Di Balik Keuntungan Sepeda Motor Listrik Tanpa Suara
Di balik keunggulan sepeda motor listrik, ada sejumlah hal yang menjadi kekhawatiran para pengadopsi awal moda transportasi baru ini.
Suatu hari, Faozi (30) pengendara GoRide electric, hampir bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di sebuah tikungan jalan perkampungan padat. Dia lupa membunyikan klakson, penanda sepeda motornya akan memasuki gang kecil tersebut.
Pengendara yang keluar dari jalan tersebut pun tidak mengira ada sepeda motor lain yang menuju ke arahnya. Sepeda motor listrik Faozi memang tidak mengeluarkan suara layaknya suara mesin motor.
“Saya nyesel sudah membuat kaget mbak-mbak yang naik motor itu karena lupa membunyikan suara,” cerita Faozi dengan tertawa. Sejak kejadian itu, Faozi selalu membunyikan klakson jika ingin menyalip pengendara lainnya atau berbelok.
> Lebih Boros dengan Mobil Listrik
> Dilema Lingkungan Kendaraan Listrik
> Menghitung Kembali Biaya Mobil Listrik
Sepeda motor listrik merek Gogoro yang dinaiki Faozi bersuara halus. Tanpa suara. Ini merupakan salah satu keunggulan sepeda motor listrik.
Mail (42), pengendara Gojek Gogoro juga mempunyai pengalaman yang sama dengan Faozi. Mail menyampaikan keluhannya tersebut pada manajemen Gojek. “Akhirnya pihak Gogoro menambahkan suara ‘tung-tung’ saat kendaraan mencapai kecepatan 20 km/jam dan 40 km/jam,” kata Mail saat ditemui di warung kopi di kawasan Benhil.
Penghematan
Tanpa suara hanyalah bagian kecil dari keunggulan sepeda motor listrik. Penghematan pengeluaranlah yang sering disebut saat promosi penggunaan sepeda motor listrik.
Analisis Kompas menunjukkan, rata-rata ongkos per 100 km untuk motor berbahan bakar minyak (BBM) mencapai Rp 20.703. Sementara motor listrik, rata-rata ongkos per 100 km hanya Rp 4.306. Ini berarti penggunaan sepeda motor listrik bisa menghemat sekitar 20 persen pengeluaran.
Paulina (27), pengemudi GoRide electric dengan motor Gesits menceritakan pengalamannya selama 8 bulan terakhir. “Dulu saya biasa beli Pertamax Rp 40.000 per hari atau sekarang naik jadi Rp 60.000 per hari. Setelah naik Gesits, saya cuma mengeluarkan uang sewa Rp 30 ribu per hari. Bisa menghemat 50 persen lah,” jelasnya.
Saat ini pengendara Gesits dikenakan tarif sewa Rp 30 ribu per hari dan untuk baterai swap masih gratis. Jika ada kerusakan motor pun, pengendara GoRide electric tidak dipungut biaya di bengkel khusus Gojek.
Analisis Kompas menunjukkan, rata-rata ongkos per 100 km untuk motor berbahan bakar minyak (BBM) mencapai Rp 20.703. Sementara motor listrik, rata-rata ongkos per 100 km hanya Rp 4.306. Ini berarti penggunaan sepeda motor listrik bisa menghemat sekitar 20 persen pengeluaran
Keuntungan tanpa membeli bensin dirasakan oleh Ahmad, pengemudi Grab Electric merek Viar. Dua bulan lalu, motor bensinnya rusak. Ahmad kemudian menyewa motor listrik di Grab tempatnya bekerja beberapa tahun ini.
Selama dua bulan menggunakan Viar listrik, Ahmad merasa beruntung masih bisa meneruskan pekerjaannya, meski tidak punya uang modal untuk membeli bensin. "Menguntungkan. Kalau saya enggak punya uang bensin, masih bisa narik. Berangkat ya berangkat aja, enggak usah bawa uang", katanya di depan kantor Grab Tangerang, Cisauk.
