Laporan Fed: 700 Bank di AS Mengalami Kerugian Potensial
Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan kondisi perbankan AS kuat. “Wall Street tidak percaya pada ucapan Powell,” kata Charles Gasparino, kolumnis.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Sebanyak 700 bank dari total 4.844 bank di Amerika Serikat mengalami kerugian potensial. Penyebab kerugian itu adalah turunnya nilai buku surat utang akibat kenaikan suku bunga inti di Amerika Serikat. Jika bank-bank tersebut butuh dana segera dan terpaksa menjual surat utang tersebut, kerugian menjadi nyata.
Demikian laporan kuartalan Federal Reserve (Fed/Bank Sentral AS) berjudul “Impact of Rising Rates on Certain Banks and Supervisory Approach” per tanggal 14 Februari 2023 dan muncul di media AS, 13 Mei 2023. Laporan itu ditulis bersama oleh Board Risk, Supervision and Regulation (divisi Fed) dan Federal Reserve Bank of Kansas City.
Laporan tentang kerugian potensial itu didasarkan pada situasi hingga September 2022. Saat itu suku bunga inti pada level 3 – 3,25 persen atau naik dari 0,25 – 0,50 persen pada Maret 2022. Sejak itu perbankan sudah mulai mengalami kerugian karena penurunan nilai buku surat utang berupa obligasi dan sejenisnya.
Pada September 2022 itu, 700 bank sudah mengalami kerugian melebihi 50 persen dari total modal.
Pada September 2022 itu, 700 bank sudah mengalami kerugian melebihi 50 persen dari total modal. Dari 700 bank itu, sebanyak 31 bank sudah rugi dengan jumlah yang sudah melebihi jumlah modalnya.
Kini suku bunga di AS sudah berada pada level 5 – 5,25 persen. Dengan demikian kerugian potensial sudah pasti meningkat. Nilai buku surat utang tergantung pada pergerakan suku bunga. Jika suku bunga naik, nilai buku surat utang turun dan demikian sebaliknya.
Kisah penempatan aset dalam bentuk surat utang ini berawal dari masuknya deposito ke sistem perbankan menjadi total sekitar 18,06 triliun dollar AS pada Mei 2022, berdasarkan data dari Federal Reserve Economic Data (FRED). Stimulus ekonomi akibat pandemi Covid-19 membuat sistem perbankan AS ketiban arus masuk deposito tanpa bunga.
Efek Kebijakan Maret 2022
Saat bersamaan, kucuran kredit tidak jalan karena ekonomi merosot di saat pandemi. Sebanyak 6 triliun dollar AS dari total dana perbankan ditempatkan ke dalam surat utang dan menjadi sumber pendapatan bagi bank.
Namun, lalu inflasi mulai meningkat sejak 2021 dan pada Maret 2021 mencapai 2,6 persen, meninggalkan target inflasi 2 persen. Inflasi terus meningkat hingga mencapai puncaknya 9,1 persen pada Juni 2022.
Sejak Maret itu, perbankan di AS menerima dua pukulan, yakni kerugian nilai buku obgligasi dan penarik deposito oleh nasabah.
Fed mulai menaikkan suku bunga inti mulai Maret 2022 saat inflasi mencapai 8,5 persen, setelah sempat menunda kenaikan sekian lama. Suku bunga inti dinaikkan pada Maret menjadi 0,25 – 0,5 persen untuk menekan inflasi.
Sejak Maret itu, perbankan di AS menerima dua pukulan, yakni kerugian nilai buku obgligasi dan penarik deposito oleh nasabah. Penarikan deposito ini terjadi karena bank tidak memberi suku bunga. Deposan menarik dana untuk menempatkannya di pasar uang dengan imbalan lebih tinggi.
