Beragam Wajah Karakter Putin di Mata Beberapa Pemimpin Dunia
”Apakah Anda ingin membunuh Zelenskyy?” kata Bennett kpada Putin. ”Saya tak akan membunuh Zelenskyy,” jawab Putin. ”Jangan mau dikibuli. Yang dia janjikan untuk tak dilakukan, justru itu bagian rencananya,” kata Kuleba.
Tidak banyak pemimpin dunia, di tengah meletusnya perang Ukraina-Rusia, bertemu atau berbicara langsung—melalui sambungan telepon—dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Isolasi yang coba diberlakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada Moskwa membuat banyak pemimpin dunia enggan berinteraksi langsung dengan Putin.
Mereka tak ingin dicap atau dipersepsikan, terutama oleh Barat, sebagai teman Rusia. Di antara sedikit pemimpin dunia itu, beberapa dari mereka bertemu atau berbicara langsung dengan Putin, seperti Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan—tak ketinggalan— dari Asia Presiden RI Joko Widodo menjadi pemimpin pertama yang bertemu Putin setelah perang Ukraina meletus.
Beberapa kisah diceritakan oleh para pemimpin tersebut. Bennett, misalnya, bercerita tentang isi percakapannya dengan Putin saat ia berkunjung ke Moskwa, Maret 2022. Dalam wawancara selama lima jam dan petikannya dimuat secara daring, Sabtu (4/2/2023) malam, Bennett bertanya blak-blakan kepada Putin: ”Apakah Anda bermaksud membunuh (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy?”
”Saya tidak akan membunuh Zelenskyy,” jawab Putin kepada Bennett, seperti yang diceritakan Bennett dalam wawancara itu.
”Saya harus paham, Anda berjanji kepada saya bahwa Anda tidak akan membunuh Zelenskyy,” pinta Bennett kepada Putin.
”Saya tidak akan membunuh Zelenskyy,” jawab Putin lagi.
Baca juga: Membaca Pikiran Putin
Setelah percakapan dengan Putin tersebut, kata Bennett, dirinya menelepon Zelenskyy untuk memberi tahukan janji Putin itu. ”Dengarlah, saya baru selesai pertemuan, dia (Putin) tidak akan membunuh Anda,” kata Bennett kepada Zelenskyy.
”Anda yakin soal itu?” kata Zelenskyy kepada Bennett.
”Seratus persen dia tidak akan membunuh Anda,” ujar Bennett lagi.
Cerita yang dikisahkan kembali oleh Bennett, setelah menepi dari panggung politik Israel dan kini menjadi warga biasa, itu menggambarkan salah satu diplomasi di belakang layar untuk mengupayakan agar perang Ukraina-Rusia sejak 24 Februari 2022 segera berakhir. Tak satu pun upaya diplomasi tersebut berhasil. Hingga hari ini, perang yang diawali dengan invasi Rusia ke Ukraina tetap berkobar dengan sengit.
Bennett sendiri bukanlah sosok pemimpin yang sudah teruji di kancah internasional. Hanya enam bulan lebih ia memimpin Israel. Kebetulan perang Ukraina-Rusia pecah saat ia menjadi PM Israel. Perang tersebut membuat Israel dalam posisi tidak nyaman.
Baca juga: Manuver Permainan Licin Israel di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Israel di satu sisi berkepentingan untuk tetap menjaga hubungan baik dan strategis dengan Moskwa. Rusia penting bagi Israel dalam upaya menangkal ancaman dari Iran. Rusia dekat dengan Iran. Namun, di sisi lain, Israel tak ingin kehilangan dukungan Barat yang berada di belakang Ukraina dalam menghadapi Rusia.
Saya harus paham, Anda berjanji kepada saya bahwa Anda tidak akan membunuh Zelenskyy. (Naftali Bennett)
Itu sebabnya, Bennett ingin memperlihatkan kesan bahwa Israel juga tak ingin ketinggalan kereta dalam mendukung Ukraina atau setidaknya dianggap berupaya meredakan perang. Pada Maret 2022 itu, ia terbang ke Moskwa untuk bertemu Putin pada hari Sabat atau hari ketujuh bagi umat Yahudi, yang biasanya dikhususkan untuk beribadah.
