(Tulisan 9 dari 16) Asal ada uangnya, calo suara siap mencarikan pemilih untuk caleg atau partai politik mana pun.
Oleh
FRD/JOG/VAN/ILO
·5 menit baca
Jangan berharap kesetiaan kepada calo suara. Demi cuan, mereka rela melakukan apa saja, termasuk menjanjikan ribuan suara untuk calon anggota legislatif. Tak peduli dari mana partainya, hanya pada uanglah mereka akan menambatkan kesetiaan.
Pada Rabu (13/12/2023) siang, penunjuk arah aplikasi peta menuntun kami masuk ke gang selebar 1,5 meter di area permukiman padat penduduk di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Seorang wanita 52 tahun, FE, menyambut kami dalam balutan daster. Di teras rumahnya, dengan ruang yang menyempit karena ada dua sepeda motor parkir, kami duduk berbincang soal jasa si calo suara ini.
Siang itu, kami mengaku sebagai tim sukses caleg DPR dari partai pendatang baru. Kami meminta bantuan FE untuk mencarikan suara.
FE sudah mendeklarasikan diri sebagai sukarelawan salah satu calon presiden (capres). Awalnya, dia berusaha menyaring ”calon klien” dari partai-partai koalisi pengusung capres yang sama. Jika hitung-hitungan honornya jelas, FE tak masalah kalau membantu caleg dari partai koalisi lain. Ia akan diam-diam merekrut dan mengarahkan anggota tim.
”Kalau caleg DPRD, saya sudah ada, yang belum ada DPR RI,” kata FE sambil menyalakan rokok di selipan jarinya. Ia mengaku jasanya sudah dipesan caleg DPRD DKI Jakarta untuk daerah pemilihan 6 (Makasar, Cipayung, Ciracas, Pasar Rebo).
Berdasarkan perhitungan cepat, FE menyanggupi target untuk mendulang 1.000 suara asal tetap diberi toleransi angka melenceng sedikit. ”Serangan fajar” ke calon pemilih, pola bagi-bagi uang sebelum coblosan, buat FE sudah menjadi strategi wajib.
Menyalurkan uang
Menurut FE, di lingkungannya tinggal, nominal standar untuk serangan fajar ialah Rp 100.000 per kepala. FE bakal merekrut anggota tim dari RW-RW untuk nantinya menyalurkan uang dari caleg ke para pemilih terpilih.
Namun, nominal uang yang diterima menentukan sejauh mana kesetiaan para calon pemilih. Jika dihitung, butuh anggaran sekitar Rp 150 juta untuk melancarkan strategi yang dirancang FE. Sekitar Rp 100 juta untuk biaya politik uang, sedangkan sisanya untuk keperluan operasional FE dan tim yang dibentuk.
Selain itu, FE meminta caleg untuk juga menyediakan buah tangan bagi warga saat penyebaran stiker. Buah tangan ini minimal minyak goreng satu liter per orang. Hal ini penting karena menjadi ajang ”perkenalan” dari caleg ke warga. FE sebenarnya belum berpengalaman memenangkan caleg tertentu. Ia mulai menjadi sukarelawan salah satu caleg sejak Pemilu 2019.
Namun, ia meyakinkan kami, ia sudah punya ”portofolio” memadai. Sebab, sudah 10 bulan ia bergerak membantu sosialisasi caleg. Ia juga punya jaringan se-Jakarta Timur, terdiri dari 10 koordinator kecamatan dan 65 koordinator kelurahan. Dari jaringan-jaringan itu, nantinya koordinator tingkat RW bisa direkrut untuk selanjutnya mendapatkan para saksi yang juga bertugas mengerek keterpilihan.
”Kebetulan saya ini ustaz sehingga kalau ngasih tahu itu kadang didengarkan. ”
FE juga fasih menjelaskan peta politik per RW di kelurahan tempat dia tinggal. Ada RW dengan dominasi partai politik tertentu, ada pula yang berimbang. Elektabilitas calon presiden pun belum tentu sejalan dengan elektabilitas partai pengusung. Seandainya target suara masih kurang dari kelurahannya, ia bakal menambal dari TPS di kelurahan atau kecamatan lain.
