Diana tetap menarik perhatian meski berpulang seperempat abad lalu. Sosoknya kini dikenal sekaligus menjadi mitos.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
AP PHOTO/ALASTAIR GRANT/VM
Sejumlah pejalan kaki menyempatkan diri melihat rangkain foto yang dipasang di gerbang Istana Kensington di London, Inggris pada Selasa (30/8/2022) untuk mengenang mendiang Putri Diana.
Diana Spencer, Putri Wales, ibunda dari Pangeran William dan Pangeran Harry, meninggal dunia pada tanggal 31 Agustus 1997 akibat kecelakaan mobil di Paris, Perancis. Akan tetapi, 25 tahun setelah kematiannya, popularitas dia belum surut. Bahkan, kini ia melegenda dan publik menjadikan Diana sebagai patokan perilaku anggota kerajaan Inggris.
Diana meninggal pada usia 36 tahun. Pada malam tanggal 30 Agustus 1997, ia meninggalkan Hotel Ritz di Paris bersama kekasihnya saat itu, Dodi Al Fayed. Mereka menaiki mobil Mercedes Benz berwarna hitam yang dikemudikan oleh Henri Paul. Di kursi penumpang depan duduk pengawal pribadi Diana. Di belakang dan samping mobil, gerombolan paparazzi mengejar dengan mengendarai sepeda motor demi memperoleh foto perempuan yang saat itu adalah manusia paling sering dipotret di dunia.
Paul mengebut demi menghindari kejaran paparazzi. Di Terowongan Alma, mobil kehilangan kendali, menabrak dinding dan kemudian terbalik. “Saya membuka pintu mobil. Dua penumpang laki-laki sudah tewas di tempat. Pengemudi mobil masih bernapas. Di kabin belakang, ada perempuan tersungkur ke lantai mobil. Ia masih bernapas, tetapi denyut nadinya pelan sekali sehingga saya lakukan pijat jantung,” kata dokter yang menangani pertolongan pertama saat itu, Frederic Mailliez.
Mailliez mengenang, ia hanya ingat bahwa perempuan berbaju hitam itu berambut pirang dan berparas jelita. Ia juga ingat entah kenapa dirinya kebingungan mendapati tempat kejadian perkara dipenuhi dengan orang-orang membawa kamera dan sibuk memotret, meskipun mereka tidak menghalangi pekerjaannya menolong para korban kecelakaan tersebut.
AP PHOTO/JEROME DELAY, FILE/XCJ ON
Foto yang diambil pada Minggu (31/8/1997) memperlihatkan polisi bersiap mengambil bangkai kendaraan yang ditumpangi Putri Diana saat mengalami kecelakaan di Paris, Perancis.
Baru ketika para korban sudah diangkut dengan ambulans, Ia mendengar para petugas pertolongan pertama di belakang sibuk berbisik. “Itu kan Putri Diana”. Akan tetapi, pada keesokan harinya, Diana mengembuskan napas terakhir. Penyelidikan mengungkapkan, Paul mengemudi dalam keadaan di bawah pengaruh alkohol sehingga kehilangan kendali. Ia juga meninggal di rumah sakit.
Sontak dunia berduka. Seluruh stasiun televisi, radio, dan media cetak hanya membahas mengenai kehidupan dan kematian Diana. Apalagi, satu tahun sebelumnya, Diana bercerai dengan Putra Mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles akibat suaminya tersebut tidak setia. Masyarakat global menitikkan air mata, walaupun hanya mengenal Diana dari tabloid gosip. Semua menyanyikan lagu Candle in the Wind yang dilantunkan Elton John di upacara pemakamannya.
Berbagai analisis media dan kajian ilmiah menelaah besarnya popularitas Diana karena beberapa faktor. Pertama, keluarga Kerajaan Inggris memang sejak dulu adalah keluarga paling terkenal di dunia. Tidak ada kerajaan lain di muka Bumi ini yang begitu menarik perhatian publik, bahkan di zaman modern. Diana, walaupun berdarah biru, sejak masih dalam penjajakan oleh Pangeran Charles menunjukkan kepribadian yang berbeda dari para gadis bangsawan yang umumnya tampil formal dan kaku. Ia manis dan pemalu sehingga tabloid gosip jatuh hati padanya.
Selain itu, belum ada media sosial. Seorang pesohor menjadi tersohor memang karena terus diliput oleh media arus utama, termasuk tabloid gosip. Belum ada moda seseorang bisa memperoleh ribuan, bahkan jutaan penggemar melalui unggahan seperti di zaman internet. Kematian Diana yang tragis dan mendadak melejitkan ketenarannya.
AP PHOTO/BINOD JOSHI, FILE
Putri Diana tanpa ragu memegang kaki seorang penderita lepra yang dirawat di rumah sakit khusus penderita lepra Anandaban di selatan Kathmandu, Nepal pada 4 Maret 1993.
“Jangan lupakan juga bahwa Diana semasa hidupnya pandai memanfaatkan perhatian publik kepadanya,” kata Ed Owens, sejarawan yang meneliti perkembangan Monarki Inggris.
