ASEAN Kirim Ultimatum kepada Myanmar, Buka Komunikasi dengan Oposisi
Para pemimpin ASEAN sepakat memberi ultimatum kepada Myanmar, dengan memberi jalan bagi ”pembekuan de facto” negara itu di ASEAN. Mereka juga sepakat membuka komunikasi dengan kelompok-kelompok oposisi di Myanmar.
PHNOM PENH, JUMAT — Para pemimpin Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN sepakat mengirim ultimatum kepada Myanmar berupa konsekuensi yang dapat dipikul negara itu jika terus-menerus tidak melaksanakan lima poin konsensus ASEAN. Mereka memberi jalan pada kemungkinan pengucilan lebih luas, menyerupai ”pembekuan de facto” Myanmar dari ASEAN.
”Ada kebutuhan pada rencana implementasi yang memuat indikator-indikator konkret, praktis, dan dapat diukur dalam kerangka waktu tertentu guna mendukung lima poin konsensus,” demikian pernyataan para pemimpin ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-40 dan ke-41 ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Jumat (11/11/2022).
Mereka meminta Dewan Koordinasi ASEAN, yang beranggotakan para menteri luar negeri, ”mengkaji lebih lanjut partisipasi Myanmar di semua pertemuan ASEAN jika situasi memerlukannya”.
Dengan ultimatum itu, perwakilan nonpolitik dari Myanmar dapat dicekal dari seluruh pertemuan tingkat menlu (AMM) dan kepala negara ASEAN jika situasinya dinilai memerlukan hal tersebut. Pengamat menyebut keputusan tersebut tak ubahnya seperti lampu hijau pembekuan de facto atas keanggotaan Myanmar di ASEAN.
Baca Juga: Para Pemimpin ASEAN Beri Lampu Hijau pada ”Pembekuan De Facto” Myanmar
”Situasi di Myanmar tidak boleh menyebabkan ASEAN tersandera,” kata Presiden Joko Widodo kepada wartawan di lokasi KTT. Ia menyebut situasi di Myanmar terus memburuk. Indonesia sangat kecewa, kata Presiden.
”Ini peringatan, pesan keras dari para pemimpin (ASEAN),” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, yang mendampingi Presiden.
”Ini untuk pertama kalinya para pemimpin (ASEAN) menegaskan (peluang) tidak diizinkannya wakil tingkat politik dari Myanmar untuk berpartisipasi dalam KTT dan AMM,” kata Retno kepada Kompas.
Ia menuturkan, isu Myanmar di KTT ASEAN kali ini langsung dibahas pada pertemuan tingkat menlu, tidak lagi melalui pertemuan tingkat pejabat senior (SOM) seperti biasanya. ”Diskusi dilakukan secara terbuka dan intensif,” tuturnya.
”Tidak mudah mencapai konsensus dari keputusan para pemimpin mengenai implementasi lima poin konsensus,” ujar Retno. ”Namun, akhirnya, konsensus dapat dicapai.”
Baca Juga: Krisis Myanmar Jadi Sorotan KTT ASEAN, Timor Leste Diterima Jadi Anggota Ke-11
Para pemimpin ASEAN saat ini menepis ide pembekuan penuh keanggotaan Myanmar di ASEAN. Mereka menegaskan, Myanmar ”tetap menjadi bagian integral ASEAN”.
Tetap membangkang
Para pemimpin ASEAN minus Myanmar berkumpul di Phnom Penh guna membahas isu-isu kawasan dan global. Salah satu isu yang membuat frustrasi para pemimpin ASEAN dalam lebih dari setahun terakhir adalah krisis Myanmar.
Negara itu dilanda krisis politik sejak 1 Februari 2021 saat panglima tertinggi militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengudeta pemerintahan sipil yang memenangi pemilu, November 2020. Pada April 2021, para pemimpin ASEAN dan Min Aung Hlaing menyepakati lima poin konsensus menyelesaikan krisis tersebut.
Baca Juga: Indonesia Kembali Ingatkan Junta Myanmar agar Kooperatif
Kelima poin konsensus antara lain mengakhiri kekerasan dan permusuhan, mengizinkan akses kepada utusan khusus ASEAN dan bantuan kemanusiaan, serta mengupayakan dialog dengan semua pihak di Myanmar. Namun, satu tahun lebih berjalan, junta Myanmar tak kunjung melaksanakan lima poin konsensus.
