Ekonomi Barat Menuju ”Hard Landing”, Konsekuensi Kebijakan Buruk
”Saya tak melihat potensi penurunan, meski tentu ada risiko untuk itu,” lanjut Janet Yellen, Menkeu AS. ”Saya tak akan bersikap negatif berlebihan soal perekonomian global. Saya kira kita harus lebih bersikap positif.”
Potensi penurunan ekonomi Barat semakin kuat dan arahnya menuju hard landing yang berlangsung lebih cepat. Pemburukan kondisi sektor keuangan terbaru di Amerika Serikat dan Eropa turut membuat ekonomi semakin condong menuju hard landing. Demikian dikatakan ekonom Dana Moneter Internasional, Pierre-Olivier Gourinchas, di Washington DC, Selasa (11/4/2023).
Hal itu juga tertuang dalam laporan Dana Moneter Internasional (IMF), 11 April 2023, berjudul ”World Economic Outlook: A Rocky Recovery”. Meski laporan IMF bertema global, krisis keuangan di AS menjadi bagian dari tema penting. Courinchas menekankan efek krisis keuangan AS terhadap potensi hard landing tersebut.
Istilahhard landing merujuk pada penurunan ekonomi, tetapi dengan menggunakan terminologi pendaratan pesawat yang keras, bukan mulus. Bukan dalam konteks pesawat hancur total, tetapi menjadi sumber stres, demikian juga potensi kerusakan dan cedera ekonomi.
Efek kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) yang sudah ditolong tetap tidak mencegah kekhawatiran. Setelah SVB merebak, muncul isu pengetatan aliran kredit dan lanjutan pelarian dari deposito ke surat berharga yang dianggap aman. ”Ketidakstabilan keuangan tahun 2022 di Inggris, turbulensi keuangan di AS akhir-akhir ini mengilustrasikan kerawanan signifikan dalam perbankan dan lembaga keuangan nonbank,” demikian laporan IMF.
Baca juga : Kerugian Potensial Perbankan Amerika 1,7 Triliun Dollar AS, Situasi Sangat Rawan
IMF juga mengingatkan, bank-bank gelap di dunia juga marak dan memiliki 50 persen pangsa pasar keuangan. Bank-bank gelap yang tidak diawasi ini turut menambah kerawanan bagi perekonomian.
Yelen tolak pesimisme
Laporan IMF melanjutkan, kegagalan bank regional di AS pertengahan Maret 2023 dan ambruknya Credit Suisse telah menggoyang sektor keuangan. Para deposan dan investor mengevaluasi kembali keamanan aset serta menjauh dari lembaga-lembaga keuangan dan jenis investasi yang dianggap rawan. ”Gejolak perbankan akan membantu memperlambat aktivitas ekonomi agregat karena bank membatasi pinjaman,” demikian laporan IMF.
Baca juga : Perubahan Kultur Korporasi Turut Menenggelamkan Credit Suisse (Bagian 1)
Oleh sebab itu, ekonomi AS akan tumbuh 1,3 persen pada 2023, turun dari 2,1 persen pada 2022. Jerman terkontraksi –0,1 persen pada 2023, juga turun dari pertumbuhan 1,8 persen pada 2022. Ekonomi Perancis menurun menjadi 0,7 persen dari 2,6 pada 2022. Ekonomi Inggris terkontraksi -0,3 persen dari pertumbuhan 4 persen pada 2022.
Arus perdagangan dan investasi Asia dengan Barat sudah pasti terganggu. Akan tetapi, negara berkembang Asia akan tumbuh 5,3 persen pada 2023, naik dari 4,4 persen pada 2022. Ekonomi China tumbuh 5,2 persen, juga naik dari 3 persen pada 2022. Ekonomi India tumbuh 5,9 persen pada 2023. Tentang Asia, China memberi efek positif dengan pembukaan mobilitas pada awal 2023. Perdagangan dan jasa turisme Asia dengan China akan menolong pertumbuhan Asia lainnya.
Masalah hard landing mendera Barat, khususnya AS, termasuk Jerman dan Inggris. Namun, Menkeu AS Janet Yellen, Selasa (11/4/2023), di Washington DC, menyatakan penolakan pada pandangan itu. ”Di AS sistem perbankan tetap kuat, memiliki modal kuat dan likuiditas bagus…. Sistem keuangan global masih berdaya tahan karena reformasi signifikan setelah krisis 2008,” katanya, seperti dikutip The New York Times.
Ia tidak melihat bukti kontraksi kredit. ”Saya tidak melihat potensi penurunan, meski tentu ada risiko untuk itu,” lanjut Yellen. ”Saya tidak akan bersikap negatif berlebihan tentang perekonomian global. Saya kira kita harus lebih bersikap positif,” katanya.
Baca juga : Credit Suisse, dari Bank Bereputasi hingga Penggelapan Pajak dan Membantu Marcos (Bagian 2)
Akan tetapi, pesimisme kini terus mencuat di AS. Mantan Menkeu Lawrence Summers, 6 April 2023, mengatakan bahwa penyelamatan perbankan AS tidak serta-merta meredakan situasi. Ia juga melihat potensi resesi dengan penurunan di sektor perumahan.
