(Tulisan 2 dari 16) Sebagian caleg modal dengkul menerapkan ide kreatif untuk menekan ongkos politik.
Oleh
VAN/FRD/JOG/ILO
·5 menit baca
Para caleg bermodal dengkul menyiapkan strategi murah ongkos agar cita-citanya terwujud. Strategi itu ditempuh dengan mengunjungi rumah-rumah warga hingga membuat kontrak politik. Jalan ”ninja” ini butuh pengorbanan dan harus siap ditolak warga yang mengharap ada amplop berisi uang atau bingkisan dari caleg.
Suatu sore di awal Desember 2023, seorang calon anggota legislatif (caleg) DPR dari salah satu partai pendatang baru di Pemilu 2024, Guntoro Gugun Muhammad, berdialog serius bersama tim pemenangan dan sukarelawannya, di Kampung Susun Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. Caleg dari Dapil 3 DKI Jakarta itu awalnya lebih banyak mendengarkan paparan dari tim pemenangan terkait strategi dalam mendekati warga.
Belasan anggota tim pemenangan hadir sore itu. Mereka berdiskusi sekaligus mencurahkan isi hati terkait sulitnya mendekati warga. ”Kami sering ditolak. Warga berharap kami datang bawa sembako,” kata Bete (43), salah satu tim pemenangan Gugun.
Kami mempelajari strategi ini dari salah satu organisasi di Amerika Serikat. Mereka mengajari kami strategi Rap saat Pilkada 2017. Metodenya berupa penyadaran orang per orang.
Mengunjungi rumah warga di kampung-kampung padat Jakarta memang tak mudah. Selama bergerilya mendekati warga, mereka mendengarkan kisah warga yang menerima janji-janji manis caleg lain.
Bete mendengar cerita warga yang ditawari Rp 500.000 per orang dari caleg partai lain. Uang setengah juta rupiah itu bagian dari janji caleg tersebut dalam menuntaskan masalah pengangguran. Gugun menanggapi dengan santai. Baginya, tim pemenangannya perlu membangun komunikasi lebih intens dan harus berani meyakinkan warga.
Lelaki yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR itu merupakan pendamping warga yang bertahun-tahun membantu mereka memperjuangkan hak atas tanah dan hunian layak. Niat itu pula yang mendorongnya untuk bertarung dalam Pemilu 2024.
Gugun baru memutuskan maju sebagai caleg dalam Pemilu 2024 dua bulan menjelang penetapan daftar calon anggota legislatif. Tak ada persiapan matang, apalagi menyiapkan modal yang cukup. Gugun menyebut bahwa dirinya bahkan tak memiliki uang untuk maju sebagai caleg.
”Waktu kami semakin singkat. Teman-teman, saya minta lebih aktif nge-rap,” kata Gugun, menjawab curahan hati tim pemenangannya, Jumat (1/12/2023) sore.
Metode rap yang digunakan sebagai strategi kampanye mengacu pada aliran musik rap yang lahir dari lingkungan perkotaan, New York City, Amerika Serikat. Strategi ini sejalan dengan karakter musik rap yang cepat dan berulang-ulang.
”Kami mempelajari strategi ini dari salah satu organisasi di Amerika Serikat. Mereka mengajari kami strategi rap saat Pilkada 2017. Metodenya berupa penyadaran orang per orang,” ucap Gugun.
Penyadaran orang per orang dilakukan tim pemenangan Gugun dengan mendatangi langsung rumah warga di kampung-kampung Jakarta. Cara ini tak sekadar strategi merebut hati warga, tetapi juga bagian dari gerakan penyadaran untuk melawan caleg yang menggunakan strategi politik uang.
Gerakan penyadaran itu pun prosesnya tak sederhana. Warga yang didatangi tak ditawari sembako atau uang. Namun, mereka membuka dialog dengan warga, terkait sosok caleg seperti apa yang diinginkan, juga masalah apa yang dihadapi warga. Keluhan dan masalah yang dipaparkan warga itu bagian dari strategi belanja program.