Sejak Mei 2022 perbankan AS mengalami penarikan deposito sebesar 910 miliar dollar AS. Dengan kata lain deposito turun dari 18,06 triliun dollar AS pada Mei 2022 menjadi 17,15 triliun pada awal Mei 2023. Ini masih ditambah lagi penarikan deposito tambahan sebesar 13 miliar dollar AS hingga 13 Mei 2023.
Penarikan inilah yang turut membuat sejumlah bank di AS kelimbungan. Persoalannya, dana likuiditas perbankan ditempatkan dalam bentuk surat utang. Lebih pelik lagi, lebih dari 75 persen surat utang ini berjangka waktu lebih dari 3 tahun dan umumnya 10 tahun.
Penarikan inilah yang turut membuat sejumlah bank di AS kelimbungan. Persoalannya, dana likuiditas perbankan ditempatkan dalam bentuk surat utang.
Keharusan mendapatkan dana untuk melayani penarikan deposito membuat beberapa bank terpaksa menjual surat utang dengan kerugian, seperti yang dialami Silicon Valley Bank (SVB) yang bangkrut pada 10 Maret 2023. Sejak itu ancaman kebangkrutan terus mendera AS.
Meski demikian Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan kondisi perbankan AS kuat. “Wall Street tidak percaya pada ucapan Powell,” kata Charles Gasparino, seorang kolumnis, di situs the New York Post, 6 Mei. “Deposan kehilangan kepercayaan,” lanjut Gasparino.
Oleh sebab itu banyak seruan agar Fed segera menurunkan suku bunga agar perbankan terhindar dari kesulitan. Namun, masalahnya hingga Maret 2023 inflasi masih sebesar 4,9 persen. Sudah menurun tetapi masih jauh di atas target 2 persen.
Akan tetapi ada banyak jenis ukuran untuk inflasi. Sebanyak lima dari sembilan ukuran inflasi menunjukkan inflasi sekarang malah lebih tinggi dari setahun lalu. “Ini memunculkan pertanyaan tentang pandangan berdasarkan ukuran konvensional bahwa inflasi sedang menurun,” kata Presiden Federal Reserve St Louis, James Bullard, Jumat (12/05/2023), saat berbicara dalam konferensi tentang sektor moneter yang disponsori Hoover Institution di Stanford University.
Pilihan Fed melihat inflasi adalah dengan melihat indeks personal consumption expenditure (PCE) dan menurun menjadi 4,2 persen pada Maret 2023 dari 5,1 persen pada Februari 2023. Data ini didapat dengan menggunakan informasi dari Departemen Perdagangan AS.
Jika inflasi bertahan tinggi hingga akhir 2023, Fed harus menaikkan suku bunga inti lagi hinga ke level 6 persen.
Akan tetapi banyak ukuran inflasi lain yang lebih populer termasuk dari Federal Reserve Dallas, San Francisco dan Atlanta dengan menggunakan data dari Bureau of Economic Analysis (BEA). Berdasarkan data itu, Fed Dallas melihat inflasi lewat ukuran trimmed mean PCE, menunjukkan inflasi malah lebih tinggi, yakni 4,7 persen pada Maret 2023.
Inflasi berdasarkan ukuran trimmed mean merupakan proksi untuk melihat inti yang sebenarnya dari inflasi PCE, dengan memasukkan bagian komponen terpenting dan membuang komponen tak penting. “Jika ada disinflasi di AS, semua ukuran inflasi ini seharusnya sudah lebih rendah dari tahun lalu,” kata Bullard.
Jeffrey Lacker, mantan Presiden Federal Reserve Richmond, yang juga berbicara bersama Bullard dalam konferensi itu mengatakan jika inflasi bertahan tinggi hingga akhir 2023, Fed harus menaikkan suku bunga inti lagi hinga ke level 6 persen. Lacker bahkan mengatakan bisa saja inflasi dinaikkan hingga ke level 7,5 persen. Dengan demikian arah penurunan suku bunga masih jauh dan masalah perbankan jauh dari selesai. (REUTERS/AP/AFP).