Caleg DPR Membajak Program Bantuan Sosial
(Tulisan 1 dari 16) Calon anggota legislatif membajak program bantuan sosial untuk keuntungan elektoral.
JAKARTA, KOMPAS — Calon anggota DPR diduga kuat memanfaatkan pendamping bantuan Program Keluarga Harapan atau PKH untuk memengaruhi pemilih di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. PKH adalah program bantuan sosial berupa uang tunai pemerintah untuk keluarga miskin sejak 2007. Penyaluran bantuan PKH dilakukan Kementerian Sosial melalui pendamping sosial bagi keluarga penerima.
Penerima bantuan PKH di Kabupaten Sijunjung saat ini berjumlah 9.885 keluarga. Mereka didampingi 31 pendamping sosial yang tersebar di semua kecamatan. Setiap pendamping sosial mendampingi 250-300 keluarga penerima PKH.
NT (40), seorang petani di Sijunjung, tahu persis artinya kalender berwarna kuning di rumahnya. Kalender itu diberikan pendamping PKH pada 10 Desember 2023. Kalender pemberian pendamping PKH itu disisipi pesan agar mendukung pencalonan RL sebagai caleg DPR.
”Tolong dibantu, ya. Kemarin (2019), kan, beliau sudah terpilih. Ini mau melanjutkan,” kata NT menirukan arahan pendamping sosial. NT membagikan bahan kampanye kepada semua anggota penerima PKH. Salah satu penerimanya adalah tetangganya berinisial YN (48). Kepada Kompas, ia membenarkan menerima bahan kampanye dari NT.
NT adalah salah satu ketua kelompok penerima bantuan PKH. Kalender yang diterimanya itu dibagikan dengan gantungan kunci di hadapan RL. NT dan ketua kelompok penerima PKH membawahkan 20-30 keluarga.
Pertemuan Kompas dengan NT terjadi di sebuah nagari (wilayah administrasi setingkat desa di Sumbar) yang berjarak sekitar 45 kilometer dari Sijunjung, Minggu (17/12/2023). Setelah perjalanan selama 1,5 jam, kami tiba di rumah NT. Kalender pemberian pendamping PKH dengan figur RL dipajang di dinding bagian luar rumah NT.
Baca juga:Jalan "Ninja" Caleg-caleg Kere Bermodal Dengkul
Kami yang menyamar sebagai tim sukses RL menanyakan kepada NT perihal kalender tersebut. NT menjelaskan bahwa kalender tersebut dibagikan pendamping sosial lewat pertemuan dengan ketua kelompok penerima PKH pada 10 Desember 2023. Semua ketua kelompok penerima PKH hadir di sana.
Pendamping dikumpulkan
Informasi dari pendamping PKH yang tidak mau disebut identitasnya menyebut, pada 20 September 2023, RL mengumpulkan para pendamping sosial se-Kabupaten Sijunjung di sebuah hotel di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Pertemuan itu difasilitasi Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Sijunjung. Kompas mendapatkan bukti rekaman pertemuan tersebut.
Kalau memang ada keikhlasan dan kerelaan, saya berharap bantuan teman-teman (pendamping sosial) di pemilu yang akan datang.
Dalam rekaman itu, seorang pejabat Dinsos PPPA Kabupaten Sijunjung mengarahkan para pendamping sosial agar membantu dan mendukung RL untuk kembali duduk sebagai anggota DPR. Ajakan itu kemudian diperkuat RL yang hadir di pertemuan itu.
”Kalau memang ada keikhlasan dan kerelaan, saya berharap bantuan teman-teman (pendamping sosial) di pemilu yang akan datang,” kata RL seperti yang terdengar dalam rekaman.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinsos PPPA Kabupaten Sijunjung Yofritas mengaku tidak tahu ada pertemuan itu. Dia juga tidak pernah berkomunikasi dengan RL terkait mobilisasi pendamping sosial PKH. ”Setahu saya tidak ada (pertemuan itu). Kalau ada yang menghubungi pendamping PKH, pasti lewat saya,” katanya.
Baca juga: Perangkat Desa Jadi Aktor Operasi "Serangan Fajar"
Kompas kemudian menemui salah satu pendamping sosial berinisial SN (34). Dia membenarkan upaya yang dilakukan RL dalam memobilisasi pendamping sosial di Sijunjung. Dia menunjukkan undangan pertemuan dengan RL oleh koordinator pendamping sosial kecamatan lewat grup Whatsapp, 19 September 2023. Agenda pertemuan disebutkan, memberikan dukungan kepada RL kembali duduk sebagai anggota DPR periode 2024-2029.
RL tidak banyak bicara dalam pertemuan itu. Dia meninggalkan acara sebelum selesai karena harus menghadiri kegiatan lain. Pertemuan dengan RL yang difasilitasi Dinsos PPPA Sijunjung hingga janji mahar dari staf RL tidak hanya pada pemilu saat ini, tetapi juga terjadi pada Pemilu 2019.
Saat Pemilu 2019, SN masih ingat ketika Koordinator Pendamping Sosial tingkat Kabupaten Sijunjung meminta mereka bertemu salah satu caleg DPR di sebuah wisma di Kabupaten Sijunjung. Caleg itu rupanya RL yang hadir bersama stafnya.
