Manuver Permainan Licin Israel di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Untuk mengamankan kepentingannya dan menjaga hubungan dengan pihak-pihak yang berkonflik di Ukraina, Israel bermain licin dengan bersikap abu-abu. Israel tahu, AS tak puas dengan posisinya, tetapi itu harus dilakukan.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·5 menit baca
Israel, bisa dikata, berada dalam posisi paling dilematis dalam perang Rusia-Ukraina saat ini. Israel selama ini memiliki hubungan sangat kuat, baik dengan Rusia maupun Ukraina. Lebih dari itu, Israel juga dikenal sebagai anak emas Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah yang saat ini berada di belakang Ukraina melawan Rusia.
Inilah yang membuat posisi Israel serba sulit dalam perang Rusia-Ukraina. Perang sejak 24 Februari lalu, yang dimulai dengan serangan pasukan Rusia ke Ukraina, sangat merugikan posisi Israel. Ini yang mendorong Israel untuk terus berusaha menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina dalam upaya menghentikan perang tersebut secepat mungkin.
Institusi militer Israel dan Mossad (dinas intelijen luar negeri Israel) sejak meletusnya perang Rusia-Ukraina meminta Pemerintah Israel bersikap netral agar tidak merusak hubungan dengan Rusia. Militer dan Mossad khawatir, jika Israel memihak Ukraina dan AS, akan lahir koalisi Rusia-Iran. Maka, Israel pun selalu berkelit dari permintaan AS agar mengambil sikap lebih tegas dengan memihak pada Ukraina dan Barat.
Sebaliknya Israel juga menghadapi tekanan dari Moskwa yang menyampaikan kekecewaannya atas sikap Israel yang dianggap condong mendukung Ukraina dan Barat.
Kekecewaan Rusia itu disampaikan menyusul sikap Israel pada Jumat (25/2/2022) yang ikut mengecam invasi militer Rusia ke Ukraina. Perdana Menteri Israel Naftali Bennett juga menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk menyampaikan tawaran bantuan kemanusiaan dari Israel kepada Ukraina.
Rusia langsung membalas dengan mengecam pendudukan Israel atas wilayah Palestina dan Dataran Tinggi Golan. Wakil Kepala Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menegaskan, Rusia tidak mengakui pendudukan Israel atas Dataran Tinggi Golan.
Israel membaca pernyataan Polyanskiy sebagai sikap marah Rusia terhadap Israel. Israel pun sangat khawatir, kemarahan Rusia bisa mengubah kebijakan Rusia terhadap Israel di Suriah dan tempat-tempat lain di Timur Tengah. Ini yang membuat Bennett pada Minggu (27/2/2022) menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyampaikan tawaran Israel sebagai mediator Rusia-Ukraina dan keinginan Israel tetap terus menjalin koordinasi keamanan Israel-Rusia di Suriah.
Israel lalu menolak permintaan Ukraina agar memasok senjata ke negara itu. Israel juga menolak menjual sistem anti-serangan rudal canggih, Iron Dome (Kubah Baja), ke Ukraina karena khawatir bisa merusak hubungan dengan Rusia.
Kepentingan Israel atas Rusia sangat besar saat ini, khususnya terkait isu Suriah. Israel dan Rusia dalam beberapa tahun terakhir ini mencapai kesepahaman di Suriah. Kesepahaman tersebut adalah Rusia mengizinkan Israel bebas menggempur sasaran Iran dan loyalisnya, seperti Hezbollah, di Suriah. Ini yang membuat sejak tahun 2013 sudah ratusan kali pesawat tempur Israel bisa terbang bebas di atas langit Suriah untuk menggempur sasaran Iran dan loyalisnya.
Kesepahaman itu sangat penting dan strategis bagi Israel untuk mencegah Iran membangun kekuatan militer di Suriah yang mengancam langsung keamanan nasional Israel. Israel menolak keras kehadiran militer Iran di wilayah yang dekat dengan perbatasan wilayahnya. Israel melihat Iran sebagai musuh terbesarnya yang memiliki teknologi militer cukup canggih, terutama senjata rudal balistik dan pesawat tanpa awak (drone), di Timur Tengah.
