Penanggulangan Kemiskinan secara Adaptif dan Berkelanjutan Dirumuskan
Upaya penanggulangan kemiskinan di ASEAN menghadapi berbagai tantangan, seperti resesi global, perubahan iklim, dan faktor geopolitik. Dibutuhkan langkah penanganan kemiskinan secara adaptif dan berkelanjutan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Komitmen kuat negara-negara ASEAN sangat diperlukan untuk memberantas kemiskinan dan menyejahterakan penduduknya. ASEAN Socio Cultural Community atau ASCC sebagai rangkaian kegiatan sebelum digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN diharapkan mampu melahirkan gagasan dalam mengatasi kemiskinan secara adaptif dan berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, kompleksitas tantangan yang dihadapi Indonesia selama pandemi Covid-19 juga dialami sejumlah negara di Asia Tenggara. Menurut dia, ASEAN telah mengonsolidasikan strategi pemulihan sosial-ekonomi melalui kerangka kerja komprehensif serta rencana implementasi yang menjabarkan inisiatif dan program khusus.
”Saya harapkan forum ini dapat menghasilkan gagasan dan rumusan langkah strategis guna penanganan kemiskinan yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan,” ujarnya dalam ”ASCC Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN” di Nusa Dua, Bali, pada Minggu (7/5/2023).
Muhadjir menyebutkan, ASEAN berupaya mengatasi dampak pandemi dengan memperkuat arsitektur kesehatan regional, mendorong kegiatan ekonomi, serta memperbaiki skema perlindungan sosial. Berbagai upaya tersebut berfokus pada pertumbuhan inklusif dan menjamin keamanan manusia untuk mencapai pemulihan pascapandemi Covid-19.
”Saat ini, tingkat kemiskinan di negara anggota ASEAN juga telah menunjukkan perbaikan,” ucapnya.
Akan tetapi, upaya penanggulangan kemiskinan di ASEAN menghadapi berbagai tantangan, seperti resesi global, perubahan iklim, dan faktor geopolitik. Oleh karena itu, ASEAN perlu membangun agenda pembangunan yang tangguh, berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap potensi krisis ataupun bencana.
”Forum ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan no poverty (tanpa kemiskinan) dengan langkah kolaboratif, sinergi, dan terpadu antara pemerintah, sivitas akademik, lembaga penelitian, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat di kawasan Asia Tenggara yang sejahtera,” katanya.
Integrasi dan penyempurnaan kebijakan berkelanjutan menjadi salah satu solusi menghadapi tantangan kemiskinan. Selain itu, meningkatkan implementasi pembangunan sosial ekonomi antardaerah.
Muhadjir menjelaskan, kemiskinan ekstrem merupakan persoalan multidimensi sehingga harus diselesaikan secara sinergi. Upaya konvergensi dilakukan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem dengan melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya.
”Upaya penghapusan kemiskinan ekstrem mulai menunjukkan hasil. BPS merilis bahwa angka kemiskinan ekstrem pada September 2022 sebesar 1,74 persen, turun 0,3 persen poin dari 2,04 persen di Maret 2022,” ucapnya.
Muhadjir menambahkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah Indonesia menetapkan penghapusan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama, khususnya penghapusan kemiskinan ekstrem. Untuk mencapai target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang menjadi dasar kerja sama para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
”Presiden (Joko Widodo) memberikan arahan bahwa dalam situasi apa pun komitmen untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem harus terus dilakukan. Presiden meminta tingkat kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024, enam tahun lebih cepat dari target agenda Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pada 2030,” katanya.
Ketimpangan
Kepala Divisi Penghapusan Kemiskinan dan Gender ASCC Miguel Musngi menuturkan, ASEAN telah membuat kemajuan dalam mengatasi kemiskinan. Tingkat keparahan kemiskinan berkurang dan angka kemiskinan di perkotaan menurun.
”Akan tetapi, ketimpangan antara desa dan kota terus berlanjut sehingga menjadi tantangan ASEAN dalam mencapai SDGs pada 2030,” katanya.
Deputi Direktur Divisi Integrasi Global di Departemen Kerja Sama Internasional, Kementerian Pertanian dan Pembangunan Perdesaan Vietnam, Dinh Thi Thanh Huyen menyampaikan, integrasi dan penyempurnaan kebijakan berkelanjutan menjadi salah satu solusi menghadapi tantangan kemiskinan. Selain itu, meningkatkan implementasi pembangunan sosial ekonomi antardaerah.
”Terus berinovasi serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan negara dalam menanggulangi kemiskinan,” katanya.