Tokoh liberalisasi ekonomi China, Jiang Zemin, berpulang. Selama hidupnya, ia adalah pribadi yang penuh dengan kontradiksi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
SHANGHAI, RABU — Salah satu petinggi Partai Komunis China, Jiang Zemin, meninggal dalam usia 96 tahun. Selama 14 tahun memimpin partai tersebut, Jiang dikenal sebagai pemimpin yang penuh kontradiksi, mulai dari liberalisasi ekonomi hingga penekanan kebebasan berekspresi secara keras.
Partai Komunis China (PKC) mengeluarkan pengumuman resmi melalui kantor berita nasional Xinhua, Rabu (30/11/2022) pukul 12.34 waktu setempat atau pukul 11.34 WIB. ”Dengan penuh kedukaan, kami mengumumkan kepergian kamerad Jiang Zemin di sebuah rumah sakit di Shanghai. Ia meninggal setelah menderita leukemia dan kegagalan beberapa organ tubuh. Sejumlah perawatan yang diterimanya tidak bisa menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut,” demikian kutipan pernyataan PKC.
Jiang adalah Sekretaris Jenderal PKC periode 1989-2004. Ia juga Presiden China periode 1993-2003. Sepak terjangnya di dunia politik hingga ke puncak kepemimpinan PKC sebenarnya merupakan ketidaksengajaan. Akan tetapi, ia piawai menavigasi dirinya di tengah berbagai gejolak dan transisi ekonomi negara tersebut.
Jiang dilahirkan di Yangzhou, Provinsi Jiangsu, pada 17 Agustus 1926 dari keluarga kelas menengah. China di masa itu masih dijajah oleh Jepang. Paman Jiang yang bernama Jiang Shangqing adalah salah satu tokoh yang melawan penjajahan tersebut hingga gugur. Pamannya tidak memiliki keturunan sehingga Jiang sebagai keponakan laki-laki menjadi ahli warisnya.
Jiang menyandang gelar sarjana teknik elektro dari Universitas Jiao Tong di Shanghai. Pada masa kuliah itu Jiang berkenalan dengan ideologi Marxis dan ia pun bergabung menjadi kader PKC. Ketika baru lulus kuliah, Jiang masih sibuk bekerja, menikah, dan membina keluarga. Berbagai buku biografi Jiang menyebutkan, baru pada 1970-an ia terjun ke dunia politik atas perintah PKC.
Karier politik Jiang terbilang lancar. Pada 1983 ia ditunjuk sebagai menteri teknologi, yang artinya Jiang masuk ke dalam Komisi Pusat PKC. Tahun 1985, ia ditunjuk sebagai wali kota sekaligus sekretaris jenderal PKC untuk kota Shanghai.
Sebenarnya, pada saat menduduki pemerintahan eksekutif itu, Jiang mendapat banyak kritik. Sebab, kiprah dia sebagai kepala daerah biasa-biasa saja. Sejumlah media ataupun kritikus menyebut dia sebagai ”vas bunga”, sekadar pajangan atau pelengkap di rumah tanpa ada kegunaan yang bermakna.
Jiang justru terkenal dengan gaya hidupnya yang oleh masyarakat dianggap nyeleneh sebagai petinggi PKC. Ia tidak jaim (jaga image), bahkan sering tertawa terbahak-bahak di depan umum.
Ia gemar bermain piano dan bernyanyi. Tidak hanya lagu-lagu berbahasa mandarin, ia juga suka lagu berbahasa Inggris, terutama lagu balada yang dibawakan penyanyi Elvis Presley. Bahkan, ketika Ratu Elizabeth berkunjung ke China tahun 1999, Jiang mengajak dia untuk bernyanyi karaoke. Permintaan itu ditolak secara halus oleh Ratu.
Pada 1986, di Shanghai terjadi unjuk rasa mahasiswa yang memprotes buruknya kinerja pemerintahan sosialis. Gagasan demokrasi mulai banyak digaungkan oleh mahasiswa, kalangan intelektual, bahkan beberapa politikus PKC sebagai pilihan untuk mengganti ideologi komunis ala China.
Jiang mendatangi unjuk rasa itu dan ia membacakan pidato mendiang Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln (1861-1865) dalam bahasa Inggris. Pidato itu aslinya dituturkan Lincoln di Gettysburg, Virginia, seusai Perang Saudara AS. Kelompok Persatuan memenangi perang melawan kelompok Konfederasi. Entah bagaimana, unjuk rasa itu akhirnya bubar. Akan tetapi, Jiang mendapat julukan baru dari generasi muda, yakni ”Si Kodok” karena perawakannya yang gempal dan memakai kacamata tebal.