Tanpa ada restu Rusia, Israel tidak mungkin bisa menerobos teritorial udara Suriah mengingat sejak tahun 2015 sebagian besar wilayah udara Suriah di bawah kontrol Rusia. Tahun 2015 adalah tahun Rusia memulai melakukan operasi militer langsung di Suriah untuk menyelamatkan rezim Presiden Bashar al-Assad di Damaskus. Aksi militer Rusia di Suriah untuk memenuhi permintaan Assad.
Karena itu, Israel terus berusaha menjaga hubungan baik dengan Rusia agar peluang bebas masuk wilayah udara Suriah tidak hilang.
Pesawat tempur Israel, Senin (7/3/2022), masih terus melancarkan serangan atas sasaran Iran di Suriah. Kantor berita Suriah, SANA, melaporkan, wilayah Suriah selatan mendapat serangan rudal dari Israel yang membawa korban dua tewas. Serangan baru Israel atas wilayah Suriah tersebut adalah berkat sikap netral Israel dalam perang Ukraina dan tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia.
Dalam waktu yang sama, Israel juga harus menjaga hubungan baik dengan Ukraina karena cukup banyak warga Yahudi di negara itu. Israel menginginkan Pemerintah Ukraina mengizinkan warga Yahudi di Ukraina bisa berimigrasi ke Israel.
Tercatat ada 200.000 warga Yahudi di Ukraina. Pemerintah Israel telah menyiapkan program untuk memboyong 200.000 warga Yahudi Ukraina ke Israel. Namun, menurut kantor berita Israel, KAN, hingga hari Senin (7/3/2022), baru 2.800 warga Yahudi Ukraina yang tiba di Israel.
Di sini Israel harus mampu bermain licin agar sikap abu-abunya menghadapi isu perang Ukraina ini tidak membuat marah AS dan Ukraina. Israel pun terus berusaha bersikap netral dengan terus melakukan komunikasi dengan Rusia dan Ukraina. Bennett pada Kamis pekan lalu kembali melakukan pembicaraan lewat telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Bennett meminta kepada Putin dan Zelenskyy untuk membuka perundingan langsung dalam upaya menghentikan perang di Ukraina. Pada Minggu (6/3/2022), Bennett mengunjungi Moskwa dan Berlin dalam upaya mediasi Rusia-Barat. Di Moskwa, Bennett berdiskusi selama tiga jam dengan Putin. Dari Moskwa, Bennett terbang ke Berlin untuk menemui Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Pemerintah Israel sampai saat ini tidak mengungkap hasil pertemuan Bennett dengan Putin dan Scholz. Media Israel sendiri meragukan kemampuan Bennett memengaruhi Putin. Namun, menurut harian Israel, Haaretz, kunjungan Bennett ke Moskwa dan Berlin lebih untuk menunjukkan bahwa posisi Israel adalah netral dan masih terus melakukan komunikasi dengan Rusia, Ukraina dan Barat.
Bennett kini meminta AS mengeluarkan pernyataan tertulis yang mendukung misi mediasi Israel dalam perang Rusia-Ukraina. Permintaan Bennett itu disampaikan menyusul pertemuan antara Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Israel Yair Lapid, Senin (7/3/2022). Dalam pertemuan itu, Blinken menyampaikan bahwa AS menyambut baik peran mediasi Israel untuk menjembatani Rusia dan Ukraina.
Dukungan tertulis AS tersebut dibutuhkan Bennett juga untuk merespons langkah kubu kanan Israel yang mengkritik sikap Pemerintah Israel yang cenderung netral serta kurang mendukung AS dan Ukraina. Bennett sangat khawatir kritik kubu kanan Israel itu bisa menggoyang pemerintahannya. Di Israel, Bennett berasal dari kubu kanan.
Itulah sikap licin Israel saat ini dengan berupaya memilih netral dan terus menjalin komunikasi dengan Rusia, Ukraina, dan Barat meskipun mendapat kritik dari kubu kanan di Israel dan tentu juga tidak memuaskan AS.