“Perbankan AS terbebani akibat kenaikan suku bunga dan kemerosotan nilai aset. Hal ini memiliki implikasi terhadap likuiditas perbankan dan kekuatan permodalan perbankan,” kata Jill Cetina dan Ana Arsov, analis Moody's.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Tekanan yang dihadapi sistem perbankan AS hingga kini masih jauh dari selesai. Dalam perkembangan terbaru lembaga pemeringkat, Moody’s, menurunkan peringkat sejumlah bank di AS. Sejumlah bank besar juga termasuk di dalamnya dan masuk kategori negatif.
Moody’s, Senin (7/8/2020), mengumumkan penurunan peringkat 10 bank kategori kelas menengah sebesar satu tingkat. Nama-nama bank tersebut yang mengalami penurunan peringkat adalah M&T Bank (MTB), Webster Bank (WBS), Pinnacle Financial Partners (PNFP), BOK Financial Corp (BOKF), Associated Banc-Corp (ASB), Old National Bancorp (ONB), Amarillo National Bank, Commerce Bancshares (CBSH), Prosperity Bank (PB), dan Fulton Financial Corp. (FULT).
Saat bersamaan Moody’s juga menyatakan prospek negatif terhadap enam bank besar; Bank of New York Mellon (BK), U.S. Bancorp (USB), State Street Corp (STT), Truist Financial Corp (TFC), Northern Trust Corp.(NTRS), dan Cullen/Frost Bankers Inc. Artinya, ada potensi penurunan peringkat atas enam bank tersebut dalam waktu dekat.
Sebanyak 11 bank lainnya, bukan kelompok bank besar, juga sudah masuk kategori prospek negatif, termasuk Capital One, Citizens Financial, dan Fifth Third Bancorp.
Keputusan Moody’s tersebut merefleksikan tantangan berat bagi industri perbankan AS. Salah satu tantangan itu adalah kerasnya persaingan untuk menarik masuk simpanan nasabah atau mempertahankan nasabah yang ada. Setelah pemunculan krisis perbankan AS pada awal 2023 ini, deposan AS terdorong menarik simpanan karena merasa tidak aman.
Yahoo Finance, 27 Juli, memberitakan JPMorgan Chase, Bank of America, Citigroup dan Wells Fargo telah kehilangan deposito sebesar 262 miliar dollar AS dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu.
Laba tertekan
Selain persaingan ketat menarik deposito, Moody’s juga menurunkan peringkat dengan alasan perbankan AS sedang tertekan tentang pembiayaan. Salah satu contoh, kini para deposan AS menuntut suku bunga deposito yang lebih tinggi, sebagaimana diberitakan The Financial Times, 10 Juli.
Alasan lain di balik penurunan peringkat dari Moody’s adalah potensi tekanan laba yang cenderung menurun. Selama kuartal kedua 2023, perbankan AS mengalami penurunan pertumbuhan pinjaman.
Financial Times, memberitakan enam bank terbesar AS; JPMorgan Chase, Bank of America, Citigroup, Wells Fargo, Goldman Sachs, dan Morgan Stanley diperkirakan menghapus-bukukan pinjaman gagal bayar oleh nasabah secara kolektif sebesar 5 miliar dollar AS selama kuartal dua 2023. Ini pertama kali terjadi dalam tiga tahun terakhir.
“Selama kuartal kedua 2023, perbankan AS tertekan kenaikan biaya dan penurunan laba,” demikian Moody’s.
Tekanan perbankan AS yang lain, menurut Moody’s adalah efek kenaikan suku bunga inti yang dipatok Bank Sentral AS (Federal Reserve/Fed). Sejak lama, perbankan AS menyimpan dana-dana nasabah dalam bentuk obligasi. Nilai aset perbankan dalam berbentuk obligasi ini menurun seiring dengan naiknya suku bunga Fed, yang kini ada pada kisaran 5,25 – 5,50 persen.
Nilai obligasi menurun seiring dengan kenaikan suku bunga dan demikian sebaliknya. Hal ini menimpa hampir seluruh perbankan AS.
“Perbankan AS terbebani akibat kenaikan suku bunga dan kemerosotan nilai aset. Hal ini memiliki implikasi terhadap likuiditas perbankan dan kekuatan permodalan perbankan,” kata Jill Cetina dan Ana Arsov, para analis Moody’s.
Penurunan pertumbuhan ekonomi
Tekanan lain bagi sistem perbankan AS adalah prospek lesu pertumbuhan ekonomi pada 2024. Kualitas aset tampaknya akan menurun dari status solid menjadi tidak berkesinambungan.
Gubernur Fed Jerome Powell sudah mengingatkan, ada potensi penurunan pertumbuhan ekonomi AS seiring dengan rencana kenaikan suku bunga Fed untuk menekan inflasi.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga Fed telah turut menaikkan suku bunga pinjaman perbankan AS.US Bancorp misalnya, mengumumkan kenaikan suku bunga pinjaman menjadi 8,5 persen dari 8,25 persen.
Tekanan lain bagi perbankan AS muncul dari perbankan yang fokus pada pembiayaan sektor perumahan. Mortgage Bankers Association (MBA), seperti diberitakan CNN, 8 Juli, menyatakan sektor perumahan menghadapi penurunan permintaan. Ini disebabkan investor kini mengalihkan dana ke bentuk investasi lain. Situasi ini menyebabkan pengeringan sumber pendanaan untuk sektor perumahan.
Persoalan lain adalah total kredit sebesar 100 triliun dollar AS yang dialokasikan ke sektor perumahan AS. Banyak dari dana-dana ini yang sebelumnya merupakan pinjaman atau utang dengan bunga 3 persen. Kini suku bunga telah naik menjadi 7 persen. Dengan demikian para pembangun perumahan mengalami kenaikan utang akibat kenaikan suku bunga.
Di sisi lain para pembeli sektor perumahan di AS juga mengalami peningkatan cicilan rumah-rumah.
Sisi baik
Para analis dari Wedbush Securities juga melihat tekanan berganda di sektor perbankan AS. Akan tetapi para analis tersebut masih melihat sisi positif yakni masih ada pinjaman perbankan yang tergolong berkualitas.
Dengan kata lain sebagian perbankan AS masih memiliki pendapatan bagus dari kucuran kredit. Kondisi ini merupakan faktor pendukung bagi kenaikan modal bank-bank yang memiliki pinjaman ke nasabah berkualitas.
Faktor positif lain, sejumlah perbankan di AS sudah mengurangi sumber pendanaan yang sebelumnya tidak masuk dalam penjaminan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Dengan demikian, jika bank-bank tersebut mengalami kebangkrutan, simpanan deposan relatif aman karena masuk penjaminan.
Sisi baik lain, pihak FDIC, Fed, dan Departemen Keuangan AS sejauh ini telah merancang pencegahan kebangkrutan sistemik. Sejak awal 2023, dipicu kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB), tiga lembaga di AS tersebut telah turun tangan dengan menanggulangi semua deposito tanpa batasan.
Dalam kasus terbaru, yakni pada 28 Juli, saat Heartland Tri-State Bank ditutup karena bangkrut, pihak FDIC turun tangan menalangi dana-dana simpanan pada bank tersebut. Perbankan AS memiliki penolong utama dalam kasus terjadinya kebangkrutan.
Akan tetapi tidak jelas, seberapa lama pemberian dana talangan seperti ini bisa berlangsung. Hal terbaik bagi perekonomian adalah pertumbuhan organik yang memunculkan basis bisnis berkesinambungan, bukan pertolongan lembaga-lembaga yang pada akhirnya membebani para pembayar pajak. (REUTERS/AP/AFP)