Baca juga : Lebih Hemat dengan Sepeda Motor Listrik
Tanpa polusi
Sepeda motor listrik yang tidak mengeluarkan emisi polutan, dianggap sebagai salah satu kendaraan ‘hijau’ untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Hal itulah yang mendorong warga Palmerah Jakarta Barat, Sofian (50), untuk membeli sepeda motor listrik merek Gesits dua tahun yang lalu. “Saya coba menjadi bagian kecil untuk berpartisipasi mengurangi perubahan iklim,” katanya.
Menguntungkan. Kalau saya enggak punya uang bensin, masih bisa narik. Berangkat ya berangkat aja, enggak usah bawa uang
Sofian yang merupakan pegawai Ditjen Pajak, memakai Gesits untuk aktifitas sehari-hari jarak dekat, misalnya ke masjid, atau pasar. Namun, dia belum menggunakannya untuk ke kantor karena jaraknya terlalu jauh (25 km pulang pergi). “Saya capek harus nge-charge tiap hari,” tambahnya.
Membantu mobilitas
Jauh sebelum pemerintah mencanangkan aturan hukum kendaraan listrik pada tahun 2019, warga distrik Agats, Papua telah lebih dulu menggunakan sepeda motor listrik. Distribusi BBM yang tak merata, membuat pasar sepeda motor listrik di Agats, tumbuh alami.
Bermula dari satu merek, yakni Wimcycle, yang mulai beredar di 2009. Hingga sekarang muncul merek lain, Sunrace, Selis Agats, dan Super
Mario (33), karyawan RSUD Agats, mengatakan keberadaan motor listrik di Agats membantu mobilitas masyarakat. “Kalau kami pakai motor listrik enggak perlu capek jalan jauh dari ujung ke ujung. Misal dari Kampung Pelangi ke Kampung Bais yang ditempuh 1 jam”, katanya saat dihubungi.
Lokasi terbatas
Di balik berbagai keuntungan yang dimilikinya, sepeda motor listrik ini masih menyimpan masalah. Dari urusan layanan servis dan purna jual, harga baterai yang mahal, hingga lokasi swap battery yang masih terbatas.
Gesits milik Sofian misalnya, yang sekarang tidak bisa nyala, meski kondisi baterainya 100 persen. Sofian harus memperbaiki motornya bengkel Gesits di Cawang.
Ini cukup merepotkan untuk Sofian karena dia harus membawa Gesits dengan sistem towing, menaikkan motor ke mobil bak terbuka untuk sampai ke Cawang. Padahal kerusakan sebelumnya, teknisi Gesits bersedia datang ke rumahnya di kawasan Palmerah.
Harga baterai yang mahal juga menjadi kendala. Mario yang sudah 10 tahun menggunakan motor listrik di Agats, pernah mengganti baterai dan modul pengendali (controller) secara bersamaan karena motornya terbakar dan sengaja diceburkan ke rawa untuk memadamkan api. “Cukup menguras kantong harga baterai dan controller,” keluhnya.
Dia harus membayar sekitar Rp 8 juta untuk mengganti dua suku cadang tersebut. “Jadi mirip beli motor baru, kan,” tambahnya.
Selain harga yang mahal, spesifikasi baterai yang tidak seragam juga membuat masyarakat kesulitan untuk mengisi daya dengan memanfaatkan fasilitas baterai swap atau penukaran baterai. Itulah yang membuat penghasilan Ahmad tidak meningkat signifikan.
“Saya jadi tidak bisa menerima orderan jarak jauh yang melebih kapasitas baterai motor,” katanya. Lokasi swap battery motor Viar di Jabodetabek, hanya tersedia 3 lokasi: di Lengkong Gudang, Tangsel, Jati Pulo, Jakarta Barat, dan Cakung, Jakarta Timur.
“Jika baterai saya sudah tinggal 20 persen dan lokasi saya jauh dari swap battery, saya terpaksa matiin aplikasi. Padahal kalau matiin, akun saya jadi ‘anyep’," keluhnya
Ahmad pun berharap lokasi swap battery khusus motor Viar diperbanyak lagi.
Motor tanpa suara ini belum sepenuhnya sempurna untuk menggantikan motor bermesin bakar. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah, produsen, dan peneliti untuk menyempurnakan motor listrik ini. Jika terwujud, polusi udara dan suara akan jauh berkurang.