Kerugian Potensial Perbankan Amerika 1,7 Triliun Dollar AS, Situasi Sangat Rawan
“Kenaikan suku bunga telah memerosotkan nilai aset perbankan AS sebanyak 10 persen dan kerugian sebesar ini terjadi hanya untuk sepanjang 2022,” demikian kesimpulan para peneliti.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
AFP/GETTY IMAGES/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/JUSTIN SULLIVAN
Sebuah truck lapis baja pengangkut uang yang dikelola Brinks diparkir di depan kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California pada 10 Maret 2023.
Kebangkrutan Silicon Valley Bank semakin membuka posisi buruk keuangan perbankan AS secara umum. Kenaikan suku bunga telah membuat aset perbankan AS yang ditempatkan dalam bentuk obligasi mengalami kemerosotan nilai. Demikian dituliskankan di situs media Fortune, Jumat (24/03/2023).
Akar kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) adalah kemerosotan nilai obligasi yang dimiliki bank tersebut. Sebagian besar dana-dana dari nasabah SVB, ditempatkan ke dalam obligasi. Pada awal 2023 ini SVB mengalami penarikan dana nasabah. Hal itu terpaksa membuat SVB melelang obligasi yang sudah merosot nilainya akibat kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS sejak Maret 2022.
Nilai obligasi berbanding terbaik dengan pergerakan suku bunga. Nilai obligasi naik jika suku bunga turun dan sebaliknya. Sejak Maret 2022, suku bunga inti di AS telah naik dari 0,25 persen menjadi 4,75 – 5 persen sekarang ini.
Mengutip hasil riset yang dilakukan para peneliti New York University yang dipublikasikan 13 Maret, kerugian akibat kemerosotan nilai obligasi tidak hanya dialami SVB semata. Riset itu menyebutkan, hingga akhir Desember 2022, kerugian dalam sistem perbankan AS yang disebut unrealized lost, telah mencapai Rp 1,7 triliun dollar AS.
Disebut unrealized lost, karena kehilangan nilai langsung terjadi jika obligasi dilelang sekarang dalam hal terjadinya penarikan dana nasabah. Sejauh ini belum terlalu kelihatan apakah sistem perbankan AS mengalami penyerbuan dana nasabah secara menyeluruh. Namun jika itu terjadi dan perbankan AS terpaksa menjual aset obligasi yang dimiliki, kerugian yang tercatat sekitar 1,7 triliun dollar AS.
Kerugian unrealized itu tidak tergambar dalam laporan keuangan perbankan. Stephan Weiler, Professor ekonomi dari Colorado State University dan Direktur di Regional Economic Development Institute, menjelaskan kerugian hanya terjadi jika perbankan terpaksa menjual obligasi sekarang ini.
“Kerugian unrealized itu hampir mendekati total nilai modal perbankan AS, yang kini sekitar 2,1 triliun dollar AS,” demikian kesimpulan dari hasil riset yang dilakukan Professors Philip Schnabel dan Alexi Savov serta Itamar Drechsler dari University of Pennsylvania. Kerugian terjadi karena mayoritas asset perbankan AS ditempatkan di dalam bentuk obligasi dan sejenisnya, yang terpengaruh pergerakan suku bunga.
AFP/JUSTIN SULLIVAN
Seorang staf Silicon Valley Bank (SVB) tengah berbicara dengan sejumlah nasabah di depan kantor SVB di Santa Clara, California pada 10 Maret 2023.
Dalam makalah lain, juga disebutkan hal serupa. Ini tertuang dalam makalah yang dituliskan oleh Erica Xuewei Jiang dari University of Southern California, Gregor Matvos dari Northwestern University - Kellogg School of Management, Tomasz Piskorski dari Columbia University - Columbia Business School, Finance, serta Amit Seru dari Stanford University, 13 Maret. “Kenaikan suku bunga telah memerosotkan nilai aset perbankan AS sebanyak 10 persen dan kerugian sebesar ini terjadi hanya untuk sepanjang 2022,” demikian para peneliti tersebut menyimpulkan.
Deposito tidak dijamin
Sebagai tambahan, dari total 17 triliun dollar AS deposito dalam perbanankan AS, hanya 7 triliun dollar AS yang masuk dalam jaminan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Ini menunjukkan, ada 10 triliun dollar AS total deposito para nasabah, dengan jumlah simpanan masing-masing di atas 250.000 dollar AS. FDIC hanya menjamin deposito di bawah 250.000 dollar AS.
Jika setengah dari deposito yang tidak dijamin itu ditarik para nasabah, dan perbankan jatuh bangkrut, maka ada banyak deposito yang “hangus” dengan sendirinya. Atau deposito akan kembali jika masih ada aset perbankan yang tersisa untuk dijual. “Jika ada penarikan dana oleh nasabah, maka akan ada kerawanan yang signifikan dalam sistem perbankan AS,” demikian kesimpulan Erica Xuewei Jiang Bersama para rekannya.
Namun penarikan itu telah menimpa SVB dan menyebabkan kebangkrutannya. “Sepanjang nasabah tidak menarik dana pada saat bersamaan, situasi akan aman,” kata Weiler.
Masalahnya, menurut para analis dari JPMorgan yang dipimpin Nikolaos Panigirtzoglou, dalam pekan ini saja telah terjadi penarikan dana satu triliun dollar AS. Ini sudah berlangsung sejak kebangkrutan SVB pada 8 Maret. “Jadi potensi kerugian itu akan teralisasikan jika ada penarikan lanjutan dana oleh para nasabah. Ini akan membuat keuangan bank tidak kuat,” demikian Weiler.
Dengan demikian, ketika Menkeu AS Janet Yellen mengatakan sistem perbankan AS kuat karena bermodal kuat, hal itu masih menjadi pertanyaan besar. Situasi hanya aman jika para nasabah tidak menarik deposito beramai-ramai (REUTERS/AP/AFP)