Taiwan Mulai Produksi Cip Tercanggih Ukuran 3 Nanometer
Perusahaan pembuat semikonduktor nomor satu di dunia, TSMC, mulai memproduksi salah satu jenis semikonduktor tercanggih.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/SAM YEH
Logo perusahaan pembuat semikonduktor, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), terlihat di Hsinchu, Taiwan, pada Jumat (29/1/2021). TSMC adalah pembuat semikonduktor terbesar di dunia.
TAINAN, KAMIS — Produsen cip terbesar di dunia, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company atau TSMC, mulai memproduksi secara massal cip seukuran 3 nanometer. Selain di Taiwan, TSMC juga membuka pabrik di Amerika Serikat untuk memastikan keberlanjutan rantai pasok global agar tidak terdampak kendala geopolitik. Akan tetapi, di Taiwan, masalah tersebut menimbulkan kekhawatiran.
Peluncuran produksi itu dilakukan oleh TSMC di pabrik mereka di kota Tainan pada Kamis (29/12/2022). Cip ukuran 3 nanometer merupakan salah satu yang tercanggih yang akan beredar di pasaran.
”Cip ukuran 3 nanometer ini mampu beroperasi secara cepat, tetapi rendah daya sehingga akan meningkatkan kinerja baterai. Kami targetkan penggunaannya untuk komputer pintar, layanan awal, dan internet cepat,” kata komisaris TSMC, Mark Liu.
Liu mengatakan, TSMC juga berencana memproduksi cip berukuran lebih kecil, yaitu 2 nanometer. Mereka sedang menyiapkan pabrik-pabrik di kota Hsinchu dan Taichung guna memproduksi cip ukuran 2 nanometer itu.
TSMC merupakan produsen terbesar semikonduktor di dunia. Sekitar 50 persen semikonduktor berukuran di bawah 10 nanometer dibuat oleh perusahaan tersebut.
TSMC adalah pemasok cip utama untuk perusahaan-perusahaan teknologi di Amerika Serikat, salah satunya adalah Apple. Di urutan berikutnya adalah Foxconn atau Hon Hai yang juga dari Taiwan dan Samsung dari Korea Selatan. Samsung sudah membuat cip 3 nanometer sejak Juni 2022.
AP/CHIANG YING-YING
Logo Foxconn terlihat pada Hon Hai Tech Day di Taipei, Taiwan, 18 Oktober 2022. Foxconn adalah salah satu perusahaan yang merakit produk-produk Apple Inc.
Menyusul ketegangan geopolitik antara AS dan China, AS menerbitkan Undang-Undang Cip guna menggaet para produsen semikonduktor agar sepakat membuat aliansi untuk menjamin rantai pasok global. Tujuannya adalah agar AS tidak tergantung dari bahan baku ataupun bahan setengah jadi dari China yang merupakan pemasok terbesar di dunia.
TSMC dan Samsung meneken kontrak untuk membuat pabrik-pabrik di AS. Samsung membuat pabrik di Houston, Negara Bagian Texas, sedang TSMC mendapat jatah lokasi pabrik di Phoenix, Negara Bagian Arizona.
Berdasarkan laporan kantor berita nasional Taiwan, China News Agency, investasi TSMC di Arizona meningkat. Pada Agustus 2022 dikabarkan jumlah investasi itu mencapai 12 miliar dollar AS dan per Desember 2022 menjadi 40 miliar dollar AS. Ini investasi asing terbesar di negara bagian itu dan salah satu yang terbesar di AS.
Menurut rencana, TSMC memproduksi cip berukuran 4 nanometer per tahun 2024 dan cip berukuran 3 nanometer per tahun 2026. Skala produksinya ialah 600.000 unit setiap tahun dengan pangsa pasar utama dalam negeri AS. Presiden AS Joe Biden turut hadir dalam acara peresmian pabrik di Phoenix, bulan lalu.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen (tengah) berfoto bersama Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Keith Krach (kiri) dan Morris Chang yang merupakan pendiri Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), perusahaan produsen semikonduktor terbesar dan terbanyak di dunia.
Namun, di Taiwan, masyarakat tidak sepenuhnya menyukai kabar tersebut. Selama ini, status Taiwan sebagai pembuat semikonduktor utama global menjadi perisai dari serangan ataupun invasi China. Masyarakat khawatir apabila TSMC mengalihkan produksi ke luar negeri, Taiwan akan ditinggalkan dan posisinya menjadi rawan.
Menanggapi kecemasan itu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berusaha menenangkan rakyat dengan mengutip perkataan pendiri TSMC, Morris Chang. ”Bagaimanapun juga, Taiwan adalah produsen utama semikondukter global. Sebesar apa pun investasi TSMC di luar negeri, Taiwan tetap diutamakan,” ujarnya.
Dari sisi China, Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang mengatakan, merusak rantai pasok global dan memblokir negara-negara tertentu bertentangan dengan perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain itu, ia mengatakan bahwa China selalu bisa bekerja di bawah tekanan dan justru berbagai inovasi muncul dari situasi tersebut (Kompas, 22 Desember 2022). (AFP)