Duta Besar China untuk Indonesia yang baru datang, Lu Kang, meyakinkan Indonesia bahwa fokus kerja sama tetap pada pembangunan ekonomi, bukan hegemoni politik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang menyerahkan surat kepercayaan dari Pemerintah kepada Presiden Joko Widodo pada 2 Maret lalu. Ia menggantikan Duta Besar Xiao Qian yang telah menuntaskan masa jabatannya di Indonesia. Lu mengatakan, fokus kerja sama China-Indonesia tetap kepada pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pascapandemi Covid-19. Di dalamnya mencakup stabilitas kawasan Asia Pasifik sebagai prasyarat berjalannya pembangunan yang lancar.
”Landasan kerja sama ini adalah persamaan keadaan Indonesia dan China, yaitu sama-sama negara berkembang dan ekonomi baru global,” kata Lu dalam jumpa pers secara daring di Jakarta, Kamis (31/3/2022). Ia tiba di Indonesia pada 22 Februari 2022.
Menurut dia, terlepas perbedaan sistem politik yang dianut oleh kedua negara, Indonesia dan China memiliki tujuan serupa. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas wilayah serta kawasan merupakan prioritas pembangunan kedua negara. Tujuan pembangunan ini telah dibicarakan oleh Presiden Jokowi dan Presiden China Xi Jinping. Mereka telah bertemu 10 kali dan saling menelepon enam kali. Periode Januari-Maret 2022, Presiden Jokowi dan Xi sudah dua kali berbicara di telepon.
”Fokus China tetap mempererat hubungan ekonomi dan pembangunan. Pada 2021, di tengah pandemi Covid-19, neraca perdagangan Indonesia-China naik 58,67 persen. Artinya, hubungan kedua negara tetap baik dan semakin produktif,” ujar Lu.
Ia memaparkan data, selama sembilan tahun belakangan, China merupakan mitra dagang terbesar di Indonesia. Selain itu, enam tahun ini, China adalah negara tujuan ekspor nomor satu Indonesia. Presiden Jokowi terus mendorong agar China membeli produk-produk pertanian dan perikanan yang berkualitas dari Indonesia. Khusus untuk produk perikanan, China adalah negara tujuan ekspor nomor dua.
Terkait dengan situasi politik di Asia Pasifik, Lu menjabarkan, China tetap berpegang pada prinsip netralitas kawasan. Ini diterapkan dalam hubungan China dengan Indonesia, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dan kelompok 20 negara berperekonomian terbesar di dunia (G20). Setiap negara harus bebas memilih pola dan cara berkembang menurut kemampuan masing-masing. Jangan ada pemaksaan dari pihak luar untuk memilih kubu tertentu.
”Ini pula yang menjadi landasan China mendukung sikap Indonesia sebagai ketua G20 tahun 2022. Indonesia tetap setia pada moto ’Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat’ dan memastikan semua anggota G20 diundang, terlepas dengan konflik antara Rusia dan Ukraina,” ujar Lu.
Hal ini berkaitan dengan permintaan Amerika Serikat dan Australia kepada Indonesia agar tidak mengundang Rusia pada Konferensi Tingkat Tinggi G20. Negara-negara Barat mendesak supaya Rusia dikucilkan, tetapi Indonesia menolak permintaan tersebut.
Co-sherpa G20 Kementerian Luar Negeri Triansyah Djani pada awal Maret menerangkan, setiap organisasi memiliki spesifikasi isu masing-masing. Memaksa isu politik dan keamanan ke dalam forum ekonomi G20 akan membuat pembahasan, baik dalam konteks G20 maupun penyelesaian konflik Rusia-Ukraina, akan tidak bermutu karena setengah-setengah dan tidak pada tempatnya.
China mendukung sikap Indonesia. KTT G20 sangat penting berjalan lancar dan berbobot karena tiga pokok permasalahan tahun ini erat berhubungan dengan status China sebagai negara berkembang.
China dan Brasil mendukung komitmen Indonesia. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengeluarkan pernyataan, apabila Presiden Rusia Vladimir Putin datang ke KTT G20, ia tidak mau menemuinya. Adapun Presiden AS Joe Biden meminta Indonesia untuk turut mengundang Ukraina walaupun bukan anggota G20.
”China mendukung sikap Indonesia. KTT G20 sangat penting berjalan lancar dan berbobot karena tiga pokok permasalahan tahun ini erat berhubungan dengan status China sebagai negara berkembang, yakni pemulihan ekonomi, transisi energi, dan perdagangan elektronik,” ujar Lu.
Prinsip ini, lanjut dia, juga diterapkan untuk penanganan krisis Myanmar. Menurut Lu, ASEAN benar dengan tidak pernah mengucilkan anggotanya. Sebaliknya, ASEAN terus meminta agar Myanmar segera melaksanakan perundingan damai dan lima poin konsensus.
Perundingan juga merupakan langkah China menyelesaikan perselisihan dengan Indonesia terkait pengeboran di lepas pantai Natuna. Pembicaraan masih berlanjut. Demikian pula dengan negara-negara lain di Asia Tenggara yang mempermasalahkan intrusi kapal-kapal China di Laut China Selatan.
”Pada dasarnya, China memercayai Asia Pasifik adalah kawasan yang bebas dan terbuka. Oleh karena itu, kami menentang segala bentuk politik ataupun pakta yang bertujuan membangun kubu-kubu di kawasan,” ucapnya.