Kapal Perang AS Makin Sering Hadir di Laut China Selatan
Realitas geopolitik yang kompetitif dan melibatkan dua kekuatan besar, AS dan China, di kawasan sangat rentan terhadap ancaman perang besar.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
BEIJING, SABTU — Kapal perang Amerika Serikat mulai semakin sering hadir di wilayah konflik Laut China Selatan (LCS). Pada Sabtu (16/7/2022) ini, satu kapal perusak berpeluru kendali milik Angkatan Laut AS, yakni USS Benfold, berlayar di dekat Kepulauan Spratly. Pelayaran ini merupakan misi ”kebebasan navigasi” kedua AS di LCS dalam sepekan ini.
Sebelumnya, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China mengatakan, mereka telah mengusir kapal yang sama ketika berlayar di dekat Kepulauan Paracel, Rabu (13/7/2022). Kepulauan Spratly dan Paracel merupakan titik sengketa China dengan beberapa negara di sekitarnya. Belum ada komentar baru Beijing terkait kehadiran Benfold di Spratly.
”Pada 16 Juli, USS Benfold (DDG 65) menegaskan hak dan kebebasan navigasi di Laut China Selatan, dekat Kepulauan Spratly, (tindakan ini) konsisten dengan hukum internasional,” kata Armada ke-7 Angkatan Laut AS dalam satu pernyataan, seperti dikutip Reuters, Sabtu ini.
Dua hari lalu, Angkatan Laut AS mencuit di Twitter bahwa USS Benfold melakukan Operasi Kebebasan Navivasi (FONOP) sesuai hukum internasional. Dari sana kapal melanjutkan untuk operasi normal di perairan internasional.
USS Benfold sudah sering mondar-mandir di sekitar Paracel dan Spratly. Pada Januari 2022, Komando Teater Selatan PLA juga pernah memperingatkan kapal itu untuk menjauh dari Paracel. Saat itu China menyebut aksi AS melanggar dan mengganggu keamanan China.
Kapal perusak multimisi ini mampu melakukan peperangan antipesawat atau anti-aircraft warfare. Benfold adalah salah satu kapal pertama yang dilengkapi sistem pertahanan rudal balistik Aegis. Dalam latihan Stellar Daggers 2010, Benfold bisa menggunakan rudal balistik dan jelajah sekaligus.
AS belakangan ini telah secara teratur dan rutin melakukan apa yang disebutnya operasi ”kebebasan navigasi” di LCS. Tindakannya itu untuk menantang pembatasan jalur damai oleh China dan negara-negara pengeklaim lainnya di LCS. AS adalah negara luar kawasan yang sama sekali bukan pengeklaim.
Operasi kebebasan navigasi oleh USS Benfold ini terjadi bertepatan dengan ulang tahun ke-6 putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) yang menggugurkan klaim China di LCS, 12 Juli 2016. Putusan itu untuk menjawab gugatan yang diajukan Filipina pada 2013.
Beijing menolak putusan PCA dan mengajukan keberatan dengan melampirkan alasan dan bukti historis tentang kehadiran kapal-kapal China sejak 2.000 tahun lalu di LCS. Beijing mulai menggunakan batas-batas imajinernya pada 1947, yang disebut Sembilan Garis Putus-putus.
Dalam unjuk kekuatan yang jarang terjadi hingga awal 2022, AS dan sekutunya telah mengerahkan lima kapal induk (flattop), termasuk dua kapal induk nuklir, di LCS. Menurut Stavros Atlamazoglou, jurnalis dan kolumnis isu pertahanan dan keamanan nasional AS, kehadiran begitu banyak flattop di satu area diterjemahkan menjadi kemampuan serangan jarak jauh yang kuat.
Beijing sudah berulang kali mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak menghalangi kebebasan navigasi dan penerbangan di sana. Namun, langkah AS yang terus-menerus mengerahkan kapal perangnya di sekitar pulau-pulau sengketa di LCS dinilai Beijing sebagai tindakan sengaja untuk memprovokasi ketegangan.
LCS merupakan salah satu jalur niaga dunia yang bernilai 3 triliun-5 triliun dollar AS per tahun. China, yang sama sekali menolak keputusan PCA enam tahun silam itu, mengklaim 80-90 persen wilayah LCS. Klaimnya ditentang Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.
China telah membangun sejumlah pulau buatan di beberapa wilayah LCS, baik di Paracel maupun di Spratly. Itu termasuk termasuk bandara, pangkalan angkatan udara dan angkatan laut. Hal itu memicu kekhawatiran regional tentang niat Beijing memperluas teritorinya.
Namun, Kedutaan Besar China di Jakarta (Kompas.id, 15/7/2022) mengatakan, China menjunjung tinggi sistem dan tatanan internasional berdasarkan hukum internasional. Terkait negara-negara ASEAN, China akan terus bekerja sama mengelola perbedaan di laut dan menerapkan deklarasi tata berperilaku dan tengah merundingkan Kode Perilaku di LCS.
Pada Januari lalu, ketika menanggapi kehadiran USS Benfold di sekitar Paracel, Beijing menyebut itu sebagai bukti Washington hendak menekankan hegemoni militernya untuk merusak stabilitas regional. Beijing dengan tegas menuntut AS untuk segera menghentikan provokasi semacam itu atau AS akan menghadapi konsekuensi serius.
Dalam wawancara Kompas dengan beberapa narasumber pada Juni lalu terungkap, konflik di LCS berpotensi memicu perang terbuka. Komunikasi diplomatik antarnegara yang terlibat penting untuk membuat kawasan menjadi lebih stabil. Kerja sama untuk kemakmuran bersama harus dikedepankan.
Realitas geopolitik yang kompetitif dan melibatkan dua kekuatan besar, AS dan China, di kawasan sangat rentan terhadap ancaman perang besar. Konflik di LCS, seperti juga dalam isu Taiwan, bisa menjadi pemicu bagi perang terbuka yang melibatkan China dan AS serta sekutunya.
Gubernur Lemhannas Andi Widjanjato dan pemerhati Asia Pasifik/Indo-Pasifik dari Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiono, menyadari kerawanan di LCS dan dampaknya terhadap kawasan. ASEAN dan Indonesia harus tampil menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas.
Muhadi mendorong ASEAN dan negara-negara yang netral dan non-blok, seperti Indonesia, untuk terus memajukan kerja sama yang terbuka dan inklusif di mana AS dan China dilibatkan. Andi mengharapkan, konektivitas yang menjadi ciri geopolitik 5.0 harus menghasilkan integrasi dan penguatan globalisasi, bukan friksi. (REUTERS/AFP)