Barbados ”Bercerai” dari Ratu Elizabeth, Angkat Penyanyi Rihanna Jadi Pahlawan
Barbados tidak lagi mengakui Ratu Inggris Elizabeth II sebagai kepala negara. Mereka resmi menjadi republik dan berusaha membangun masa depan tanpa dibayang-bayangi era kolonialisme.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Barbados, negara di kawasan Karibia resmi ”bercerai” dengan Kerajaan Inggris dan Sang Ratu Elizabeth II. Mereka meninggalkan sistem monarki konstitusional dan berubah menjadi republik. Tepat pada Selasa (30/11/2021) pukul 00.00, sistem pemerintahan negara itu berubah.
”Kita adalah negara yang sudah merdeka selama 55 tahun. Tentu sudah terbukti bahwa Barbados mampu mengelola diri sendiri. Sudah waktunya sebagai bangsa kita meninggalkan sistem kolonial,” kata Dame Sandra Mason, Presiden Barbados yang dilantik, di Bridgetown, ibu kota Barbados.
Mason awalnya adalah Gubernur Jenderal Barbados, yaitu perwakilan Kerajaan Inggris yang ditunjuk langsung oleh Ratu Elizabeth II. Ia memenangi pemilihan umum presiden pada bulan Oktober lalu. Meskipun sebagai kepala negara, Mason tidak memiliki kewenangan politik karena semua urusan pemerintahan ditangani oleh Perdana Menteri Mia Mottley.
Keinginan Barbados untuk menjadi republik sudah muncul sejak tahun 2008. Sebelumnya, pada tahun 2005 mereka mengubah sistem peradilan. Sebagai negara anggota persemakmuran, segala perkara di pengadilan tertinggi harus dibawa ke Mahkamah Agung di London.
Per tahun 2005, Barbados resmi mengikuti Mahkamah Agung Karibia yang berlokasi di Trinidad dan Tobago. Barbados juga bukan negara pertama dari 54 anggota persemakmuran yang memutuskan menjadi republik. Trinidad dan Tobago, Dominika, Mauritius, serta Guyana sudah lebih dulu melakukannya.
Keputusan Barbados menjadi republik ini tidak memerlukan izin dari Kerajaan Inggris. Apalagi, baik Mason maupun Mottley sudah sejak tahun 2017 sama-sama berjanji mempercepat proses perubahan sistem pemerintahan tersebut.
Restu dari Buckingham
Dalam upacara kelahiran Barbados sebagai republik, turut hadir Pangeran Charles sebagai putra mahkota dan ahli waris Kerajaan Inggris. Ia mengatakan, Istana Buckingham mendukung keputusan rakyat Barbados untuk menjadi republik. Meskipun demikian, ia berharap silaturahmi kedua negara tetap berjalan, apalagi Barbados tidak keluar dari persemakmuran.
”Pembentukan negara republik ini menjadi awal yang baru,” kata Pangeran Charles. ”Dari hari-hari tergelap kita di masa lalu dan kekejaman perbudakan yang mengerikan yang terus menodai sejarah kita, rakyat pulau ini telah meretas jalan dengan ketabahan yang luar biasa.”
Ratu Elizabeth II tidak bisa hadir dan mengirimkan ucapan salam hangat bagi rakyat Barbados. Meski satu demi satu negara bekas jajahannya memisahkan diri, ia masih menjadi ratu dari 15 negara dan teritori, termasuk Australia, Kanada, dan Jamaika.
Kehadiran Charles dikritik masyarakat. Apalagi, Pemerintah Barbados memberinya anugerah tertinggi, yaitu Orde Kebebasan. Ketika diwawancara oleh harian Barbados Today, Sekretaris Jenderal Gerakan Perdamaian dan Integrasi Karibia David Denny menyayangkan hal tersebut.
”Ini adalah peristiwa bersejarah lahirnya Republik Barbados, semestinya tidak perlu mengundang perwakilan dari pemerintahan kolonial. Silakan saja jika keluarga Kerajaan Inggris datang ke Barbados di acara lain. Apalagi pemerintah memberi Pangeran Charles penghargaan kebebasan, ini hinaan bagi masyarakat yang berjuang melawan rasialisme,” tutur Denny.
Sejarah kelam perbudakan
Rakyat Barbados menyambut baik perubahan sistem pemerintahan di negara mereka. Inggris pertama kali menginjakkan kaki di Barbados pada tahun 1625. Pulau tropis yang indah ini menjadi saksi kejamnya sistem penjajahan dan perbudakan.
Inggris membawa budak-budak dari Afrika Barat untuk bekerja di ladang tebu. Gula dari hasil ladang ini adalah sumber kekayaan utama Kerajaan Inggris. Selain itu, penjajah Inggris juga membantai penduduk asli di kepulauan tersebut.
Perbudakan di Barbados dihapus pada tahun 1834. Akan tetapi, diskriminasi terhadap warga kulit berwarna masih terus berjalan. Barbados kemudian memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 30 November 1966. Oleh sebab itu, peringatan ke-55 kemerdekaan Barbados ini teramat istimewa karena mereka menyambut era baru sebagai republik.
Salah satu warga, Dennis Edwards, mengungkapkan kegembiraannya. Ia lahir dan menghabiskan masa kecil di Guyana sebelum pindah ke Barbados. Ketika Guyana menjadi republik pada 23 Februari 1970, negara itu masuk ke dalam krisis ekonomi karena perusahaan-perusahaan Inggris angkat kaki.
”Sekarang zaman berbeda. Barbados negara mandiri dan punya penghasilan yang tidak bergantung dari negara lain. Saya optimistis kita akan baik-baik saja,” kata Edwards kepada harian USA Today.
Rihanna menjadi pahlawan
Barbados sekarang dikenal sebagai negara paling makmur di Karibia. Negara itu juga kampung halaman dari bintang pop Rihanna. Bersamaan dengan pemisahan dari Kerajaan Inggris dan menjadi negara republik, Barbados mengangkat penyanyi topnya, Rihanna, sebagai pahlawan nasional.
Hal itu diumumkan Perdana Menteri Mia Mottley. Rihanna (33) diundang untuk hadir dalam upacara penganugerahan dirinya sebagai pahlawan Barbados. ”Semoga Anda terus bersinar seperti berlian dan membawa kehormatan bagi negara Anda lewat karya-karya, langkah-langkah Anda,” kata Mottley, merujuk pada salah satu lagu Rihanna berjudul ”Diamonds (Berlian)”.
Sebagai negara mandiri saat ini, penghasilan Barbados berasal dari pariwisata. Negara itu juga menjadi salah satu surga pajak global. Perekonomian mereka memang sedang terguncang akibat pandemi Covid-19. Angka pengangguran naik dari 9 persen menjadi 16 persen. Masyarakat berharap dengan menjadi pemerintahan yang mandiri segala kebijakan penanganan pandemi bisa lebih efisien. (AFP/REUTERS)