Ia menjelaskan, awalnya Diana marah dan sedih menjadi bulan-bulanan tabloid gosip. Akan tetapi, ia menemukan bahwa dibuntuti paparazzi ini bisa dipakai untuk memperkenalkan berbagai permasalahan sosial yang harus dibenahi kepada publik. Ia menggunakan platform tabloid gosip untuk menarik perhatian publik mengenai isu seperti HIV/AIDS yang ketika itu masih misterius dan menakutkan.
Pada April 1987, berkat dukungan Diana dalam menggalang dana, Inggris akhirnya memiliki bangsal khusus untuk merawat pasien dengan HIV/AIDS. Pada upacara peresmian, di depan para wartawan dan paparazzi, Diana bersalaman dengan orang dengan HIV/AIDS guna membuktikan kepada publik bahwa penyakit tersebut tidak menular melalui sentuhan. Tindakan tersebut mematahkan berbagai mitos yang beredar di masyarakat mengenai HIV/AIDS.
AFP/ANNA ZIEMINSKI
Foto yang diambil pada 17 Maret 1997 memperlihatkan saat Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela dan Putri Diana berjabat tangan dan berbincang saat keduanya bertemu di kediaman Mandela di Goldendale, Cape Town, Afrika Selatan.
Ia mulai mengembangkan sayap ke isu-isu di luar kesehatan, salah satunya mengenai pengentasan kemiskinan global dan perdamaian. Tujuh bulan sebelum kematiannya, Diana berada di Angola, negara di barat Afrika yang baru selesai perang saudara. Ia meninjau proses pencarian dan pengangkatan ranjau oleh lembaga HALO Trust. Ketika beberapa juru foto mengatakan belum mendapat foto yang apik, Diana tanpa ragu berjalan menapaki jalur yang telah dibersihkan dari ranjau. Sensasional memang, tetapi berkat foto-foto itu juga kampanye mengenai pembersihan ranjau dari bekas lokasi perang mendunia.
Diana juga terbuka mengenai kehidupan pribadinya. Di bawah tatapan tabloid gosip, pernikahannya dengan Charles berantakan. Charles masih berhubungan dengan Camilla Parker-Bowles, mantan kekasih yang terpaksa ia putuskan karena keluarga kerajaan tidak menyetujui putra mahkota menikahi seorang janda cerai. Di tengah terjangan gunjingan, Diana mengungkapkan bahwa ia menderita tekanan batin sehingga ia terkena bulimia, sebuah gangguan pola makan akibat stres sehingga ia harus diterapi oleh ahli kejiwaan.
“Ini membuat Diana semakin manusiawi di mata publik. Ada sisi mulia Diana melalui pendekatannya yang ramah, membumi, dan mengusung isu-isu kemanusiaan. Munculnya kisah perceraian dan jibaku dia dengan penyakit akibat tekanan batin menampilkan sisi rapuh Diana. Ia tidak sempurna dan ini yang membuat masyarakat global merasa dekat dengannya,” papar Owens.
Selama pisah ranjang dengan Charles sejak tahun 1992 dan resmi bercerai di tahun 1996, Diana tetap menjadi sorotan publik. Dalam kebebasan barunya tersebut, ia semakin aktif berkegiatan di sektor kemanusiaan. Bahkan, ia tampak lebih percaya diri dan lihai. Banyak argumen yang mengatakan bahwa popularitas Diana hanya satu tingkat di bawah Ratu Elizabeth II, mantan mertuanya.
DOMINIC LIPINSKI /POOL PHOTO VIA AP, FILE
Foto yang diambil pada Kamis (1/7/2021) memperlihatkan Pangeran William, dan adiknya Pangeran Harry melihat patung yang didedikasikan untuk mendiang ibu mereka Putri Diana di Taman Sunken, di Istana Kensington, London.
AP PHOTO/AURELIEN MORISSARD/BC
Sebuah pesan diletakkan di dekat patung emas Flame of Liberty yang berfungsi sebagai tempat peringatan tidak resmi untuk Putri Diana, di Paris, Senin (22/8/2022).
Setelah kematiannya, pengaruh Diana sangat terasa. Kedua putranya, William (40) dan Harry (37) mengikuti jejaknya mengampanyekan berbagai isu kemanusiaan. Mereka juga meneladani Diana dengan pendekatan yang lebih santai dan terbuka kepada masyarakat. Isu kesehatan jiwa, pendidikan, dan perdamaian menjadi perhatian bagi mereka berdua.
Sally Bedell Smith, sejarawan yang pernah menulis biografi berjudul Diana in Search of Herself menerangkan bahwa keterbukaan Diana membuat publik internasional mematok standar baru dalam perilaku anggota keluarga kerajaan mana pun. Mereka tidak mau lagi melihat pangeran dan putri yang berada di menara gading. Mereka menginginkan anggota keluarga kerajaan, terutama kaum perempuan, yang membumi dan komunikatif dengan masyarakat.
Keberlangsungan monarki sendiri, termasuk Inggris, menuai pro dan kontra karena relevansinya kian diperdebatkan. Akan tetapi, Diana dengan kematiannya yang nahas membuat statusnya menjadi legenda dan sempurna. Tampaknya sukar mematahkan pesona dia untuk bertahun-tahun ke depan. (AP/AFP/Reuters)