Peramal akurat bersuara
Nada-nada pesimisme juga semakin bermunculan dari pakar ternama lain dan lembaga-lembaga besar AS lainnya. Nouriel Roubini, yang sejak 2021 meramalkan kenaikan inflasi dan potensi stagflasi, terus berpendapat serupa, khususnya tentang perekonomian AS.
Baca juga : Hanya Dua Pilihan, Resesi Besar atau Inflasi Spiral
Paul Singer, juga salah satu peramal krisis 2008 secara akurat, kembali bersuara lewat wawancaranya dengan The Wall Street Journal, 7 April 2023. Ia pernah mengingatkan soal surat utang bodong (subprime mortgages) sebelum 2008. Ini sebutan bagi surat utang yang dipoles bagus, tetapi ternyata terbitan perusahaan buruk dan kemudian mirip kertas biasa. Ia juga pernah memperingatkan pentingnya pengawasan perbankan lewat Dodd-Frank Act pada 2010 dan ancaman inflasi sejak 2020.
Untuk keadaan sekarang, pendiri Elliott Management (perusahaan hedge fund) itu mengingatkan potensi kepanikan di depan. Selama 15 tahun sejak krisis 2008, dia berulang kali memperingatkan bahwa kebijakan moneter ekspansif bank sentral AS, The Fed, akan mengundang bencana. ”Saya pikir sekarang ini adalah periode yang sangat berbahaya dan membingungkan,” katanya.
Baca juga : Fed Pasok Dana ke Perbankan AS, Program Penurunan Inflasi Tertunda Sementara
”Valuasi pasar masih sangat tinggi,” kata Singer. ”Ada peluang resesi yang signifikan. Kami melihat kemungkinan tingkat keuntungan rendah dari investasi dalam aset keuangan dalam jangka panjang,” katanya. Ia juga melihat tingkat pengembalian rendah dari investasi real estat, penurunan keuntungan perusahaan, dan inflasi babak berikutnya.
Dollar dan uang kripto
Singer juga pesimistis tentang kekuatan kurs dollar AS dan mata uang kuat dunia lainnya di depan. Singer sudah bertahun-tahun khawatir karena Fed dan bank sentral negara maju lainnya terus saja menjalankan kebijakan penanganan masalah ekonomi dengan mencetak uang yang lebih banyak.
Tindakan ini turut memicu munculnya mata uang kripto, yang digambarkan oleh Singer sebagai ekspresi penghinaan terhadap uang fiat bank sentral. Namun, ia juga mengatakan, mata uang kripto sama sekali tidak memiliki nilai. ”Ini bukan pengganti emas…. Ada ribuan cryptocurrency. Itu sebabnya, semua itu bernilai nol.”
Baca juga : Uang, Hedonisme, dan Krisis Keuangan
The Fed telah mencoba menaikkan suku bunga sejak Maret 2022 untuk mengurangi inflasi dengan penurunan suku bunga. Hal itu, seperti diduga, turut menyebabkan beban bagi perbankan dan korporasi yang terbebani utang. Situasi itu menimbulkan kesulitan lanjutan, seperti bangkrutnya SVB.
Namun, kebangkrutan itu bukan hanya karena kenaikan suku bunga. Dalam sebuah wawancara pada 2011, Singer memperingatkan kebijaksanaan tentang pengawasan perbankan lewat Dodd-Frank Act, yang justru dilonggarkan pada 2018. Hasilnya adalah penghancuran disiplin pasar dan mendorong para bankir berperilaku sembrono.
Kebangkrutan juga terjadi akibat kesembronoan bankir dan pelaku pasar. Jika penuntasan pada para bankir tidak dilakukan, penalangan deposito oleh Fed juga tidak akan menyelesaikan masalah. ”Segalanya akan menjadi buruk,” ujar Singer.
”Apakah penalangan merupakan cara untuk menegakkan sistem keuangan yang sehat…. Apakah Anda akan bisa mengatasi eksekutif bank yang ceroboh? Saya tahu orang-orang ini dipecat, tetapi semua konsep manajemen risiko menuju pada kemungkinan kerugian,” kata Singer. Dia khawatir masalah pasar saat ini hanyalah permulaan. ”Kami pikir krisis berikutnya muncul akibat valuasi berlebihan, penggelembungan nilai sekuritas,” katanya.
Baca juga : Persekongkolan Bankir Nakal-Politisi AS di Balik Kebangkrutan Bank Silicon Valley
Bagaimana memetakan jalan kembali menuju sistem keuangan yang sehat dan kemakmuran jangka panjang? Skenario optimistis, kata Singer, ini memerlukan reformasi pro-pertumbuhan secara menyeluruh, mengurangi pengeluaran federal, dan menjual kepemilikan aset di neraca bank sentral.
Penyehatan ekonomi di depan, termasuk lewat pengukuran yang lebih akurat tentang kesehatan sistem keuangan dan pengendalian inflasi. Ini harus diikuti dengan perekrutan pejabat moneter yang sehat sehingga pencetakan uang dibatasi dan suku bunga kembali normal.
”Kedengarannya bagus, tetapi ada yang menduga pemerintahan Presiden Joe Biden dan Fed melihat sumber daya belum habis,” demikian tulis The Wall Street Journal. Dengan kata lain, belum terlihat arah menuju penyehatan kebijakan moneter dan aspek terkait. Arah yang terlihat, Fed masih akan terus memasok pasar dengan uang murah dan membuat inflasi jauh dari target 2 persen. (AP/AFP/REUTERS)