Dalam pernyataan yang dilansir Kementerian Luar Negeri Myanmar, Jumat malam, Naypyidaw menegaskan keberatan terhadap keputusan ASEAN. Mereka menyatakan tidak akan mematuhi rekomendasi-rekomendasi dalam keputusan para pemimpin ASEAN.
Baca Juga: Junta Myanmar Tutup Akses ASEAN ke Oposisi
Naypyidaw juga mengajukan komplain bahwa organisasi kawasan itu bertindak diskriminatif terhadap mereka serta mengancam kesatuan ASEAN dengan mencampuri urusan dalam negeri mereka.
Pemimpin junta Myanmar telah dikucilkan dengan tidak diundang dalam pertemuan-pertemuan ASEAN. ASEAN masih memberi kesempatan kepada perwakilan nonpolitik negara itu untuk mengikuti acara ASEAN meski Naypyidaw selalu menampik undangan.
Pembekuan ”de facto”
Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar, menyebut keputusan para pemimpin ASEAN membuka jalan bagi kemungkinan dijatuhkannya pembekuan de facto keanggotaan Myanmar di ASEAN. Ia menilai langkah itu bakal berdampak positif dalam upaya penyelesaian krisis Myanmar.
”ASEAN tidak membiarkan institusi ini disandera oleh Myanmar,” kata Dewi. ”ASEAN bisa lebih leluasa membicarakan dan mengajukan berbagai opsi untuk mengatasi krisis Myanmar ketika negara itu menjadi obyek, bukan subyek.”
”Implikasi (dari keputusan itu) untuk ASEAN adalah membuat sistem pembuatan keputusan ASEAN yang selama ini dinilai kurang efektif, karena selalu harus berdasarkan konsensus, menjadi lebih efisien,” ujar Dewi.
Baca Juga: Menlu Malaysia: Evaluasi Prinsip Non-intervensi ASEAN
Lidya Cristin Sinaga, peneliti BRIN yang intens mengamati isu-isu Myanmar, menyebut keputusan pemimpin ASEAN merupakan bagian dari cara organisasi itu menekan pemimpin junta Myanmar agar melaksanakan lima poin konsensus.
Menurut Lidya, ASEAN akan sangat berhati-hati untuk membekukan keanggotaan Myanmar. ”Kawasan regional ini juga butuh Myanmar yang stabil,” ujarnya.
Desakan memperluas pengucilan Myanmar termasuk pada perwakilan nonpolitik didorong oleh kubu yang dimotori Presiden Jokowi. Mengutip diplomat yang tidak mau disebutkan namanya, Associated Press melaporkan, Thailand—didukung Kamboja dan Laos—menentang usulan Indonesia. Alasan mereka, memperluas pengucilan Myanmar akan sama seperti pembekuan de facto.
Dalam sidang sesi retret yang secara khusus membahas implementasi lima poin konsensus (5PC), Presiden Joko Widodo menyampaikan sikap tegas dan posisi Indonesia. Ia, misalnya, mendorong pengucilan Myanmar dalam pertemuan-pertemuan tingkat menlu dan KTT ASEAN diperluas juga pada perwakilan nonpolitik.
Untuk menghormati prinsip tidak campur tangan (non-interference) yang dianutnya, Jokowi menyerukan agar ASEAN tidak memberikan dukungan terhadap pemilu yang tidak inklusif dan tidak dipersiapkan berdasar dialog nasional. Seperti diketahui, junta Myanmar pada Agustus lalu mengumumkan akan menggelar pemilu tahun 2023.
”Kita memiliki tanggung jawab kepada rakyat ASEAN dan dunia. Jika kita tidak bertindak tepat, kredibilitas dan relevansi ASEAN menjadi taruhannya,” kata Jokowi.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Negara-negara ASEAN Bersatu
”Indonesia sangat kecewa dengan situasi Myanmar yang semakin buruk, tidak adanya progres yang signifikan dari implementasi 5PC sekaligus kita tidak melihat adanya komitmen dari junta militer untuk mengimplementasikannya,” tutur Presiden kepada wartawan seusai sidang.