”Di situ, dia (staf RL) bilang, Bang (RL) mau minta tolong untuk duduk di DPR. Kalau teman-teman ada yang tidak sejalan atau tidak mau mengakomodasi, kami akan tahan SK kawan-kawan,” ucap SN.
SK yang dimaksud merupakan surat keputusan pengangkatan para pendamping sosial PKH. SN yang saat itu baru setahun bertugas sebagai pendamping PKH dengan berat hati menuruti perintah itu karena tak ingin kehilangan pekerjaan. Staf RL menyebutkan bahwa RL memiliki kedekatan dengan Menteri Sosial saat itu.
Ditemui secara terpisah, Senin (18/12/2023) di Padang, RL menyangkal jika secara khusus mengerahkan pendamping sosial PKH untuk ikut memenangkannya dalam pemilu. Saat melakukan sosialisasi program pun, dia tidak pernah menyasar kelompok komunitas tertentu.
Menurut RL, pendamping PKH yang ikut menyosialisasikan dirinya karena pendamping tersebut merasa sejalan dengan program-program yang dia usung. ”Mungkin mereka menilai saya ini ada gunanya. Jadi, pendamping PKH berpikir lebih baik (pilih saya) daripada milih orang yang enggak ada gunanya,” ujar RL.
Kades ancam warga
Fenomena pemanfaatan bansos untuk pemenangan caleg tidak hanya di Sumbar. Modus serupa juga terjadi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Bantuan sosial digunakan sebagai alat ancaman kepada warga untuk memilih caleg tertentu. Ancaman itu disampaikan Suprat, Kepala Desa Jerukan, Kecamatan Juwangi.
Dalam rekaman suara yang menjadi dasar penyelidikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Boyolali, Suprat mengarahkan warga memilih salah satu caleg DPRD Boyolali. Warga yang memilih caleg lain akan dihapus dari daftar penerima bantuan sosial.
Bawaslu Kabupaten Boyolali memastikan, Suprat terbukti telah melanggar netralitas kepala desa. Terkait pelanggaran itu, Bawaslu melayangkan surat rekomendasi kepada Bupati Boyolali agar memberikan sanksi kepada Kepala Desa Jerukan.
”Yang bersangkutan mengakui mengajak warga untuk memilih caleg tertentu. Tetapi, tidak masuk ranah pidana karena dilakukan sebelum masa kampanye,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Boyolali Widodo.
Saat dikonfirmasi, Suprat membantah bahwa ia mengumpulkan dan mengajak warga untuk memilih caleg DPRD Boyolali. Dia membantah akan mencoret warga dari daftar penerima bantuan jika tidak mengikuti arahan. ”Yang jelas saya tidak tahu permasalahan yang sebenarnya,” katanya.
Saya tidak ada kewenangan menyampaikan puas atau tidak.
Di Kabupaten Pandeglang, Banten, Kepala Desa Karangsari, Kecamatan Angsana, Suhandi diduga kuat meminta para ketua RT dan RW agar warga mencoblos tiga caleg, dua di antaranya adalah calon anggota DPR dari dua partai berbeda. Adapun seorang lagi adalah calon anggota DPRD Pandeglang.
Dalam nota suara yang dijadikan dasar pemeriksaan Bawaslu, Kades Karangsari tersebut mengancam akan menghapus bantuan terhadap warga yang tidak mau mendukung ketiga caleg itu. Nota suara itu juga beredar di media sosial.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Pandeglang Didin Tahajudin menyebut rekaman viral itu sebagai dasar memanggil Suhandi dan sejumlah saksi. Kesimpulan Bawaslu, Suhandi diduga kuat melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang berwenang memberikan sanksi, bukan Bawaslu.
Baca juga:Pejabat Mobilisasi Ketua RT demi Meloloskan Anak
”Saya tidak ada kewenangan menyampaikan puas atau tidak,” ujar Didin saat dimintai tanggapan, Senin (8/1/2024). Namun, menurut dia, penanganan kasus tersebut sudah menghasilkan efek jera karena tidak ada lagi kades yang berbuat serupa.
Saat dikonfirmasi, Selasa (16/1/2024), Suhandi tidak keberatan menerima sanksi dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang. ”Nggak keberatan, menerima,” ucapnya. Suhandi tidak melanjutkan pernyataannya karena ia sedang rapat. Dia tidak menjawab pertanyaan Kompas, apakah dia pernah mengancam mencabut bantuan warga jika dukungan caleg tidak sesuai dengannya. Ia langsung menutup telepon.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menilai, mobilisasi pemanfaatan bantuan sosial untuk memengaruhi suara warga dapat disebut pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Hal ini terjadi karena caleg memengaruhi banyak pendamping yang mendampingi ribuan orang.
Sebab, warga penerima bantuan merasa memiliki utang budi terhadap pendamping bantuan PKH sehingga pendamping dapat memengaruhi kesadaran politik penerima. ”Apalagi disertai pernyataan kalau tidak mendukung, bantuan tidak akan dilanjutkan,” ucap Titi.