Bennett dikenal sebagai penganut Yahudi yang taat. Ia ingin dilihat bersedia mengorbankan komitmen keagamaannya demi mengupayakan berakhirnya perang Ukraina-Rusia.
Belum ada respons langsung dari Kremlin mengenai cerita soal Putin yang disampaikan Bennett. Moskwa sebelumnya pernah menepis klaim Ukraina yang menyebut Rusia berupaya membunuh Zelenskyy.
Tanggapan langsung diberikan oleh Kyiv. Melalui akun Twitternya, Minggu (5/2/2023), Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengingatkan bahwa Putin tidak bisa dipercaya.
”Jangan mau dikibuli: Dia jagoan dalam berdusta. Setiap kali ia berjanji untuk tidak melakukan sesuatu, justru hal itulah persis bagian dari rencananya,” ujar Kuleba soal Putin.
Rudal untuk Johnson
Berbeda dari gambaran yang dikisahkan Bennett, mantan PM Inggris Boris Johnson mempunyai cerita tersendiri tentang sosok Putin. Dalam wawancara dengan BBC, ia mengungkapkan bahwa, dalam pembicaraan melalui telepon, Putin pernah mengancamnya dengan serangan rudal.
”Cukup hanya satu menit saja (untuk menyerang dengan rudal),” kata Johnson menirukan ucapan Putin.
Percakapan via telepon di antara mereka dilakukan sebelum perang Ukraina-Rusia meletus. Johnson menuturkan, ucapan berisi ancaman serangan rudal itu dilontarkan Putin setelah dirinya memperingatkan bahwa perang akan menimbulkan malapetaka serius.
Baca juga: Jelang Musim Dingin, Para Pemimpin Eropa Berguguran
Dikatakan pula oleh Johnson kepada Putin, jika Rusia menginvasi Ukraina, hal itu akan berakibat jatuhnya sanksi Barat pada Rusia dan bakal semakin banyak tentara NATO di perbatasan Rusia. Dalam upaya mencegah serangan Rusia, kata Johnson, dirinya memastikan bahwa Ukraina tidak akan bergabung NATO ”dalam waktu dekat di masa mendatang”.
Boris, saya tidak akan melukai Anda, tetapi dengan satu rudal hanya butuh satu menit (untuk menyerang).
”Dia pada satu momen mengancam saya. Dia berkata, ’Boris, saya tidak akan melukai Anda, tetapi dengan satu rudal hanya butuh satu menit (untuk menyerang) atau lebih kurang seperti itu,” ujar Johnson menceritakan percakapannya dengan Putin.
”Tetapi, saya pikir, dari nada bicaranya yang rileks, tanpa ada tekanan emosi, dia hanya berupaya mendesak agar saya mengajak dia bernegosiasi,” kata Johnson.
Dalam pembicaraan melalui telepon itu, Johnson menyebut Putin ”sangat familiar”. Terkait cerita tersebut, tidak ada rekaman atau catatan pembicaraan yang dirilis oleh kantor Downing Street 10 untuk media. Namun, setiap pembicaraan resmi dengan telepon, biasanya selalu ada notulensinya dan disimpan sebagai arsip.
Menanggapi klaim Johnson, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut cerita mantan PM Inggris itu sebagai kebohongan. ”Entah itu kebohongan yang disengaja, Anda perlu bertanya kepada Bapak Johnson mengapa ia berbohong, atau kebohongan tanpa sengaja, dia tidak paham apa yang disampaikan Presiden Putin kepadanya,” kata Peskov.
”Tak ada acaman untuk menggunakan rudal,” tegas Peskov kepada BBC.
Baca juga: Putin Minta Jaminan NATO Tak Merangsek ke Eropa Timur
Peskov menjelaskan, Putin hanya menyampaikan, ”Jika Ukraina bergabung NATO, potensi pengerahan (pasukan) NATO atau rudal-rudal AS di dekat perbatasan Rusia berarti satu rudal akan bisa mencapai Moskwa dalam beberapa menit saja.”
