Kekuatan Ekonomi China di Antara Negara G20
Meskipun menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, China tetap memiliki keterikatan ekonomi dengan negara lain, termasuk negara-negara G20. Kolaborasi menjadi kunci untuk membangun hubungan perdagangan.
Di antara negara-negara G20, China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang patut diperhitungkan. Tak hanya dari sisi nilai perdagangan, jenis barang yang diperdagangkan juga merupakan produk jadi bernilai tinggi.
Kelincahan perdagangan China di kancah internasional harapannya dapat menyumbang narasi penting dalam upaya penguatan ekonomi negara G20 pasca pandemi Covid-19.
Transaksi perekonomian China mendominasi perdagangan global. Dari seluruh transaksi ekonomi antarnegara G20, China merupakan negara yang paling menonjol.
Pada September 2022, nilai ekspor barang China tercatat sebesar 323 miliar dollar AS. Di sisi lain, nilai impor tercatat di angka 238 miliar dollar AS. Transaksi ini membuat neraca perdagangan China positif 85 miliar dollar AS.
China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang patut diperhitungkan
Tidak hanya menguntungkan, perdagangan internasional China di September 2022 juga meningkat jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021.
Peningkatan permintaan barang nampak berasal dari Vietnam (103 persen), Amerika Serikat (36,1 persen), dan Korea Selatan 34,6 persen). Produk telepon dan komputer menjadi jenis yang paling besar mengalami peningkatan.
Produk-produk yang diproduksi China utamanya berasal dari Provinsi Guangdong. Produk dari Guangdong menguasai seperempat dari total valuasi produk ekspor China di bulan September tahun ini. Sementara itu, Provinsi Jiangsu dan Zhejiang mengambil porsi masing-masing di kisaran 13 persen.
“The Observatory of Economic Complexity” menyebut China sebagai negara nomor satu dalam hal ekspor. Pada tahun 2020, valuasi ekspor China mencapai 2,65 triliun dollar AS atau setara 20,1 persen dari total nilai ekspor negara-negara G20.
Sementara itu, valuasi impor China di tahun yang sama adalah 1,55 triliun dollar AS. Artinya, China menerima surplus perdagangan sebesar 1,1 triliun dollar AS.
Perekonomian China di masa pandemi ini menjadi potret betapa kuatnya model perdagangan internasional China. Sebagai pembanding, Amerika Serikat (AS) sebagai negara pengekspor terbesar kedua hanya mencatatkan nilai ekspor 1,34 triliun dollar AS.
Jumlah tersebut hanya separuh dari nilai ekspor China. Tak hanya itu, neraca perdagangan AS juga defisit mengingat valuasi impor yang mencapai 2,24 triliun dollar AS.
Baca juga : China Penyelamat Ekonomi Dunia Sekaligus Menumpulkan Sanksi AS
Surplus
China setidaknya menerima surplus ekspor dari 15 negara G20. Perdagangan yang amat menguntungkan bagi China adalah dengan raksasa ekonomi lainnya, yang tak lain adalah Amerika Serikat.
Nilai ekspor China ke AS pada 2020 tercatat sebesar 438 miliar dollar AS. Sementara itu, perdagangan AS ke China hanya 122 miliar dollar AS. Kondisi ini menguntungkan China lebih dari 316 miliar dollar AS.
AS merupakan pasar yang besar untuk produk komputer asal China. Valuasi komputer mencapai 48,9 miliar dollar AS. Kondisi ini berbanding terbalik dengan ekspor unggulan AS ke China yang berupa bahan mentah kedelai dengan valuasi 13,9 miliar dollar AS.
Tak hanya AS, China mendapatkan untung setidaknya 50-an miliar dollar AS dari setiap hubungan perdagangan dengan Inggris, Meksiko, dan India. Ketiga negara ini menyerap produk-produk seperti peralatan penyiaran, suku cadang mesin kantor, dan komputer.
