Wilayah Bekas Jajahan Inggris Bebas Putuskan Peran Monarki
Status daerah-daerah bekas koloni Inggris menjadi salah satu bahan perbincangan yang mengemuka dalam lawatan Pangeran William-Kate Middleton ke kawasan Kepulauan Karibia.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
KINGSTON, MINGGU — Pangeran William dari Inggris mengakhiri tur yang ”bergejolak” di kawasan Kepulauan Karibia pada akhir pekan ini. Ia dengan tegas dan jujur, seperti dikutip media-media Inggris, Minggu (27/3/2022), mengakui bahwa bekas jajahan Inggris di kawasan itu bebas memutuskan untuk mengakui dan mengadopsi peran monarki Inggris di negara mereka ataupun tidak.
Duke of Cambridge berusia 39 tahun itu juga mengisyaratkan bahwa seorang bangsawan Inggris di masa depan mungkin tidak lagi mengepalai kelompok yang terdiri atas 54 negara Persemakmuran Inggris seiring berkembangnya asosiasi politik negara-negara bekas jajahan Inggris itu.
Pernyataan William itu dinilai sebagai komentar jujur yang luar biasa. Pernyataan tersebut menutup tur kunjungannya bersama Kate Middleton atau Catherine, Duchess of Cambridge, istrinya, selama sepekan terakhir ke tiga negara di Karibia. Lawatan itu digelar sebagai rangkaian perayaan 70 tahun takhta Ratu Elizabeth II di Kerajaan Inggris.
Namun, tak semua lawatan itu berjalan sesuai rencana. Kesalahan ”kehumasan” membuat citra kunjungan itu kurang menggembirakan. Alih-alih memperoleh sambutan yang menyenangkan, William menghadapi seruan untuk meminta maaf atas perdagangan budak dan dosa-dosa masa lalu nenek moyangnya terhadap rakyat di wilayah tersebut. Warga di sejumlah tempat menggelar protes dan bahkan menyatakan negaranya akan lebih baik tanpa Kerajaan Inggris.
Status daerah-daerah bekas koloni Inggris menjadi salah satu bahan perbincangan yang mengemuka dalam lawatan William-Kate. Barbados secara resmi telah mendeklarasikan diri sebagai republik pada November tahun lalu. Belize, Jamaika, dan Bahama—ketiganya menjadi negara yang dikunjungi William-Kate—masing-masing dikatakan tengah mempertimbangkan langkah serupa.
Perdana Menteri Jamaika Andrew Holness dengan tegas mengatakan kepada William di depan kamera televisi bahwa negaranya ”bergerak” menuju sebuah negara merdeka. ”Saya tahu bahwa tur ini telah membawa pertanyaan fokus yang lebih tajam tentang masa lalu dan masa depan,” kata Pangeran William, Duke of Cambridge, dalam pernyataan pada akhir tur, Sabtu (26/3/2022).
”Di Belize, Jamaika, dan Bahama, masa depan itu adalah keputusan warga,” lanjutnya.
William menambahkan bahwa dia dan istrinya ”berkomitmen untuk melayani” dan itu berarti ”tidak memberi tahu orang apa yang harus dilakukan”, tetapi sebaliknya, ”melayani dan mendukung mereka”.
Negara Persemakmuran merupakan kumpulan 54 negara bekas koloni Inggris, dipimpin oleh Ratu Elizabeth II. Pada tahun 2018, para pemimpinnya secara resmi mengumumkan bahwa putranya dan ahli waris, yakni Pangeran Charles, akan mewarisi peran itu ketika dia menjadi raja kelak sepeninggal Ratu Elizabeth II.
Namun, William, ahli waris kedua takhta kerjaan, mengatakan bahwa ”siapa yang dipilih Persemakmuran untuk memimpin keluarga itu di masa depan bukanlah apa yang ada dalam pikiran saya”. ”Yang penting bagi kami adalah potensi yang dimiliki keluarga Persemakmuran untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi orang-orang yang membentuknya, dan komitmen kami untuk melayani dan mendukung sebaik mungkin,” tambahnya.
Perjalanan pasangan itu ke wilayah Karibia memang tidak mulus. Penampilan di hadapan publik guna menyongsong peringatan Platinum Jubilee Ratu Elizabeth II itu tidak sepenuhnya berjalan sesuai rencana. Di Belize, mereka membuat marah beberapa penduduk setempat. Hal itu terjadi setelah warga gagal berdialog tentang bagian dari rencana perjalanan mereka. Kedatangan keduanya juga kemudian memicu protes di Jamaika.
Para demonstran menuntut monarki membayar ganti rugi dan meminta maaf atas perannya dalam perdagangan budak di masa sebelumnya. Mereka menyatakan, perbudakan telah membawa konsekuensi bagi ratusan ribu orang Afrika. Mereka harus meninggalkan tanah kelahirannya untuk dibawa ke pulau itu, diperlakukan layaknya budak, dan harus bekerja keras dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Apa yang ditampilkan William-Kate selama kunjungannya juga menuai kritik karena dinilai membangkitkan aturan kolonial masa lalu. Salah satu yang dikritik keras adalah saat pasangan itu menyapa anak-anak melalui pagar rantai logam. Penampilan William berseragam militer saat berparade dengan jip terbuka juga mendapatkan kritik tajam. (AFP/REUTERS)