Jerman tak diancam
Pemimpin Eropa lain yang berbicara langsung dengan Putin adalah Kanselir Jerman Olaf Scholz. Sebagian isi pembicaraan itu diceritakan Scholz dalam wawancara dengan media Jerman, Bild am Sonntag, Minggu (5/2/2023). ”Dia tidak melontarkan ancaman apa pun kepada saya dan Jerman,” ujar Scholz.
Scholz menuturkan, dalam pembicaraan dengan Putin, dirinya menegaskan perbedaan pandangan dengan Rusia dalam melihat perang di Ukraina. ”Saya sampaikan secara jelas kepada Putin bahwa Rusia memikul tanggung jawab tunggal atas meletusnya perang ini,” ujarnya.
”Rusia menginvasi negara tetangganya tanpa alasan dalam upaya merebut sebagian wilayah Ukraina atau agar keseluruhan negara (Ukraina) berada di bawah kontrolnya,” kata Scholz.
Baca juga: Jerman Naikkan Level Darurat Energi, Tuding Putin Lancarkan ”Serangan Ekonomi”
Karena Jerman memandang tindakan Rusia melanggar kerangka perdamaian di Eropa, Berlin memutuskan untuk memasok bantuan kemanusiaan, keuangan, dan militer ke Ukraina.
Kepada Ukraina, Scholz mengungkapkan, pihaknya menjalin kesepakatan dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy bahwa senjata-senjata pasokan Barat hanya boleh digunakan di wilayah Ukraina dan tidak untuk menyerang teritorial Rusia.
Disamakan dengan Hitler
Pemimpin dunia lain yang bertemu dan berbicara langsung dengan Putin adalah Presiden Perancis Emmanuel Macron. Ia bertemu dengan Putin di Kremlin pada Februari 2022, beberapa hari sebelum Rusia menginvasi Ukraina. Pada Maret dan Mei 2022, ia berbicara lewat telepon dengan Putin.
Setelah interaksi dan komunikasinya yang cukup intens dengan Putin, Macron memanen hujatan dari pemimpin Barat, khususnya pejabat Ukraina, gara-gara pernyataan yang dilontarkan Macron tentang Putin. Menurut Macron saat itu, untuk membuka celah solusi diplomatik dalam upaya menghentikan perang, Putin ”seharusnya jangan dipermalukan”.
Setelah interaksi dan komunikasinya yang cukup intens dengan Putin, Macron memanen hujatan dari pemimpin Barat, khususnya pejabat Ukraina, gara-gara pernyataan yang dilontarkan Macron tentang Putin.
Mendengar pernyataan itu, kontan pejabat Ukraina meradang. Seruan semacam itu, cuit Menlu Ukraina Dmytro Kuleba, ”membuat malu Perancis saja”. Komentar Presiden Polandia Andrzej Duda tak kalah panasnya. ”Apakah ada orang yang berbicara seperti itu dengan Adolf Hitler selama Perang Dunia II?” ujar Duda dalam sebuah wawancara.
”Apakah ada orang yang mengatakan bahwa wajah Adolf Hitler harus dijaga? Bahwa kita harus melakukan hal yang tidak mempermalukan Adolf Hitler? Saya belum pernah mendengar kata-kata seperti itu,” kata Duda.
Dari Asia, Presiden Joko Widodo tampil menjadi pemimpin pertama dari benua itu yang bertemu dengan Putin setelah perang di Ukraina meletus. Jokowi berkunjung ke Kremlin, 30 Juni 2022, sehari setelah menyambangi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksyy di Kyiv. Dalam pertemuan dengan Putin, Jokowi menyatakan kesiapan Indonesia menjadi jembatan komunikasi bagi Ukraina dan Rusia.
”Saya telah menyampaikan pesan Presiden Zelenskyy untuk Presiden Putin dan saya sampaikan kesiapan saya untuk menjadi jembatan komunikasi di antara kedua pemimpin tersebut,” kata Presiden Jokowi saat itu. (AP/REUTERS)