Persoalan banjir di Jakarta menjadi pekerjaan rumah yang harus diatasi oleh siapa pun yang memimpin Jakarta. Tidak mudah mengatasi persoalan ini sehingga dibutuhkan kerja sama semua pihak secara berkelanjutan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Genangan air sisa banjir di RT 012 RW 015, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (7/10/2022). Banjir yang melanda Jakarta sejak Kamis (6/10/2022) malam membuat sejumlah rumah warga terendam. Banjir mulai surut sekitar pukul 02.00.
Persoalan banjir yang terjadi setiap kali musim hujan menjadi pekerjaan rumah tidak mudah bagi siapa pun yang memimpin Jakarta. Selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berpangku tangan dan melakukan sejumlah upaya.
Namun, upaya penyelesaian banjir memang tidak semudah membalik telapak tangan. Upaya berkelanjutan dan sinergis harus dilakukan untuk mengatasi banjir yang terkait pula dengan persoalan lingkungan. Dengan demikian, tidak ada lagi warga menjadi korban.
Saat banjir melanda RW 005 Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2022) sore, warga kalang kabut menyelamatkan barang-barang di dalam rumah. Air datang begitu cepat dengan ketinggian air mencapai 120 sentimeter.
Di salah satu rumah warga yang bangunannya rendah dan sudah terendam banjir, Ketua RT 017 RW 005, Tuti, bersama warga lainnya sibuk membantu mengangkat kursi dan meja kayu ke lantai dua.
Pengendara sepeda motor melintas di RT 012 RW 015, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (7/10/2022). Banjir yang melanda Jakarta sejak Kamis (6/10/2022) malam membuat sejumlah rumah warga terendam.
”Sekarang pasti sudah dangkal banget dan tidak ada pelebaran. Jadi setiap hujan pasti banjir atau sungai meluap karena kiriman dari hulu hujan, kami terdampak banjir dan biasa sudah siaga. Tapi ini banjir lokal. Cepat naiknya, kami jadi tidak siap siaga,” kata Tuti.
Akibat banjir itu, ada 704 jiwa terdampak di 8 RT di RW 005. Sementara di RT 017, semua warga terdampak banjir, total ada 156 jiwa atau 52 keluarga.
Saat banjir terjadi, tidak ada warga yang mengungsi karena ketinggian rata-rata masih mencapai 50-120 cm. Tidak sampai 24 jam, air perlahan surut. Warga akan mengungsi jika ketinggian air sudah mencapai di atas 130 cm.
”Tapi kami sudah siaga dulu kalau air mencapai 100 cm siap-siap mengungsi. Sudah ada perahu karet disiapkan dan barang perabotan diamankan juga,” katanya.
Permukiman warga di RW 005 ini berada tak jauh dari Sungai Pesanggrahan. Bahkan, ada sejumlah rumah yang hanya berjarak sekitar 1 meter dari bibir atau bantaran sungai. Rata-rata rumah warga sudah ditinggikan atau bertingkat dua, tetapi masih ada beberapa rumah yang rendah sehingga ketika banjir setinggi 100 cm akan ikut terendam.
Sungai Pesanggrahan yang melintasi permukiman warga di sekitar wilayahnya tidak pernah lagi dikeruk. Hal ini menjadi tantangan pemimpin Jakarta untuk memperhatikan kawasan tersebut.
Tidak ada pilihan lainnya bagi Tuti dan warga untuk tetap bertahan di permukiman rawan banjir. Mereka berharap Sungai Pesanggrahan yang melintasi kawasan mereka rutin dikeruk dan dilebarkan.
”Capek setiap kali banjir yang tak terhitung lagi. Harus bersih-bersih, aktivitas terganggu, sangat merugikan materiil dan nonmateriil. Mau pindah ke mana? Kita mampunya tinggal di sini. Cuma bisa berharap ada perhatian dari pemerintah, tidak lebih,” ujar Tuti yang sudah tinggal kawasan itu sekitar 15 tahun.
