KTT ASEAN Akan Bahas Kerja Sama Penanggulangan Perdagangan Orang
Di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia menjadi korban terbesar sindikat perdagangan orang. Indonesia mengusulkan agar KTT Ke-42 ASEAN mengadopsi dokumen kerja sama pemberantasan perdagangan orang.
MANGGARAI, BARAT — Presiden Joko Widodo selaku Ketua ASEAN 2023 mendorong Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN, 9-11 Mei 2023, untuk mengadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang. Namun, agar implementasinya efektif, sejumlah lembaga advokasi menekankan agar pemerintah menindaklajutinya dengan panduan teknis yang detail dan konkret.
Presiden dalam keterangan pers di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (8/5/2023), menyatakan, salah satu tema yang sengaja diusung Indonesia pada KTT Ke-42 ASEAN adalah pemberantasan perdagangan manusia, terutama online scams. Hal ini penting karena korbannya adalah rakyat ASEAN. Bahkan sebagian besar adalah warga negara Indonesia.
Presiden memberi contoh, baru-baru ini Pemerintah Indonesia telah menyelamatkan 20 WNI korban perdagangan manusia dari Myanmar. Ini dilakukan dalam situasi yang tidak mudah karena Myanmar sedang dalam kondisi konflik.
Baca juga: Pekerja Migran Butuh Kestabilan Kawasan
Sebelumnya pada 5 Mei lalu, otoritas Filipina dan perwakilan negara lainnya, termasuk Indonesia, juga telah berhasil menyelamatkan 1.048 orang dari 10 negara. Sebanyak 143 orang di antaranya WNI. Kedutaan Besar RI di Manila, Bangkok, dan Yangon, terlibat dalam dua evakuasi itu.
”Saya tegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas, dari hulunya sampai ke hilir. Saya ulangi, harus diberantas tuntas. Karena itu, dalam KTT nanti akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi,” kata Presiden dalam keterangan pers didampingi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Kompas juga mencatat, KBRI Hanoi menyelamatkan 30 WNI dari Ho Chi Minh, Vietnam, April 2023. Modus di Vietnam sama dengan di Kamboja. Modus itu bermula dari calon pekerja migran ditawari bekerja pada industri pelayanan pelangganan. Setelah dibawa ke luar Indonesia, mereka diberi tahu harus menjalani latihan kerja di Kamboja atau Vietnam.
Di Kamboja dan Vietnam, mereka dipaksa menipu orang-orang di Indonesia dengan kedok menawarkan aneka hal lewat telepon. Sebagian lagi dipaksa bekerja di tempat perjudian. Salah pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Kamboja ditangkap Polri pada 27 April 2023.
Rangkaian kasus itu mendorong Indonesia melalui kepemimpinannya pada ASEAN 2023 mengusulkan mengadopsi dokumen terkait pemberantasan TPPO pada KTT Ke-42 ASEAN.
Rangkaian kasus itu mendorong Indonesia melalui kepemimpinannya pada ASEAN 2023 mengusulkan mengadopsi dokumen terkait pemberantasan TPPO pada KTT ke-42 ASEAN. Versi akhir dokumen itu sedang dimatangkan oleh para pejabat senior negara anggota ASEAN.
Pertemuan para pejabat senior (SOM) dan wakil tetap anggota untuk ASEAN (CPR) menjadi pembuka resmi puncak rangkaian KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Senin (8/5/2023). Hasil pembahasan akan dibawa ke pertemuan tingkat menteri luar negeri yang akan digelar Selasa (9/5/2023).
Panduan teknisSejumlah lembaga advokasi pekerja migran Indonesia menggelar konferensi pers di Labuan Bajo, Senin. Intinya mereka menyerukan kepada pemerintah untuk menindaklanjuti dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang yang akan diadopsi pada KTT Ke-42 ASEAN.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan, ASEAN perlu memperkuat kesamaan pandangan soal TPPO. Tanpa kesamaan pandangan itu, sulit mengharapkan ada upaya bersama pemberantasan TPPO. Sebab, bisa jadi ada anggota ASEAN punya kriteria berbeda untuk menentukan kasus TPPO.
Baca juga: Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Kasus Myanmar Didorong Dibahas di KTT ASEAN
ASEAN juga perlu mengevaluasi Konvensi ASEAN untuk Menentang Perdagangan Manusia (ACTIP). Disahkan pada 2015, konvensi itu tidak kunjung bisa menekan TPPO di Asia Tenggara. Penurunan pada 2020-2022 terjadi karena ada pembatasan gerak selama pandemi. Dampaknya, TPPO berkurang drastis.
Dalam ACTIP, TPPO disebut sebagai rangkaian perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, dan penerimaan orang yang terancam atau dipaksa menyetujui migrasi dan bekerja. Di sisi lain, ASEAN tidak punya definisi bersama soal penyelundupan manusia.
Adapun dalam laporan kantor Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pemberantasan Kejahatan dan Narkotika (UNDOC) diungkap, kerja paksa meningkat di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Dari 29 persen, temuan dan laporan kerja paksa menjadi 54 persen dalam periode tiga tahun saja.
Hariyanto mengatakan, aneka dokumen dan konvensi internasional soal TPPO sudah banyak. Sebagian malah sudah diratifikasi atau setidaknya ditandatangani Indonesia. Sayangnya, tetap saja TPPO terus terjadi di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi salah satu korban terbesarnya.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mendorong mitranya di ASEAN bertindak lebih dari sekadar mengadopsi dokumen baru soal pemberantasan TPPO. ASEAN antara lain perlu segera memperinci panduan teknis soal pemberantasan TPPO lintas negara.
