Sekutu AS di Timur Tengah Mulai ”Mendekati” China-Rusia
BRICS mengendalikan 24 persen produk domestik bruto global dan dihuni hampir 45 persen populasi bumi. Dengan perluasan anggota, porsi kendali BRICS pada PBD global akan semakin besar.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
PRETORIA, KAMIS — Mesir dan Arab Saudi, sekutu penting Amerika Serikat di Timur Tengah, semakin serius bergabung dengan kelompok yang dimotori China dan Rusia. Mereka menyusul Iran dan Turki yang lebih dulu berminat bergabung dengan kelompok yang dikenal sebagai BRICS tersebut.
Kala menerima Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di Riyadh, pekan lalu, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menyatakan ulang minat negaranya bergabung dengan BRICS. ”Riyadh tertarik bergabung,” kata Ramaphosa, Rabu (19/10/2022) waktu Pretoria atau Kamis dini hari WIB.
Pada 2023, Afrika Selatan akan menjadi ketua bergilir BRICS. Selain Afrika Selatan, kelompok itu terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan China. ”Masalah (keanggotaan Arab Saudi) akan dibahas dalam pertemuan BRICS selanjutnya. Sejumlah negara juga berminat bergabung,” kata Ramaphosa.
Direktur Kajian Arab pada Ningxia University Li Shaoxian menyebut keputusan Riyadh sebagai tamparan serius bagi Amerika Serikat. ”Banyak negara marah pada AS yang terus menekan mereka,” katanya sebagaimana dikutip Global Times.
Niat Riyadh diungkap di tengah perseteruan Arab Saudi dengan AS. Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan Washington akan meninjau hubungan dengan Riyadh. Sebab, AS menilai Arab Saudi memilih berpihak pada Rusia.
Tudingan itu dipicu keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC+), yang secara faktual dikendalikan Arab Saudi dan Rusia, memangkas produksi 2 juta barel per hari pada November 2022. Padahal, sejak Maret 2022, Biden dan sejumlah pejabat AS terus membujuk OPEC dan Arab Saudi untuk menaikkan produksi minyak. Sebab, AS berusaha mencari pengganti pasokan atas minyak dan gas Rusia yang dijatuhi sanksi oleh Washington dan sekutunya.
Bahkan, Arab Saudi memastikan tidak mengundang pejabat AS dalam Future Investment Initiative pada Oktober ini. Padahal, kegiatan sebelumnya selalu dihadiri pejabat AS.
Sudah lama
Pada September 2022, sudah beredar isu Arab Saudi dan Mesir akan bergabung dengan BRICS. Isu itu bergulir kala anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) bertemu di Uzbekistan. Seperti BRICS, SCO juga dimotori China dan Rusia.
Arab Saudi dan Mesir menyusul Turki dan Iran yang sudah lebih dulu menunjukkan minat bergabung dengan BRICS. Turki, anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan sudah hampir 50 tahun melamar menjadi anggota Uni Eropa, juga berminat bergabung dengan SCO. ”Kondisi akan sangat berbeda jika Arab Saudi, Mesir, dan Turki jadi bergabung dengan BRICS,” kata Direktur Kajian Timur Tengah pada Universitas Sakarya di Turki, Ismail Numan Telci.
Bukan hanya punya kekuatan ekonomi, ketiga negara itu juga dikenal sebagai sekutu AS di wilayah masing-masing. Perkembangan geopolitik karena perang di Ukraina, kata Telci, sulit dilepaskan dari niat trio itu bergabung dengan organisasi-organisasi yang dimotori China dan Rusia.
Dalam pertemuan BRICS pada Juni 2022, China menyebut sudah saatnya organisasi itu diperluas. BRICS terakhir kali menambah anggota pada 2010 kala Afsel bergabung. Sebulan sebelum Beijing menyinggung perluasan BRICS, menteri luar negeri sejumlah mitra BRICS berkumpul di Beijing. Selain Arab Saudi dan Mesir, pertemuan itu dihadiri pula menlu dari Argentina, Indonesia, Thailand, Nigeria, dan Senegal.
Sejauh ini, baru Argentina yang secara resmi melamar menjadi anggota baru BRICS. Pada awal September 2022, tetangga Brasil itu mengirimkan lamaran ke BRICS. ”Ini peristiwa bersejarah bagi kami untuk menjadi bagian salah satu kelompok penting di dunia,” kata Duta Besar Argentina di Beijing Sabino Vaca Narvaja.
Kini, BRICS mengendalikan 24 persen produk domestik bruto global dan dihuni hampir 45 persen populasi bumi. Dengan perluasan anggota, porsi kendali BRICS pada PBD global akan semakin besar.
Perimbangan baru
Pakar kajian Amerika Latin pada Universitas Boston, Jorge Heine, mengatakan, perluasan anggota BRICS merupakan bentuk perimbangan geopolitik baru. Meski fokus pada kerja sama ekonomi, sulit memisahkan manuver anggota dan calon anggota BRICS dari perkembangan geopolitik. ”Bergabung dengan BRICS berarti menunjukkan perubahan bentuk kebijakan luar negeri Argentina,” tuturnya.
Ekonomi, menurut Heine, tetap menjadi penarik utama calon anggota bergabung dengan BRICS. Pada 2015, kelompok itu membentuk New Development Bank. Dengan modal 50 miliar dollar AS, bank itu bisa menjadi sumber pendanaan baru bagi negara-negara lain. Sejauh ini bank tersebut telah mengucurkan kredit sebanyak 15 miliar dollar AS ke berbagai negara. ”Argentina jelas tertarik pada potensi ini,” ujarnya.
Argentina kini disibukkan dengan ancaman gagal bayar obligasi negara. Karena itu, berulang kali Buenos Aires berunding dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Pendekatan dengan IMF membuat Argentina harus berbaikan dengan AS. Sebab, kata Heine, sulit ditampik bahwa Washington mengendalikan IMF, Bank Dunia, dan lembaga pendanaan multilateral lain. Kehadiran lembaga-lembaga keuangan yang dimotori China bisa menjadi salah satu alternatif pendanaan banyak negara, termasuk Argentina.
Pengamat politik luar negeri Turki, Sinem Cengiz, menyebut manuver Arab Saudi-Mesir-Turki menunjukkan pencarian keseimbangan geopolitik. Selama ini, ketiganya dikenal dekat dengan AS. Kini, trio itu mendekati kelompok negara yang dipandang sebagai lawan oleh AS dan sekutunya.
Jika anggota BRICS jadi bertambah, peran organisasi itu akan semakin meluas. Rusia-Arab Saudi memasok seperempat kebutuhan energi global. Adapun China-India menempati peringkat kedua dan ketiga daftar konsumen utama energi global.
Li Shaoxian menyebut, keputusan berbagai negara bergabung dengan BRICS dan organisasi sejenis adalah konsekuensi rasional atas perilaku AS. Selama puluhan tahun, AS menggunakan berbagai perangkat untuk menekan banyak negara. ”Dalam kasus minyak, Arab Saudi diminta menanggung dampak kemauan AS menekan Rusia dan agenda politik dalam negeri,” ujarnya. (AFP/REUTERS)