Tahun 1989, unjuk rasa mahasiswa kembali terjadi. Mereka memprotes kebijakan Pemimpin China Deng Xiaoping yang meliberalisasi ekonomi. Kesenjangan sosial melebar sehingga banyak anggota masyarakat kesusahan memenuhi kebutuhan pokok. Unjuk rasa ini terjadi di berbagai tempat, yang paling terkenal ialah di Alun-alun Tiananmen. Di lokasi ini, terjadi tragedi berdarah ketika militer menembaki demonstran yang mayoritas mahasiswa.
PKC memecat Zhao Ziyang yang saat itu menjabat sekretaris jenderal. Ia dianggap membawa PKC condong membela mahasiswa sehingga dijatuhi hukuman tahanan rumah sampai meninggal pada 2005. Jiang ditunjuk sebagai sekjen menggantikan Zhao walaupun belum ada prestasi cemerlang. Para peneliti isu China berasumsi Jiang merupakan pemimpin sementara sampai suasana stabil dan politikus yang kuat serta mumpuni mengambil alih kekuasaan.
Ternyata, Jiang justru memimpin China dari tahun 1989 hingga 2004. Pada 1993, ia terpilih menjadi presiden. Kebijakan politiknya mengikuti kebijakan Deng, yaitu liberalisasi ekonomi. Michal Porter dalam bukunya, The Competitive Advantage of Nations (1990), menjelaskan langkah itu diambil Jiang karena membutuhkan dukungan Deng agar bisa bertahan sebagai presiden dan sekjen.
”Jiang meneruskan segala impian Deng walaupun kesenjangan sosial semakin lebar. Angka pengangguran di beberapa wilayah mencapai 40 persen karena daerah yang pesat dan kaya hanya berada di wilayah pesisir dan kota-kota besar,” tulis Porter.
Taktik ini berhasil mengamankan kekuasaan Jiang. Di bawah kepemimpinannya, China mulai menjadi kekuatan ekonomi global, terutama di sektor produksi komoditas sehari-hari. Ia juga menjadi pembawa kembalinya Hong Kong ke haribaan China dari Inggris pada 1997. Makau yang dikuasai Portugal juga dikembalikan pada 1999. Mungkin, prestasi terbesarnya ialah diterimanya keanggotaan China di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2001 karena merupakan awal ekspansi produk-produk China.
Walaupun membela ekonomi liberal dan berkelakuan urakan, misalnya asyik menyisir rambut dalam pertemuan formal dengan Raja Juan Carlos di Spanyol, Jiang ternyata keras terhadap kritik. Ia meredam ekspresi masyarakat dengan keras. Pada masa kepemimpinannya, media arus utama benar-benar dimanfaatkan sebagai mesin propaganda pemerintah.
Tangan besinya tampak ketika memberangus kelompok agama Falun Gong pada 1999. Para pengikut aliran itu dipersekusi. Muncul laporan berbagai lembaga hak asasi manusia global bahwa pengikut yang ditangkap mengalami penganiayaan, bahkan kematian ketika ditahan oleh aparat penegak hukum.
Dalam wawancara dengan media AS, CBS, untuk acara 60 Minutes yang ditayangkan pada 3 September 2000, Jiang dengan lugas mengatakan bahwa pembungkaman Falun Gong sangat penting untuk menjaga kestabilan China.
”Mereka (Falun Gong) tidak muncul begitu saja. Artinya, kami dari pemerintah lengah. Oleh sebab itu, pemerintah memang harus mengambil langkah memastikan agar masyarakat tidak resah dan kondisi kembali ajek,” ujar Jiang.
Pada 2002, dalam perayaan ulang tahun ke-80 PKC, Jiang meluncurkan Tiga Prinsip Keterwakilan. Prinsip ini ialah memastikan PKC mewakili tren pembangunan China, arah perkembangan budaya modern China, dan visi serta misi mayoritas warga.
Gagasan itu masih menjadi acuan para penerusnya, yaitu Hu Jintao dan kemudian Xi Jinping, yang merupakan orang nomor satu China sejak tahun 2012. Mereka mengutamakan perkembangan ekonomi dan di saat yang sama menekan kebebasan masyarakat. Bedanya, Hu dan Xi tidak melakukannya sambil menyenandungkan lagu ”Love Me Tender”. (AP)