Warga Kabupaten Bogor Hidup Berkelindan Bencana
Kabupaten Bogor masuk dalam daerah rawan bencana tertinggi di Jawa Barat. Cuaca ekstrem atau hujan intensitas tinggi berpotensi menimbulkan bencana. Salah satunya tanah bergerak yang kini berdampak pada ribuan warga.
Di balik keindahan alamnya, Bogor menyimpan potensi besar bencana yang bisa datang kapan saja sehingga dapat menimbulkan kerugian materiil dan jiwa. Dikelilingi gunung dan perbukitan menjadikan Bogor rawan bencana hidroklimatologi, terutama saat cuaca ekstrem atau hujan intensitas tinggi.
Bencana longsor, banjir bandang, hingga pergerakan tanah setiap tahun silih berganti menerjang tiga daerah rawan di Kabupaten Bogor. Daerah itu meliputi Bogor Barat, seperti Kecamatan Sukajaya, Cigudeg, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, dan Tamansari. Lalu, Bogor Selatan, seperti di Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua, Cijeruk, dan Cigombong. Selanjutnya wilayah Bogor Timur, seperti Kecamatan Sukamakmur, Tanjungsari, dan Cariu.
Terbaru, bencana alam terjadi di Bogor Barat. Hujan intensitas tinggi pada Kamis (22/9/2022) pagi menyebabkan debit air Sungai Cibodas meluap dan menyapu bibir tebing sehingga mengakibatkan jembatan ambles di Kampung Cicadas, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Jembatan sepanjang 30 meter dan lebar 4 meter yang menghubungkan Kampung Cicadas dan Kampung Babakan Madang itu kini tidak bisa dilalui kendaraan. Warga harus memutar dan menggunakan jalur alternatif melalui Jalan Puncak Dua Lingkar.
Baca juga: Waspada, 26 Titik Potensi Bencana Pergerakan Tanah di Bogor
Amblesnya jembatan itu menambah deretan bencana sepekan terakhir yang merugikan dan menimbulkan kekhawatiran warga sekitar. Sebelumnya, bencana pergerakan tanah di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, mengakibatkan setidaknya 1.020 jiwa atau 278 keluarga terdampak.
Intensitas hujan deras pada Rabu (14/9/2022) pukul 11.00 mengakibatkan bencana pergerakan tanah. Lalu, pada Sabtu (17/9/2022) pagi, pergerakan tanah kembali terjadi sehingga menyebabkan Kampung Cibugis, Desa Banyuwangi, Cigudeg, terisolasi karena akses jalan menuju desa itu rusak. Sebanyak 23 keluarga di Kampung Cibugis pun harus dievakuasi keluar dari kampung tersebut.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat ada 1.020 jiwa atau 278 keluarga terdampak. Adapun korban terdampak sebanyak 147 keluarga atau 572 jiwa. Korban terancam sebanyak 131 keluarga atau 448 jiwa.
Selain itu, 328 rumah warga rusak. Rinciannya, 9 rusak berat, 73 rusak sedang, dan 246 rusak ringan. Dampak lainnya, sejumlah fasilitas umum, seperti jalan, tempat ibadah, fasilitas pendidikan PAUD, dan mengalami kerusakan.
Kampung Cibugis seharusnya sudah kosong. Wilayah itu memiliki kontur tanah yang labil. Warga sudah direlokasi pada 2016 di hunian tetap di Kampung Kembang Wangi. Warga jangan balik lagi ke situ.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor Aris Nurjatmiko menuturkan, Kampung Cibugis menjadi daerah zona merah dan tidak aman untuk menjadi tempat tinggal. Penetapan zona merah itu karena pada 2016 pernah terjadi bencana pergerakan tanah dan longsor. Namun, warga kembali ke kampungnya karena alasan mata pencarian yang sebagian besar di antaranya adalah petani.
