.000 permintaan terhadap 14 jenis layanan digital telah diselesaikan. Meski masih jauh lebih sedikit dari layanan tatap muka, jumlah pengguna Alpukat yang terdaftar terus meningkat. Hingga saat ini, terbilang ada 800.000 lebih warga Jakarta yang menggunakan layanan tersebut.
”Kami sedang siapkan superapp untuk mengintegrasikan semua aplikasi yang ada. Ada penambahan fitur statistik kependudukan hingga level kelurahan dan RW serta penambahan layanan metaverse. Mudah-mudahan bisa dinikmati masyarakat tahun depan,” kata Ponirin Ariadi Limbong, Kepala Unit Pengelolaan Teknologi Informasi Kependudukan Disdukcapil DKI, Kamis (13/10/2022).
Poster kanal pengaduan masyarakat Jakarta dalam sistem Cepat Respon Masyarakat atau CRM.
Jika perlu mengurus perizinan yang berkaitan dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), warga Jakarta juga bisa menggunakan aplikasi dan situs JakEvo. Platform yang diluncurkan sejak 2018 ini memudahkan warga mengurus surat izin usaha perdagangan hingga tanda daftar perusahaan.
Untuk mengadukan masalah yang berkaitan dengan publik, warga juga bisa memanfaatkan belasan kanal pelaporan resmi yang didukung sistem Cepat Respon Masyarakat (CRM). CRM menjadi salah satu produk unggulan Badan Layanan Umum Daerah Jakarta Smart City (JSC).
Sistem CRM salah satunya mengandalkan aplikasi Jakarta Kini atau Jaki, yang dikembangkan beberapa tahun terakhir. Kini aplikasi itu juga sudah bertransformasi menjadi aplikasi super yang mengintegrasikan beragam informasi dan layanan yang disediakan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD).
Tidak hanya dari platformnya, informasi dan layanan yang diberikan juga sudah mengandalkan kecerdasan teknologi. Contohnya, menu pemantauan pintu air dan banjir. Informasi itu diproses menggunakan sensor-sensor dan sistem internet untuk segala (IOT) yang menjadi infrastruktur pendukung smart city atau kota cerdas. Infrastruktur itu kemudian mengolahnya menjadi data yang dapat diakses masyarakat secara real time.
Pengunjung mengisi formulir pada aplikasi Jaki sebelum masuk ke Tebet Eco Park, Jakarta, Senin (15/8/2022).
Banyak masyarakat belum mengetahui, belum menggunakan, atau belum memahami aplikasi-aplikasi yang ada sehingga tidak heran banyak muncul keluhan-keluhan masyarakat level bawah.
Implementasi kecerdasan teknologi dalam pelayanan informasi berkaitan banjir ini tentunya bermanfaat bagi warga. Pasalnya, menurut Survei Kepuasan Kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2019, yang diikuti 1.400 responden, isu terkait banjir berada di urutan ketiga prioritas masalah yang harus diatasi selain pendidikan anak dan kemiskinan.
Kepala JSC Yudhistira Nugraha mengatakan, konsep kota cerdas di Jakarta sudah mencapai level 4.0. Pada tahap ini, kota cerdas tidak lagi berorientasi teknologi, melainkan masyarakat sebagai pengguna sekaligus pembuat kebijakan.
Situasi ini berbeda dengan masa awal smart city digagas kepemimpinan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta 2014 lalu. Dahulu, Jakarta baru sekadar menghadirkan kamera pemantau untuk memonitor sudut-sudut kota, kemudian membuat kebijakan. Lalu, menggunakan aplikasi yang ditawarkan pihak luar untuk mendukung sistem aduan masyarakat.
”Sekarang kami beralih, menghadirkan inovasi berasal dari kebutuhan masyarakat, bukan dari teknologi yang didatangkan. Konsep seperti itu yang kami bangun sebagai Smart City 4.0. Kami membuat model bisnis dan interaksi baru di mana ada peran masyarakat di situ,” ujarnya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kepala Jakarta Smart City (JSC) Yudhistira Nugraha
Sosialisasi
Sejauh ini, kemajuan pelayanan publik dalam konsep kota cerdas itu masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Nurul Huda, Lurah Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengaku masih sering menerima masyarakat yang meminta bantuan informasi dan layanan langsung ke kelurahan.
”Setiap kali ada warga ke sini, kami siap tampung, tetap diterima, tetapi kami arahkan, edukasi, agar menggunakan layanan online yang tersedia,” kata pria yang sudah tiga tahun menjadi Lurah Gelora itu.
Secara umum, Nurul juga mengaku sudah mengingatkan jajarannya, dari RT, RW, sampai kelompok jumantik dan dasawisma, untuk menyebarluaskan informasi mengenai setiap layanan publik kepada masyarakat.
Survei Kepuasan Kinerja Pemprov DKI Jakarta 2019 mencatat, warga DKI yang menjadi responden mengandalkan layanan Pemprov DKI dari televisi (56,68 persen) dan pesan dari mulut ke mulut (19,23 persen) sebagai sumber informasi.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman
Herman N Suparman, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), menilai, Jakarta termasuk salah satu pemerintah daerah yang cukup agresif menggunakan platform digital dalam memberikan pelayanan publik.
Meski demikian, minimnya sosialisasi kepada warga masih menjadi catatan. ”Banyak masyarakat belum mengetahui, belum menggunakan, atau belum memahami aplikasi-aplikasi yang ada sehingga tidak heran banyak muncul keluhan-keluhan masyarakat level bawah,” katanya.
Sosialisasi dan edukasi layanan, menurut dia, jadi kunci implementasi e-government atau pemerintahan elektronik. Transparansi menjadi satu aspek dari aspek lain, yakni efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.
Selain sosialisasi, Armand berpendapat, Pemprov DKI Jakarta perlu lebih meningkatkan sinergi antar-OPD hingga pemerintah pusat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan layanan.
Secara umum, tingkat kepuasan warga DKI dalam Survei Kepuasan Kinerja Pemprov DKI Jakarta 2019 menunjukkan nilai kinerja dan tingkat kepuasan yang sudah baik (skor 3,34). Namun, survei itu menyimpulkan, kinerja pelayanan publik Pemprov DKI Jakarta ini masih belum sepenuhnya memenuhi harapan warga.
Di sisi lain, penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik 2021 oleh Ombudsman membawa Jakarta pada urutan ke-7 penilaian tertinggi dengan nilai 88,73.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih pada 16 April 2022 menjelaskan, mereka mendapatkan dua dimensi temuan, yakni pencapaian dan kemajuan. Dalam dimensi pencapaian, Ombudsman menemukan ketimpangan tingkat kepatuhan antara pusat dan daerah.
”Hal ini patut diperhatikan secara khusus karena daerah, dalam konteks otonomi daerah, menjadi lokus pelayanan publik, khususnya bidang pendidikan, kesehatan, dan perizinan,” ucapnya.
Penilaian-penilaian itu pun menjadi catatan bagi Penjabat Gubernur DKI Jakarta saat ini. Seperti menguatkan hal tersebut, survei lembaga riset dan konsultansi politik Algoritma yang dirilis pada Minggu (9/10/2022) menemukan, masyarakat Jakarta berharap Penjabat Gubernur DKI meningkatkan kualitas layanan publik.
Survei yang menjaring 420 responden pada 27 September-3 Oktober 2022 itu menunjukkan, harapan peningkatan kualitas publik tercatat sebesar 34 persen. Isu itu menyaingi harapan penuntasan masalah kemacetan dan banjir, yang masing-masing 23 persen dan 16 persen responden.