Pengguna sepeda motor listrik bakal lebih menghemat pengeluaran bulanan dibanding sepeda motor berbahan bakar minyak. Selain harganya yang terjangkau, operasional sepeda motor listrik juga rendah.
Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hasil analisis Kompas menunjukkan rata-rata biaya operasional sepeda motor listrik sebesar Rp 46.952 per bulan. Angka ini lebih hemat empat kali dibandingkan biaya operasional sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) yang masih sebesar Rp 201.826. Operasional motor listrik lebih hemat karena hanya meliputi biaya listrik untuk mengisi baterai dan perawatan yang lebih murah 30 persen dibanding motor konvensional.
Biaya kepemilikan total sepeda motor listrik selama 5 tahun pun lebih rendah ketimbang sepeda motor bermesin bakar. Biaya kepemilikan sepeda motor listrik yang meliputi harga unit, biaya perbaikan, dan listrik mencapai total Rp 32,7 juta. Di sisi lain biaya kepemilikan sepeda motor bermesin bakar Rp 39 juta. Durasi kepemilikan selama 5 tahun dipilih atas dasar usia baterai berfungsi ideal.
Penghematan ini turut memengaruhi komposisi pengeluaran rumah tangga pemilik sepeda motor. Olahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2021, rata-rata biaya operasional motor BBM mencakup 12,4 persen dari total Rp 3,5 juta pengeluaran non makanan setiap rumah tangga pemilik sepeda motor per bulan. Jika mereka beralih menggunakan sepeda motor listrik, komposisi pengeluaran untuk sepeda motor turun drastis menjadi 2,9 persen dari total pengeluaran non makanan.
Dalam kondisi sama, penurunan pengeluaran sebesar ini tidak dirasakan di rumah tangga pemilik mobil. Biaya operasional mobil BBM setiap bulan rata-rata Rp 519.118 atau 11,7 persen dari total Rp 6,9 juta pengeluaran non makanan rumah tangga pemilik mobil per bulan. Namun ketika beralih ke mobil listrik, biayanya turun menjadi Rp 171.049 atau 3,9 persen dari total pengeluaran non makanan.
Biaya kepemilikan total sepeda motor listrik selama 5 tahun pun lebih rendah ketimbang sepeda motor bermesin bakar. Biaya kepemilikan sepeda motor listrik yang meliputi harga unit, biaya perbaikan, dan listrik mencapai total Rp 32,7 juta. Di sisi lain biaya kepemilikan sepeda motor bermesin bakar Rp 39 juta
Selain penghematan sepeda motor listrik yang lebih besar, potensi masyarakat yang akan merasakannya juga lebih luas. Tahun 2021 jumlah rumah tangga pemilik sepeda motor mencapai 51,6 juta keluarga. Sementara rumah tangga pemilik motor sekaligus mobil sebanyak 8,2 juta keluarga, dan rumah tangga pemilik mobil saja 0,57 juta keluarga.
Meski potensi penghematan bisa dirasakan banyak keluarga, rata-rata harga sepeda motor listrik lebih tinggi, sekitar 11 persen ketimbang motor BBM. Data ini didapatkan dari menabulasi harga 15 tipe sepeda motor keluaran tahun 2022.
Harga rata-rata sepeda motor listrik mencapai Rp 28 juta, atau sekitar Rp 3 juta lebih mahal ketimbang sepeda motor BBM, dan masuk dalam rentang harga sepeda motor kelas menengah. Sepeda motor BBM dengan kapasitas mesin kurang dari 125 cc merupakan kategori terpopuler di Indonesia. Harga jualnya sekitar Rp 10 juta lebih rendah, yakni Rp 17,8 juta.
Apabila harga jual motor listrik lebih terjangkau sekaligus baterai dengan daya lebih tinggi berharga lebih murah, maka potensi pasar industri sepeda motor listrik di Indonesia sangat besar
Hal ini berkontribusi pada rendahnya tingkat adopsi sepeda motor listrik di Indonesia. Awal 2022 pemerintah menargetkan keberadaan 13 juta unit sepeda motor listrik di Indonesia pada 2030. Artinya, rata-rata butuh 1,63 juta unit per tahun. Namun, hingga pertengahan 2022, jumlah sepeda motor listrik baru mencapai sekitar 18.000 unit, atau 0,14 persen target.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai, apabila harga jual motor listrik lebih terjangkau sekaligus baterai dengan daya lebih tinggi berharga lebih murah, maka potensi pasar industri sepeda motor listrik di Indonesia sangat besar.
Budi Karya berpendapat, transisi ke sepeda motor listrik dapat memberikan potensi peningkatan pendapatan bagi warga. Ini karena biaya operasional harian yang lebih rendah.