”Kampung Cibugis seharusnya sudah kosong. Wilayah itu memiliki kontur tanah yang labil. Warga sudah direlokasi pada 2016 di hunian tetap di Kampung Kembang Wangi. Warga jangan balik lagi ke situ,” kata Aris, Kamis (22/9/2022).
Aris melanjutkan, kemungkinan akses jalan tidak akan dibenahi. Jika akses jalan menuju kampung itu diperbaiki, dikhawatirkan mereka kembali dan membahayakan mereka sendiri.
Camat Cigudeg Pardi menuturkan, pihaknya melakukan pendekatan dan sosialisasi agar warga mau tinggal di daerah yang lebih aman dan tidak kembali lagi ke kampung zona merah. Sejumlah warga pun sudah menyatakan tidak akan kembali lagi ke kampung dan meminta untuk direlokasi ke hunian tetap.
Baca juga: Ada 1.020 Warga di Kabupaten Bogor Terdampak Pergerakan Tanah
Pelaksana Tugas Bupati Bogor Iwan Setiawan memastikan Pemerintah Kabupaten Bogor mengalokasikan anggaran yang bersumber dari alokasi belanja tak terduga (BTT) APBD Kabupaten Bogor 2022 sebesar Rp 5 miliar dari total mencapai Rp 90 miliar.
”BTT dalam APBD Kabupaten Bogor 2022 mencapai Rp 90 miliar. Kita siapkan Rp 5 miliar untuk tanggap darurat Bojong Koneng. Nanti disiapkan lagi untuk penanganan pascabencana, termasuk relokasi, rehabilitasi, dan lainnya,” kata Iwan, Rabu (21/9/2022).
Saat ini, kata Iwan, pihaknya fokus dulu pada penanganan jangka pendek, seperti keselamatan masyarakat, kesehatan, serta fasilitas kebutuhan makan dan minum, dapur umum, dan lainnya.
”Tinggal di pengungsian tidaklah nyaman. Kita berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan warga. Ada alokasi anggaran sewa rumah bagi warga terdampak. Lalu, perbaikan akses jalan dengan menerjunkan alat berat,” kata Iwan yang masih akan membahas rencana relokasi warga terdampak karena lokasi saat ini berpotensi membahayakan warga.
Hidup dalam ancaman
Berdasarkan kajian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), pada September, skala bencana tanah bergerak di Kabupaten Bogor bervariasi, mulai dari menengah hingga tinggi di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor.
”Dari 40 kecamatan, ada empat kecamatan berpotensi menengah dan 26 kecamatan berpotensi terjadi pergerakan tanah menengah hingga tinggi,” kata Aris.
Adapun 26 titik itu berada di Babakan Madang, Bojonggede, Cariu, Ciawi, Cibinong, Cigudeg, Cileungsi, Cisarua, Ciseeng, Citeureup, Gunung Putri, Gunung Sindur, Jasinga, Jonggol, Klapanunggal, Leuwisadeng, Megamendung, Nanggung, Parung, Sukajaya, Parung Panjang, Sukamakmur, Sukaraja, Tajurhalang, Tanjungsari, dan Tenjo.
Selain potensi pergerakan tanah, tercatat ada 14 titik lokasi yang berpotensi mengalami bencana banjir bandang atau aliran bahan rombakan disertai pergerakan tanah jika terjadi hujan intensitas tinggi cukup lama.
Aliran bahan rombakan atau debris flow merupakan fenomena campuran air, lumpur, dan kerikil mengalir dengan kecepatan tinggi terbawa aliran banjir.
BPBD Kabupaten Bogor mencatat pada periode Januari-Juli 2022 ada 529 bencana yang menyebabkan 16 orang meninggal dan 22 orang luka ringan hingga berat.
Bencana didominasi oleh peristiwa angin kencang 297 kejadian, 199 tanah longsor, 42 banjir, 21 gempa bumi, 14 pergeseran tanah, 8 kebakaran, dan kejadian lainnya.
Rentetan bencana itu tersebar di 229 desa di 38 kecamatan di Kabupaten Bogor. Total ada 1.297 rumah rusak ringan hingga berat, serta merusak 81 sarana ibadah, pendidikan, dan fasilitas umum.
