Isu pekerja migran dan kasus perdagangan orang turut dibahas dalam Sidang ASCC. Negara-negara ASEAN perlu memperkuat kerja sama untuk menghadapi kejahatan transnasional itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kasus perdagangan orang yang menimpa pekerja migran di kawasan Asia Tenggara semakin marak terjadi. Negara-negara ASEAN didorong melawan kejahatan lintas negara ini secara kolektif sehingga dampaknya lebih efektif dan kasusnya tidak terus berulang.
Isu pekerja migran dan kasus perdagangan orang turut dibahas dalam Sidang ASEAN Socio Cultural Community (ASCC) ke-29 di Nusa Dua, Bali, Senin (8/5/2023). Negara-negara ASEAN perlu memperkuat kerja sama untuk menghadapi kejahatan transnasional itu.
Sejumlah 20 pekerja migran asal Indonesia yang dievakuasi dari Myanmar merupakan contoh nyata praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Asia Tenggara. Mereka merupakan korban yang dipekerjakan untuk scam online atau penipuan daring.
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn mengatakan, dalam sidang ASCC, delegasi negara anggota berdiskusi tentang perdagangan orang dalam berbagai bentuk, termasuk lewat teknologi. ”Penting bagi ASEAN menangkal isu ini secara kolektif ketimbang individu. Bekerja bersama menanganinya sebagai isu kawasan,” ujarnya seusai sidang yang digelar tertutup bagi awak media tersebut.
Menurut Kim Hourn, ASEAN mempunyai tugas mengungkap pelaku kejahatan perdagangan orang di kawasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan investigasi dan berbagai cara untuk menemukan pelakunya.
“”ni concern dan kepentingan ASEAN. Harapannya agar kepemimpinan Indonesia tahun ini bekerja secara erat dengan negara-negara anggota ASEAN untuk melawan segala bentuk perdagangan orang,” ujarnya.
Kim Hourn menuturkan, Sidang ASCC membahas berbagai isu terkini di kawasan Asia Tenggara. Salah satu dokumen deklarasi yang disepakati menyangkut pelindungan pekerja migran.
”Saya yakin dokumen ini signifikan untuk memproteksi pekerja migran dan nelayan lintas batas di ASEAN,” katanya.
Sidang ASCC dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Sidang membahas sejumlah isu prioritas, seperti pelindungan pekerja migran, pendidikan dan pelatihan teknis untuk generasi muda ASEAN, pembangunan perdesaan, penanggulangan kemiskinan, serta mempromosikan pembangunan yang inklusif bagi disabilitas.
Para delegasi menyepakati empat komitmen deklarasi yang selanjutnya akan dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada 10-11 Mei.
”Empat dokumen deklarasi sudah disepakati di tingkat menteri,” katanya. Keempat dokumen itu meliputi ASEAN Leaders Declaration on One Health Initiative, ASEAN Declaration on the Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations, ASEAN Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers, dan ASEAN Leaders’ Statement on the Establishment of the ASEAN Village Network.
Sidang ASCC membahas berbagai isu terkini di kawasan Asia Tenggara. Salah satu dokumen deklarasi yang disepakati menyangkut pelindungan pekerja migran.
Menurut Muhadjir, pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 menunjukkan pentingnya membangun platform bersama untuk mendukung sistem kesehatan. Jadi, saat terjadi pandemi atau krisis kesehatan lagi, negara-negara ASEAN tidak keteteran menghadapinya.
”Yang kedua adalah pekerja migran dan keluarganya. Kita tahu banyak sekali pekerja migran kita di negara tetangga. Hal ini nanti akan ditangani secara lebih terorganisir dan dalam skala regional. Termasuk yang selanjutnya menyangkut nelayan lintas batas,” ujarnya.
Muhadjir juga menekankan pentingnya pembangunan perdesaan. Pembangunan sektor ini akan fokus pada ekonomi, budaya, wisata, dan konsep desa pintar.
ASCC tahun ini mengambil tema ”ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Menurut Muhadjir, penting untuk menerjemahkan tema itu dan merefleksikan relevansi ASEAN bagi rakyat.
”Ini hanya dapat dicapai dengan memastikan inklusivitas ASEAN benar-benar melibatkan, menghubungkan, dan mempertahankan kehadiran di tingkat akar rumput,” ujarnya.
Sidang ASCC dihadiri sejumlah pejabat pilar sosial budaya negara-negara ASEAN. Beberapa di antaranya adalah Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Malaysia Dato’ Sri Tiong King Sing; Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Brunei Darussalam Haji Nazmi bin Haji Mohammad; Menteri Informasi, Budaya, dan Pariwisata Laos Suanesavanh Vignaket; Menteri Pembangunan Sosial dan Keluarga Singapura Masagoz Zulkifli; Menteri Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia Thailand Anukul Peedkaew; serta Menteri Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kamboja Nath Bunroeun.
Hadir pula sejumlah pejabat delegasi dari negara-negara anggota ASEAN lainnya, yaitu Filipina dan Timor Leste. Masagoz Zulkifli mengatakan, selain memperkuat kerja sama, penting bagi negara-negara ASEAN untuk menghormati kedaulatan masing-masing.
”Perlunya konsensus agar kita bisa bergerak ke depan. Tidak ada yang terlalu dominan dan memaksa. Ini yang membuat ASEAN unik dan berbeda dengan blok-blok lain,” ucapnya.