Meski demikian, halangan masih ada dalam bentuk harga jual sepeda motor listrik yang relatif lebih mahal ketimbang sepeda motor BBM. Oleh karena itu, ia berharap para pemangku kepentingan industri sepeda motor listrik bisa bekerja sama untuk menekan harga sehingga lebih murah.
Penghematan warga
Bagi warga Agats, Asmat, Papua, penghematan energi sepeda motor listrik nyata adanya. Jauh sebelum Perpres No. 55 tahun 2019 disahkan, sejak 2009, warga Agats sudah naik sepeda motor listrik.
Keterbatasan kondisi geografis dan infrastruktur jalan, serta harga bensin yang cukup tinggi di Papua, membuat sepeda motor listrik lebih populer dibandingkan motor bensin.
Biaya pemeliharaan motornya selama setahun menurut Simon (37), warga asli Agats, hanya Rp 500.000. "Itu rata-rata untuk membayar ban pecah," katanya. Namun, itu belum termasuk retribusi Rp 150.000 per tahun yang diatur melalui peraturan daerah.
Penghematan pengeluaran juga dirasakan oleh pengemudi GoRide Electric di Jakarta. Ismail (42), sejak 10 bulan yang lalu menggunakan sepeda motor listrik merek Gogoro. Dia mengaku bisa menghemat Rp 800.000 setiap bulannya.
Saat masih memakai motor bensin, pengeluaran per bulannya untuk membeli bensin Pertamax, ganti oli dan service rutin, Rp 1,58 juta. Sekarang, tiap bulan Ismail hanya mengeluarkan uang Rp 880.000 untuk membayar sewa motor listriknya. Namun memang, biaya service motor dan baterai swap masih ditanggung oleh manajemen Gojek.
Konversi mesin
Guna mengejar target keberadaan 13 juta sepeda motor listrik di tahun 2030, Kementerian ESDM menyiapkan program konversi mesin BBM ke mesin listrik. Tenaga ahli Menteri ESDM Sripeni Inten Cahyani menjelaskan, program konversi ini ditargetkan dapat mengubah 6 juta sepeda motor di tahun 2025.
Sripeni menyebut biaya konversi yang dilakukan Kementerian ESDM berkisar Rp 13 juta per sepeda motor. Hasil konversi tersebut setara spesifikasinya dengan sepeda motor listrik baru bermerek Gesits yang harganya Rp 28 juta.
“Kalau konversi, ini akan langsung mengurangi subsidi BBM. Sedangkan, kalau masyarakat beli sepeda motor listrik baru, bisa jadi masih ada sepeda motor BBM di rumah, dan mereka lebih suka pakai sepeda motor BBM,” kata Sripeni.
Rencana konversi ini sudah dimulai sejak 2021 melalui pilot program konversi 100 unit sepeda motor listrik dinas di lingkungan KESDM. Untuk 2022, target yang ditetapkan adalah 1.000 unit. Sripeni mengaku belum mencapai target.
Menurutnya, ini terkendala sulitnya pengumpulan sepeda motor yang akan dikonversi. Biaya konversi yang tergolong tinggi, sekitar Rp 13 juta, belum memunculkan ketertarikan dari masyarakat. Dari data yang ia pegang, angka willingness-to-pay atau kemauan masyarakat untuk membayar konversi adalah Rp 5-7 juta.
Jangan setengah hati
Pengajar Ketahanan Energi Universitas Pertahanan Imam Supriyadi menilai, rencana konversi secara massal merupakan kebijakan yang kompleks dan rawan putus di tengah jalan atau tidak sustainabel.
“Bisa jadi belum proven. Jangan sampai rakyat malah justru terbebani karena sepeda motornya rusak. Ini malah bisa jadi backfire,” kata Imam.
Imam menambahkan, sudah seharusnya pemerintah memberi perhatian sama terhadap sepeda motor listrik. Terlebih lagi, kelompok masyarakat yang mengandalkan sepeda motor sehari-hari dapat menerima penghematan pengeluaran rumah tangga yang signifikan.
Imam mengusulkan skema insentif pajak tahunan sepeda listrik dan berbagai kemudahan lainnya seperti pembebasan uang muka kredit. Menurut dia, halangan utama masyarakat kelompok menengah bawah dalam bertransisi ke sepeda motor listrik adalah harga pembelian pertama.
"Sepeda motor listrik itu diandalkan masyarakat menengah bawah. Kenapa enggak membela kepentingan masyarakat yang akan menerima manfaat besar dari transisi ini? Pemerintah jangan setengah hati,” kata Imam.