Salah satu wilayah langganan banjir lainnya berada di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, yang dilintasi Sungai Ciliwung.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Warga mengevakuasi anjing peliharaannya dari banjir yang merendam kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/2/2021).
Hujan yang mengguyur Bogor, Jawa Barat, Minggu (9/10/2022) sore hingga malam mengakibatkan tinggi muka air (TMA) Sungai Ciliwung mencapai 220 cm atau Siaga 1 banjir Jakarta. Sekitar sepuluh jam kemudian, aliran Sungai Ciliwung sampai ke Jakarta dan menyebabkan banjir di sejumlah lokasi. Salah satunya Kebon Pala dengan ketinggian air 150-175 cm.
Okupasi bibir sungai
Sofian (53), warga RT 001 RW 011 Kebon Pala, mengatakan, jika hujan intensitas tinggi ditambah luapan Sungai Ciliwung karena kiriman dari hulu, banjir bisa 3-4 meter. Jika sudah dalam kondisi itu, barang-barang hampir tidak bisa selamat. Salah satu penyebab kawasan di sekitar Kebon Pala kerap banjir ialah karena okupasi lahan di bibir sungai menjadi bangunan rumah.
”Di sisi Kampung Melayu belum diturap, sementara di seberang Kampung Duri sudah diturap. Selain itu, kawasan ini juga lumayan padat karena pembangunan rumah hingga bibir sungai. Sebelumnya masih ada jarak 20 meter antara rumah dan bibir sungai. Ada wacana akan normalisasi dan warga di tepian dipindahkan, tetapi tidak tahu sekarang kabarnya itu sejauh mana tindak lanjutnya,” ujarnya.
Meski mengaku berat, Sofian yang besar di lingkungan itu rela dipindahkan ke tempat yang lebih layak jika pemerintah melanjutkan normalisasi sungai. Hal itu lebih bijak daripada menetap di kawasan rawan banjir yang menimbulkan kegelisahan dan kerugian.
Selain menimbulkan kerugian material, banjir juga merenggut korban jiwa. Baru-baru ini, tiga siswa MTsN 19 tewas tertimpa tembok yang roboh di Jalan Kalijati, Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2022) siang.
Posisi sekolah berada di kawasan cekungan. Di belakang sekolah ada kali dan gorong-gorong yang meluap karena hujan berintensitas tinggi dan tumpukan sampah sehingga aliran air tidak lancar mengalir. Luapan air kali dan gorong-gorong itu diduga memicu tembok pembatas sekolah di sisi barat setinggi lebih kurang 2 meter roboh, sekitar pukul 14.50, dan menimpa sejumlah siswa.
Insiden di MTsN 19 ini mengundang keprihatinan warga. ”Kami warga turut prihatin. Semoga keluarga diberikan ketabahan. Ke depan, ini jangan terjadi di mana pun itu,” kata Amirul (45), warga Pondok Labu.
Gubernur Anies Baswedan menuturkan, jajaran Pemprov DKI Jakarta memegang teguh prinsip siaga, tanggap, dan galang dalam mengantisipasi banjir di Jakarta. Hasilnya, genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem. Secara geografis, Jakarta dikelilingi 13 sungai sehingga potensi banjir akan selalu ada.
IRENE SARWINDANINGRUM
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai tinjau banjir dengan helikopter di Lapangan Monumen Nasional, Rabu (1/1/2020).
”Sistem drainase Kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 milimeter per hari. Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm per hari, kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik. Sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm per hari, mau tidak mau air akan tergenang, terjadilah banjir," kata Anies dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/10/2022).
Sementara itu, Kepala Balai Besar Wilyah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Heri Mulyono mengatakan, penanganan banjir di Jakarta memerlukan komitmen dan kerja sama semua pihak. Upaya normalisasi Sungai Ciliwung terus dilakukan meski ada kendala pembebasan lahan. Tahun ini sudah ada normalisasi sungai di kawasan Cawang sepanjang 800 meter dari total rencana normalisasi 33 kilometer Sungai Ciliwung.