Indonesia, lanjut Jokowi, juga mendorong interaksi ASEAN dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar. ”Karena hanya dengan membuka dialog dengan semua pihak, ASEAN akan dapat memfasilitasi dialog nasional yang dimandatkan oleh 5PC,” ujar Presiden.
Peluang di Piagam ASEAN
Indonesia pada 2023 mendapat giliran menjadi Ketua ASEAN dan tuan rumah KTT ASEAN. Dalam evaluasi dan keputusan di sidang KTT, para pemimpin ASEAN membuka ruang ditetapkannya keputusan akhir terkait isu Myanmar, termasuk jika tidak tercapai konsensus.
”KTT ASEAN adalah lembaga penentu keputusan tertinggi dan akan menetapkan keputusan terakhir soal implementasi lima poin konsensus, termasuk saat konsensus tidak tercapai sesuai Piagam ASEAN,” kata para pemimpin ASEAN menegaskan.
Selain prinsip tidak campur tangan, tradisi konsensus di ASEAN, dinilai kerap menjadi penghambat organisasi itu saat mengambil keputusan dalam situasi darurat dan mendesak. Namun, seperti disebutkan dalam pernyataan pemimpin ASEAN, kemungkinan pengambilan keputusan saat tidak tercapai konsensus memiliki landasan kuat dalam Piagam ASEAN.
Pasal 20 Piagam ASEAN, antara lain, menyebutkan ”Sebagai prinsip dasar, pengambilan keputusan di ASEAN harus dilakukan melalui konsultasi dan konsensus. Ketika konsensus tidak tercapai, KTT ASEAN dapat menetapkan bagaimana keputusan khusus diambil.”
”Piagam ASEAN harus menjadi dasar pengambilan keputusan dalam situasi darurat, termasuk situasi di Myanmar. Jika ASEAN gagal ambil langkah, kredibilitas ASEAN dipertaruhkan,” kata Presiden Jokowi menegaskan dalam pernyataan di sesi sidang pleno.
Komunikasi dengan oposisi
Dalam pernyataan pemimpin ASEAN juga ditegaskan bahwa ASEAN segera membuka jalur kepada semua pihak dalam konflik di Myanmar. ”Pelibatan ini akan dilakukan dengan cara yang fleksibel dan informal, secara khusus dijalankan oleh Utusan Khusus Ketua ASEAN untuk Myanmar,” demikian pernyataan mereka.
Langkah ini diperkirakan akan melibatkan perwakilan oposisi, Pemerintahan Persatuan Nasional National Unity Government (NUG) Myanmar. Kelompok ini menjadi pemerintahan yang dideklarasikan sepihak, berisi para mantan anggota parlemen dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung Sang Suu Kyi.
NUG menyatakan diri mereka sebagai pemerintahan Myanmar yang sah. Namun, junta menganggap mereka sebagai teroris. Membuka jalur komunikasi dengan mereka dan kelompok-kelompok oposisi lainnya di negara itu menjadi salah satu langkah signifikan ASEAN.
Junta mengecam keputusan ASEAN tersebut. ”Myanmar menolak keras dan mengecam keras upaya negara-negara anggota ASEAN untuk terlibat dengan organisasi-organisasi tidak sah dan teroris itu dengan cara dan dalam bentuk apa pun,” sebut Kemenlu Myanmar.
Para pemimpin ASEAN juga menyerukan kepada PBB dan para mitra luar ASEAN agar mendukung implementasi lima poin konsensus. Mereka juga mempertimbangkan pendekatan lain yang dapat mendukung implementasi tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin ASEAN secara prinsip menyepakati untuk menerima Timor Leste sebagai anggota ke-11. Langkah-langkah berikutnya mencakup ”peta jalan menuju keanggotaan penuh” akan diajukan pada KTT ASEAN tahun depan saat Indonesia menjadi ketua ASEAN.
Dengan posisi saat ini, Timor Leste akan mendapat status pemantau (observer) pada pertemuan-pertemuan tingkat tinggi ASEAN. (AP/AFP/REUTERS/CAL)