Beragam isu yang diserap dari warga melalui strategi rap tak berhenti pada sebatas belanja masalah. Persoalan-persoalan yang dikemas jadi program itu kemudian kembali ditawarkan kepada warga. Jika warga setuju, tim pemenangan Gugun mengikat perjanjian mereka melalui kontrak politik.
Jika Gugun menempuh jalan rap, salah satu calon anggota DPRD DKI Jakarta, Ery Sandra Amelia, rela berjalan kaki untuk mendatangi satu per satu rumah warga di Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Rabu (12/12/2023) siang. Selain membagi kaus dan stiker, Ery memberikan sebuah serbet kepada warga.
Serbet ini punya makna. Kalau saya duduk di kursi DPR, saya ingin bersih-bersih dari korupsi.
"Serbet ini punya makna. Kalau saya duduk di kursi DPR, ingin bersih-bersih dari korupsi," ujarnya kepada warga. Ery juga menampung harapan para warga jika nanti terpilih menjadi anggota legislatif.
Dengan anggaran minim, Ery berupaya berebut kursi DPRD, tanpa konsultan politik. Tak ada pula "serangan fajar" yang dia siapkan. Dia hanya mengandalkan jejaring dari relawannya untuk mendekati dan mengambil hati para calon pemilih. "Kunci utamanya hanya bertemu warga. Kami di partai selalu dicek sudah ke mana saja," katanya.
Caleg mahasiswa
Di Sumatera Barat, uniknya, ada caleg yang tak berani turun untuk bertemu warga. Caleg yang masih mahasiswa itu takut, bahkan tak berani membayangkan pengeluaran untuk sekadar bertatap muka dengan warga.
Caleg berinisial DY itu sejak awal memang tak pernah berniat maju sebagai caleg di tingkat kabupaten. Namun, suatu hari di Juli 2023, ada panggilan telepon dari kerabatnya.
Kerabatnya meminta DY mengurus sejumlah persyaratan administrasi guna mendaftar sebagai caleg, salah satunya berupa surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). Semua biaya administrasi ditanggung sang kerabat.
"Dia minta saya daftar karena tidak ada orang lagi yang bersedia maju. Mungkin waktu sudah mepet, makanya saya diminta untuk menyiapkan berkas dan daftar saja," ucap DY di salah satu kafe di Kota Padang, akhir Desember 2023.
DY tercatat sebagai daftar calon tetap dari salah satu partai politik dalam pemilihan legislatif tingkat daerah di salah satu kabupaten di Sumatera Barat. Seusai terdaftar sebagai DCT, sebagian caleg sibuk berkampanye dan mendekati warga.
DY pun mengikuti proses hingga berhasil tercatat sebagai daftar calon tetap dari salah satu partai politik dalam pemilihan legislatif tingkat daerah di salah satu kabupaten di Sumatera Barat. Seusai terdaftar sebagai DCT, sebagian caleg sibuk berkampanye dan mendekati warga.
Namun, tidak seperti caleg lain, DY tak bisa berkampanye karena tak memiliki uang. Warga di daerah pemilihannya pun tak pernah dia datangi. "Saya enggak mungkin juga (datang) ke warga. Mereka pasti minta alat peraga kampanye, barang, atau yang lain, saya tidak punya. Jadi, mending diam saja," katanya.
DY hingga Desember 2023 belum memiliki alat peraga kampanye. Upaya sosialisasi masih dia tempuh secara digital dengan menyebar stiker-stikernya sebagai caleg melalui platform media sosial.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita berpendapat, strategi caleg menggaet pemilih dengan sodoran kontrak politik memang dirindukan pegiat demokrasi. Ia mengapresiasi caleg yang berkomitmen menjalankan cara semacam itu dan berharap strategi kontrak politik dapat dilestarikan oleh caleg lain.
Namun, dia mengakui, caleg kere akan sulit menang jika mengandalkan kontrak politik, di tengah maraknya politik transaksional. "Saya lihat tidak ada (peluang menang hanya dengan kontrak politik). Jujur realistis saja," ujar Mita.