Baca juga: Peringatan Dini Bencana Longsor di Kabupaten Bogor
Sepanjang Januari-Juli, salah satu bencana terparah terjadi di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Banjir dan longsor pada Rabu (22/6/2022) malam di desa itu mengakibatkan kerusakan 5.700 meter persegi sawah, 10.600 meter persegi kebun palawijaya, tiga kolam dengan ikan sebanyak 5 ton siap panen, dan menyebabkan 35 kambing mati.
Longsor dan banjir bandang di aliran Sungai Cisarua juga mengakibatkan 12 kampung terdampak, 226 rusak ringan dan berat, 371 warga mengungsi, 3 warga meninggal, 3 jembatan putus, serta kerusakan infrastruktur lainnya. Empat desa di Kecamatan Pamijahan masuk zona merah, yaitu Desa Purwabakti, Cibunian, Ciasmara, dan Ciasihan.
Sementara pada 2021, BPBD kabupaten Bogor mencatat ada 1.283 bencana alam tersebar di 320 desa dan kelurahan dengan 74.084 keluarga terdampak, 28 warga meninggal, 19 luka ringan dan berat, serta 559 warga mengungsi.
Longsor menjadi bencana paling tinggi sebanyak 513 kejadian. Selanjutnya, angin kencang 449 kejadian, 112 bencana banjir, 56 pergeseran tanah, 27 kebakaran, 20 kekeringan, 2 gempa, dan 104 kejadian lainnya.
Adapun pada 2020, tercatat ada 1.337 bencana terdiri dari 428 longsor, 375 angin kencang, 175 banjir, 98 kekeringan, 51 pergerakan tanah, 41 kebakaran, 18 gempa bumi, dan 151 bencana lainnya.
Dari rentetan bencana itu, ada 347 desa dan kelurahan terdampak dan 72.998 keluarga terdampak, 17.483 warga mengungsi, 43 warga meninggal, 56 orang luka berat dan ringan, dan ratusan kerusakan infrastruktur lainnya.
Dari data pada 2020-2021, Kabupaten Bogor masuk dalam daerah rawan bencana tertinggi di Jawa Barat. Daerah lain yang masuk lima besar lainnya seperti Kabupaten Sukabumi, Kota Bogor, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Bandung.
Pada 2021, Jawa Barat pun menjadi provinsi bencana terbanyak, yaitu 482 kejadian. Disusul Jawa Tengah dengan 316 kejadian, dan di Jawa Timur sebanyak 240 kejadian bencana.
Dokumen Asia-Pasific Disaster Report 2021 dan Global Risk Report 2021 menegaskan bahwa kondisi ekologi saat ini menuju ke arah yang jauh lebih rapuh, sehingga berpeluang menciptakan banyak bencana tak terduga di masa mendatang (Kompas.id, 3/1/2022).
Selama satu dekade terakhir, jumlah bencana yang terdeteksi ternyata makin bertambah. Rata-rata kenaikan bencana tahunan secara nasional sebesar 14 persen.
Perubahan sistem ekologi berkaitan dengan segala bentuk aktivitas manusia yang menghasilkan polusi dan bahan pencemar lain. Salah satu dampaknya adalah perubahan iklim yang membuat kejadian bencana makin sering terjadi dengan kualitas yang meningkat pula.
Seperti pepatah Sunda, Gunung teu meunang dilebur, sagara teu meunang diruksak, buyut teu meunang direumpak. Gunung, danau, hutan, dan alam semesta tidak boleh dirusak bahwa alam memberikan manfaat bagi kehidupan manusia jika alam dijaga, dilestarikan, dan digunakan secukupnya. Jika alam rusak dan dikuras secara berlebihan, akan menimbulkan kesengsaraan bagi manusia dan keturunannya.
Baca juga: Perubahan Iklim, Banjir Rob Belasan Kali Setahun di Pulau Pari