TPPO dan kerja paksa antara lain terjadi di sektor maritim. Peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative, Jeremia Humolong Prasetya, menyebut pekerja kapal ikan lintas negara termasuk yang paling rentan dieksploitasi. Bahkan, potensi eksploitasi dan TPPO ada di hampir semua tahapan perekrutan pekerja migran yang akan ditempatkan di kapal ikan lintas negara.
Ia mendorong ASEAN mengadopsi Deklarasi Perlindungan Penangkap Ikan Lintas Negara. Seperti Hariyanto, ia menekankan langkah yang harus dilakukan tidak berhenti di tahap adopsi saja. Perlu pula penyusunan panduan untuk memastikan penerapan deklarasi itu secara efektif di kawasan.
Peminggiran Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, ASEAN terus meminggirkan pekerja migran. Padahal, pekerja migran menyumbangkan miliaran dollar AS bagi perekonomian Asia Tenggara.
”ASEAN harus memberi perhatian prioritas pada upaya perlindungan pekerja migran. Tidak ada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif di ASEAN, tanpa pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja migran,” tutur Wahyu.
Nilai kiriman pekerja migran hampir setara dengan pendapatan pemerintah dari sektor minyak dan gas bumi.
Ketua Serikat Buruh Migran (SEBUMI) Yatini Sulistyowati mengatakan, sejumlah anggota ASEAN mengandalkan kiriman uang dari pekerja migran sebagai salah satu penggerak ekonomi. Di Indonesia pada 2022, pekerja migran mengirimkan total Rp 159 triliun.
Nilai kiriman pekerja migran hampir setara dengan pendapatan pemerintah dari sektor minyak dan gas bumi.
Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Buruh Migran Savitri Wisnuwardhani mengatakan, ASEAN belum bisa membangun sistem regional untuk perlindungan pekerja migran. Dampaknya, ASEAN belum mampu bertindak kolektif dan signifikan. Padahal, ASEAN punya instrumen dan modal untuk melindungi pekerja migran. ”Komitmen lemah di antara negara anggota menyulitkan implementasinya,” katanya.
Piagam ASEAN jelas mengamanatkan organisasi itu berorientasi pada manusia. Berbagai kasus terkait pekerja migran di kawasan menunjukkan amanat itu belum dijalankan sampai sekarang.
Baca juga: Masih Ada Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia
Mantan Wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Dinna Prapto Raharja mengatakan, perlu pengistimewaan dalam penanganan terhadap aneka persoalan penduduk ASEAN. Pengistimewaan ini berlaku pula pada pekerja migran.
Hal itu untuk mempercepat pencapaian masyarakat ASEAN yang berkeadilan, bermartabat, dan berkualitas hidup tinggi. ”Pertumbuhan ekonomi dunia sampai 2050 akan bertumpu pada manusia dan sumberdaya dari ASEAN sehingga wajar jika dinegosiasikan termin-termin kerja sama yang lebih baik untuk masyarakat ASEAN,” ujarnya.
Dinna juga menyoroti tren antipekerja migran di kawasan lain. Di sejumlah negara ada masalah kekurangan pekerja dan penuaan penduduk. Meski demikian, tetap saja melarang migrasi dan mengetatkan aturan imigrasi. Bahkan, ada negara menolak melindungi hak pekerja migran.
Kolektif
Isu pekerja migran dan kasus perdagangan orang turut dibahas dalam Sidang ASEAN Socio Cultural Community (ASCC) ke-29 di Nusa Dua, Bali, Senin (8/5/2023). Negara-negara anggota ASEAN perlu memperkuat kerja sama untuk menghadapi kejahatan transnasional itu. Negara-negara anggota ASEAN didorong melawan kejahatan lintas negara ini secara kolektif sehingga dampaknya lebih efektif dan kasusnya tidak terus berulang.
Baca juga: ASEAN Melawan Perdagangan Orang secara Kolektif
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn mengatakan, dalam sidang ASCC, delegasi negara anggota berdiskusi tentang perdagangan orang dalam berbagai bentuk, termasuk lewat teknologi. ”Penting bagi ASEAN menangkal isu ini secara kolektif ketimbang individu. Bekerja bersama menanganinya sebagai isu kawasan,” ujarnya seusai sidang yang digelar tertutup bagi awak media tersebut.
Sidang ASCC dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Sidang membahas sejumlah isu prioritas, seperti pelindungan pekerja migran, pendidikan dan pelatihan teknis untuk generasi muda ASEAN, pembangunan perdesaan, penanggulangan kemiskinan, serta mempromosikan pembangunan yang inklusif bagi disabilitas.
Para delegasi menyepakati empat komitmen deklarasi yang selanjutnya akan dibawa ke KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, NTT, pada 10-11 Mei 2023.
Menurut Kim Hourn, ASEAN mempunyai tugas mengungkap pelaku kejahatan perdagangan orang di kawasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan investigasi dan berbagai cara untuk menemukan pelakunya.
”Ini concern dan kepentingan ASEAN. Harapannya agar kepemimpinan Indonesia tahun ini bekerja secara erat dengan negara-negara anggota ASEAN untuk melawan segala bentuk perdagangan orang,” ujarnya.
Kim Hourn menuturkan, Sidang ASCC membahas berbagai isu terkini di kawasan Asia Tenggara. Salah satu dokumen deklarasi yang disepakati menyangkut pelindungan pekerja migran. ”Saya yakin dokumen ini signifikan untuk memproteksi pekerja migran dan nelayan lintas batas di ASEAN,” katanya.