Sebagian pakar menilai upaya pemenuhan kebutuhan rumah dan permukiman layak bagi warga Jakarta sudah berada di jalur yang tepat. Namun, perlu fokus mengatasi semua kendala agar kebutuhan perumahan itu terwujud.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara hunian warga di Kampung Gembira Gembrong, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (10/10/2022).
Pada 2015, DKI Jakarta tercatat kekurangan 302.319 unit rumah. Upaya mengatasi persoalan ini dilakukan dengan beragam program, mulai dari peningkatan kualitas kawasan permukiman hingga pembangunan rumah susun. Sebagian pakar menilai upaya pemenuhan kebutuhan rumah dan permukiman layak bagi warga DKI sudah berada di jalur yang tepat. Namun, perlu fokus dan mau repot mengatasi semua kendala agar kebutuhan perumahan untuk berbagai lapisan masyarakat terwujud dengan baik.
Dari data Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) 2016-2019, terdapat 10.177.924 penduduk dan 2.544.482 keluarga. Adapun jumlah rumah eksisting di Jakarta sebanyak 2.242.163 rumah. Artinya, Jakarta masih kekurangan rumah atau backlog sebanyak 302.319 unit.
”Sebenarnya kami punya target di dalam RPJMD 2017-2022 mengurangi 250.000 (backlog) yang dipenuhi dengan berbagai skema. Skema itu mulai dari pembangunan rumah susun, kampung susun, hunian Dp Nol Rupiah, dan selebihnya diserahkan kepada mekanisme pasar,” kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Sarjoko, Rabu (12/10/2022) di Jakarta.
Beragam program terkait perumahan dan permukiman itu digulirkan pemerintah demi memfasilitasi dan menjawab kebutuhan masyarakat dari berbagai segmen di Ibu Kota. Berbagai program itu terangkum dalam Jak Habitat.
”Jak Habitat kami harapkan jadi sebuah program yang mewadahi seluruh kegiatan perumahan dan permukiman oleh dinas perumahan maupun kolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Sarjoko.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Sarjoko.
Program Jak Habitat dengan sasaran warga kelas menengah ke bawah disebut dengan Jak Habitat Rusunawa. Program ini menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau masyarakat dengan penghasilan paling tinggi setara upah minimum provinsi.
Dari data DPKRP, jumlah rumah susun sewa (rusunawa) di Jakarta berdasarkan tipe bangunan, ada 148 blok dan 82 tower. Dari jumlah itu, total unit rusunawa di Jakarta saat ini sekitar 34.000 unit.
”Tingkat hunian di rusunawa itu sekitar 72 persen. Ini karena ada beberapa rusunawa baru yang sebagian besar masih dalam proses penerimaan layanan untuk biaya rusun sewa,” ucap Sarjoko.
Penyediaan hunian rusunuwa dan permukiman disebut telah melampui target. Target yang belum tercapai adalah program Jak Habitat DP Nol Rupiah. Dari data DPKRP, hingga Juli 2022, jumlah hunian DP Nol Rupiah yang telah tersedia 2.332 unit. Pemerintah daerah juga sedang memproses perjanjian kerja sama dengan salah satu pengembang untuk menambah 444 unit.
Hunian DP Nol Persen target awalnya 14.000 unit dengan harapan mendapat penyuplaian dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta. Namun, pelaksaannya masih menimbulkan banyak kendala, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19. Pandemi tersebut mengakibatkan melemahnya pertumbuhan ekonomi, termasuk bisnis properti.
DKI itu perlu mengendalikan ruangnya supaya tidak makin kumuh, tidak makin padat. Jakarta ini adalah pusat kotanya Jabodetabek. Adanya transportasi publik, tidak seharusnya tinggal di Jakarta. ( Endrawati Fatimah)
KOMINFOTIK JAKARTA UTARA
Rusunawi Bandar Kemayoran, Jakarta Utara, dijadikan sebagai bagian dari hunian DP Nol persen.
”Sehingga rencana dalam revisi kami turunkan jadi sekitar 10.000 unit. Tetapi capaian sampai saat ini khusus DP Nol Rupiah adalah 2.332 unit. Kita tahu BUMD yang kami harapkan mengambil peran lebih banyak sampai sekarang belum bisa mengeksekusi,” kata Sarjoko.
Penataan permukiman
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, selain menyediakan hunian juga menata permukiman penduduk di Jakarta. Penataan permukiman ini berbasis perencanaan partisipatif masyarakat. Penataan dilakukan dengan pendekatan pemugaran, peremajaan kampung, dan pemukiman kembali.
Contoh bentuk penataan dengan pendekatan pemugaran adalah memperbaiki sarana dan prasana lingkungan di sejumlah RW kumuh. Adapun penataan permukiman melalui pendekatan peremajaan yang sudah terwujud adalah Kampung Akuarium dan Kampung Kunir.
