Urgensi Formula E di Tengah Gebukan Pandemi Covid-19
Uang warga yang mencapai triliunan rupiah menjadi pertaruhan jika ajang Formula E berlangsung di tengah gebukan pandemi Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Banyak kalangan meragukan ajang Formula E bakal untung di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19. Interpelasi pun jadi salah satu cara untuk mendapatkan jawaban yang rasional dan obyektif.
Formula E menjadi satu dari 28 program prioritas yang harus selesai sampai dengan tahun depan. Itu termaktub dalam Instruksi Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah Tahun 2021-2022.
Keputusan itu memicu banyak tanya. Sebab, balapan mobil listrik tersebut tak masuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
”Eksekutif dan legislatif harus saling terbuka. Terang benderang karena di antara kita tidak boleh ada saling curiga,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono dalam diskusi daring tentang ajang Formula E dan aspek sosial, politik, dan hukumnya oleh Forum Warga Kota Jakarta, Sabtu (4/9/2021).
Dari situlah Fraksi PDI-P dan Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta mengajukan interpelasi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Mereka ingin jawaban yang rasional dan obyektif supaya ”tidak ada udang di balik batu”.
Gembong bertolak dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang di dalamnya terdapat studi kelayakan Formula E. Jakarta Propertindo sebagai penyelenggara bersama konsultan independen menaksir balapan itu akan meraup keuntungan ratusan miliar rupiah tanpa memasukkan commitment fee sebagai bagian dari biaya penyelenggaraan.
Sayangnya hitungan tersebut tatkala belum ada gebukan pandemi Covid-19. Sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membayar commitment fee per tahun sebesar Rp 560 miliar sejak 1,5 tahun lalu. Secara keseluruhan biaya commitment fee mencapai Rp 1,8 triliun untuk lima tahun penyelenggaraan.
”Dana bersumber dari APBD yang merupakan uang rakyat. Situasi pandemi, dana terbatas karena harus refocusing. Harusnya, kan, ada yang jadi prioritas, seperti jaring pengaman sosial, kesehatan, dan ekonomi,” ucap Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad.
Dia berharap Formula E tidak jadi prioritas selama pandemi Covid-19. Sebaliknya justru perlu ada negosiasi ulang dengan FIA Formula E, khususnya terkait commitment fee, karena gebukan pandemi Covid-19.
Forum Warga Kota Jakarta dalam survei daringnya di PollingKita.com memperoleh ketidaksetujuan warga terhadap balapan di tengah situasi pandemi Covid-19. Warga pun setuju adanya interpelasi untuk mendapatkan jawaban yang rasional dan obyektif.
Sebanyak 527 responden (88,6 persen) dari 587 responden tidak setuju berlangsungnya Formula E di Jakarta tahun 2022 sejak Kamis (2/9/2021). Sementara 2.981 responden (78 persen) dari 3.823 responden setuju dengan interpelasi oleh Fraksi PDI-P dan PSI sejak Selasa (31/7/2021).
Untung rugi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan Jakarta sebagai tuan rumah Formula E di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Jumat, 20 September 2019. Menurut Anies, kontrak lima tahun sebagai tuan rumah agar investasi yang digelontorkan tidak percuma atau sia-sia.
”Investasi infrastruktur tidak untuk sekali pakai. Lalu sesudah itu tidak ada manfaatnya. Investasi dipakai berkelanjutan dan jadi produk sehingga Jakarta bisa mengembangkan aspek lain. Kalau sekali saja, tidak ada kesempatan mengembangkan kemampuan,” ucapnya.
Jakarta Propertindo berdasarkan studi pendahuluannya menaksir satu gelaran balapan di Ibu Kota bisa menggerakkan roda perekonomian hingga lebih dari 78 juta euro atau Rp 1,2 triliun.
Direktur Utama Jakarta Propertindo saat itu, Dwi Wahyu Daryoto, menyebutkan, sudah ada hitung-hitungan dalam kontrak selama lima tahun. Kontrak tidak sebatas sebagai penyelenggara saja, melainkan ada komponen lain, termasuk desain lintasan.
”Mudah-mudahan positif bagi perekonomian Jakarta. Sebab, investasi di balapan ini sudah ada perhitungan nilai ekonomi bergerak. Manfaat itu yang dikejar,” katanya.
Arief Kurniawan, wartawan olahraga, khususnya ajang motorsport, menyebutkan, Formula E sama seperti ajang olahraga lainnya yang bisa memberikan keuntungan. Balapan tersebut menawarkan sesuatu yang berbeda karena usungan konsep mobil listrik, keberlanjutan, dan ramah lingkungan. Di sisi lain, Formula E atraktif karena bukan hanya adu kencang, melainkan juga salip-menyalip.
”Tergantung konsep dan program penyelenggara. Jakarta Propertindo konsepnya bagaimana, sampingan balapan dimainkan apa, dan lainnya karena tidak melulu soal balapan,” ucapnya dalam diskusi daring yang sama.
Lebih jauh, menurut Arief, Formula E banyak menggunakan sirkuit dalam kota ketimbang di pinggiran kota. Tujuannya dekat dengan penonton sehingga penggunaan transportasi publik ke kawasan balapan bakal naik.
Dia menyarankan ajang itu ditarik ke pemerintah pusat untuk jangka panjang. Dengan begitu, balapan bisa berlangsung di kota-kota lain di Indonesia selama memungkinkan.
”Formula E punya negosiasi khusus agar bisa terselenggara. Itu bisa dicoba,” ujarnya.
Nirwono Joga, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, punya pendapat sendiri. Menurut dia, Formula E belum perlu untuk sekarang, tetapi harus tetap didukung. Sebaiknya pemerintah daerah fokus menangani persoalan pandemi Covid-19, banjir, dan lainnya yang masuk rencana pembangunan daerah.
”Ketimbang terjebak dalam perdebatan yang menguras energi, lebih baik fokus pengendalian Covid-19, keberlanjutan bus transjakarta menggunakan listrik, bangunan perkantoran menggunakan energi terbarukan, dan penanganan banjir,” katanya.