Di sisi lain, Inggris menjadi penyedia mobil bagi China. Sementara itu, Meksiko menyuplai bijih tembaga. Bahan mentah yang diperuntukkan untuk bahan baku berbagai industri ini merupakan sepertiga dari total ekspor Meksiko ke negeri tirai bambu. Bahan mineral berupa bijih besi juga menjadi kebutuhan besar bagi China yang turut disuplai oleh India.
Khusus untuk Indonesia, hubungan perdagangan dengan China hampir berimbang. Nilai ekspor China ke Indonesia tercatat sebesar 40,8 miliar dollar AS dengan produk utama yang diperjualkan ke tanah air berupa telepon.
Sementara itu, Indonesia mencatatkan perdagangan 32,6 miliar dollar AS dan menjadi pemasok ferroalloys dengan nilai perdagangan mencapai 4,55 miliar dollar AS.
Neraca ekonomi internasional China negatif dalam hubungan dagang dengan beberapa negara G20. China mencatatkan defisit 44,8 miliar dalam hubungan ekspor impor dengan Australia.
Nilai ekspor Australia tercatat sebesar 102 miliar dollar AS dimana 62,6 persennya merupakan valuasi dari bijih besi. Sementara itu, nilai dagang China ke Australia hanya 57,2 miliar dollar AS dengan komoditas elektronik sebagai unggulan.
Bahan baku mentah menjadi komponen impor yang menonjol negara-negara G20 ke China. Tak pelak, Australia menjadi negara kuat mengingat negara ini merupakan penyuplai terbesar bijih besi bagi China. Bijih besi dari India maupun Kanada yang bernilai di kisaran 3 miliar dollar AS tidaklah sebanding dengan besarnya suplai dai Australia.
China juga terlihat memiliki ketergantungan besar pada produk kedelai dari Brazil. Valuasi impor kedelai dari Brazil sebesar 20,9 miliar dollar AS atau hampir dua kali lipat dari nilai impor kedelai dari AS. Dengan kondisi ini, Brazil mampu menaikkan neraca perdagangan internasional dihadapan China.
Baca juga : Ekonomi China Tumbuh di Tengah Tekanan akibat Kebijakan Pandemi
Elektronik
Di tengah dinamika neraca perdagangan antar negara G20, keunggulan China lainnya adalah pada jenis produk yang bernilai tinggi. China memasarkan produk jadi yang tentunya memiliki nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk mentah.
Barang yang paling banyak diekspor China merupakan produk-produk elektronik. Kelompok produk elektronik dan gadget mengambil porsi hampir 30 persen dari total valuasi impor. Disusul kemudian dengan kelompok barang reaktor nuklir dan permesinan yang mencakup 17,9 persen.
Jika diturunkan dalam produk satuan, ekspor utama China merupakan peralatan penyiaran senilai 223 miliar dollar AS. Di posisi kedua, ada komputer dengan valuasi mencapai 156 dollar AS dan posisi ketiga adalah suku cadang mesin kantor senilai 86,8 dollar AS.
China juga menjual produk-produk non elektronik seperti tekstil jadi, furniture, mainan, ataupun plastik dalam persentase yang di sekitar 3 persen. Maka tak mengherankan ika benda-benda di sekeliling kita merupakan produk yang dibuat di China.
Sebaliknya, China banyak mengekspor produk mentah. China merupakan pasar terbesar untuk minyak mentah (150 miliar dollar AS), bijih besi (15 miliar dollar AS), dan kedelai (37,8 miliar dollar AS).
Kondisi ekonomi China secara tidak langsung menggambarkan betapa besarnya keterikatan suplai barang dan jasa antarnegara G20. Meski di atas kertas kekuatan China hampir tak tertandingi, negara yang dipimpin Xi Jinping ini masih tetap membutuhkan negara lain.
Artinya, kolaborasi menjadi kunci menciptakan kestabilan ekonomi yang saling menguntungkan. Hubungan perdagangan yang harmonis antarnegara G20 menjadi pilar untuk pulih lebih kuat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Evolusi China, Negara Berpaham Komunis yang Kini Menguasai Dunia