”Kalau pemukiman kembali itu upaya menyediakan layanan hunian kepada masyarakat, tetapi kami pindahkan dari lokasi semula. Contohnya, warga eks Bukit Duri yang kami fasilitasi dan kami sediakan hunian di wilayah Cakung,” katanya.
Prioritas penataan kampung
Pengajar Jurusan Teknik Planologi Universitas Trisakti, Endrawati Fatimah, dihubungi secara terpisah, mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya fokus dalam meningkatkan kualitas permukiman. Sebab, dengan tingkat kepadatan di Ibu Kota, upaya menyediakan rumah bagi warga Jakarta hanya bisa dilakukan dengan membangun hunian vertikal.
”Tetapi, skema pembangunan vertikal ini perlu dilakukan dengan cermat. Tanahnya di mana, harga tanahnya juga sudah melambung, dan untuk siapa. Secara bisnis tidak visible, karena tanahnya mahal, bisanya dibangun denga harga jual yang tinggi, dan MBR kembali lagi tidak punya (mampu),” kata Endrawati.
Adapun terkait penataan permukiman yang dimaksud Endrawati, salah satunya membatasi warga yang tidak memiliki rumah untuk tinggal di Jakarta. Misalnya, ada kawasan permukiman yang tak diizinkan membangun rumah kos, maka tempat itu harus dipastikan tak menyediakan rumah kos.
”DKI itu perlu mengendalikan ruangnya supaya tidak makin kumuh, tidak makin padat. Jakarta ini adalah pusat kotanya Jabodetabek. Adanya transportasi publik, tidak seharusnya tinggal di Jakarta,” katanya.
Upaya yang bisa dilakukan agar warga yang tinggal di luar Jakarta mudah masuk Jakarta adalah dengan membangun sarana transportasi publik terintegrasi, memadai, murah, dan terjangkau di semua daerah penyangga Jakarta. Sayangnya, sistem transportasi publik terintegrasi ini belum terbangun merata di wilayah penyangga Jakarta. Akhirnya, solusi membatasi warga tinggal di Jakarta pun tidak efektif.
Menurut pakar tata kota dan pengajar Departemen Arsitektur Universitas Indonesia Herlily, perumahan tak hanya sebatas bangunan fisik. Sebab, rumah berperan dalam meningkatkan kualitas hidup yang berujung pada kepastian atau keamanan bermukim.
ERIKA KURNIA
Penampakan 1 blok bangunan Kampung Susun Akuarium. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan dua blok bangunan Kampung Susun Akuarium, di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (17/8/2021).
”Dinas perumahan selama berpuluh-puluh tahun, tidak mengarah ke sana. Arahnya hanya fisik karena dia dinas teknis. Ada salah arah di masa sebelumnya,” kata Herlily.
Dinas perumahan sebenarnya memiliki fungsi menjamin keamanan bermukim dengan menginisiasi berbagai program. Namun, program tersebut harus beragam, menyesuaikan dengan kondisi warga Jakarta yang juga beragam.
Program yang beragam itu, mulai dari penyediaan rumah susun sewa, rumah susun milik, DP Nol Rupiah, dan improvisasi kampung. Kampung dinilai sebagai penyedia perumahan yang paling murah dan terjangkau. Apalagi dengan adanya Rencana Detail Tata Ruang Jakarta 2022-2023, maka permukinan di kampung-kampung bisa ditingkatkan menjadi dua atau tiga lantai.
”Ada program lain yang juga sedang dijalankan Pemprov DKI Jakarta, tetapi tidak keburu. (Hal ini) karena ada kerja sama dengan BPN terkait reforma agraria. Jadi, kesulitan kampung-kampung di Jakarta itu status lahannya," katanya.
Sejauh ini beberapa percontohan revitalisasi kampung kumuh, seperti di Kampung Akuarium di Jakarta Utara dan Kampung Gembrong di Jakarta Timur, dinilai cukup berhasil. Ini termasuk menjamin warga tidak kehilangan hak atas lahan yang selama ini menjadi tempat berdirinya rumah mereka. Namun, percontohan ini perlu diduplikasi dan diperluas penerapannya. Publik berharap program-program percontohan tidak diklaim sebagai kesuksesan pengentasan kampung kumuh. Jalan panjang dan berliku masih menghadang di depan.
Pemimpin yang mau menjadikan isu perumahan ini sebagai program penting untuk dijalankan sungguh dinantikan oleh masyarakat. Penjabat gubernur DKI pun diharapkan menempatkan isu ini dalam program kerjanya selama sekitar 1,5 tahun ke depan.