Tokoh masyarakat
Momen pemilu juga selalu menjadi ajang bagi OS (53) mencari keuntungan lewat jasa penggalangan suara warga ke para caleg. OS dikenal sebagai ustaz, mantan ketua RT, mantan anggota permusyawaratan desa, hingga pranatacara di kampungnya di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Dengan ketokohannya itu, OS tidak sulit mencari suara untuk para caleg. Dia yakin, banyak warga segan terhadapnya. Omongannya sering didengar sebagai tausiah, tentu dilengkapi dalil-dalil agama. Semua itu tersirat saat ia berbincang dengan kami. ”Kebetulan saya ini ustaz sehingga kalau ngasih tahu itu kadang didengarkan,” katanya.
Kepada kami, OS mengaku menyanggupi mencari 300 suara. Ia perlu mendekati sekitar 500 warga untuk mencapai target 300 suara tersebut. Sebab, dia berasumsi ada sekitar 200 orang yang suaranya bakal meleset. Padahal, sebelumnya OS menyatakan dirinya cukup disegani warga.
Orang-orang tersebut nantinya wajib diberi uang dengan nominal Rp 50.000 per kepala. Sementara untuk mencari 500 orang itu, OS akan membentuk tim di tiap-tiap TPS. Di desa OS terdapat 11 TPS. Nantinya dia akan menugasi dua orang di tiap TPS sebagai operator serangan fajar.
Setiap anggota tim diminta membagikan amplop ke 20 orang. Sisanya menjadi tugas dari OS dan tim khusus di luar TPS. ”Sebelumnya (serangan fajar), saya ajak itu tim buat makan-makan di rumah saya. Dikasih motivasi biar semangat. Biar hasilnya sesuai harapan,” kata OS.
Setelah dikalkulasi, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 35 juta untuk mewujudkan target 300 suara. Sebesar Rp 25 juta akan digunakan OS untuk melancarkan serangan fajar. Sisanya digunakan untuk biaya operasional tim di lapangan.
Sementara ini, OS baru bekerja untuk memenangkan caleg DPRD Kabupaten Kudus. Dia masih menunggu pinangan untuk caleg tingkat DPRD provinsi dan DPR. Dia akan menerima tawaran caleg dari partai mana pun jika menguntungkannya.
Di hadapan caleg atau tim sukses, OS menyampaikan bahwa dia tidak akan bermain di banyak kaki. Dia hanya menerima masing-masing satu caleg di tiap tingkat. Siasat ini pula yang membuat jasanya selalu dipakai sejak Pemilu 2014. ”Di sini orang sudah tahu bagaimana saya. Makanya sering dipercaya karena saya selalu mengemban amanah yang sudah diberi,” ucapnya.
Sementara itu, kakak beradik asal Kota Semarang, Jawa Tengah, NK dan IN, punya pendekatan berbeda dalam menggaet klien. Mereka mampu mengupayakan ribuan suara di luar dari wilayah yang sudah dijangkau oleh tim sukses di tingkat kelurahan.
”Kami mainnya nanti di kecamatan. Pokoknya di luar yang sudah dijangkau tim sukses. Pedagang-pedagang pasar (se-Kota Semarang) juga bisa disasar,” katanya.
Strategi tersebut disampaikan IN kepada kami yang kala itu mengaku sebagai salah satu tim sukses caleg. Tidak main-main, IN sanggup mencarikan target yang kami sebutkan, yakni 2.000 suara dalam waktu sekitar satu bulan. Syaratnya, uang operasional harus sesuai harapan mereka.
Setidaknya mereka meminta upah Rp 150.000 per hari selama satu bulan. ”Untuk uang harian saja sudah Rp 4,5 juta, ditambah bensin Rp 3 juta untuk tiga orang,” ujarnya.