Pertempuran hegemoni antara Amerika Serikat dan China sebagai lakon konflik global mutakhir dan masa depan kembali menghangat setelah tenggelam oleh krisis Ukraina. Masing-masing bermanuver pekan ini.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
CANBERRA, SELASA - Pertempuran hegemoni antara Amerika Serikat dan China di Asia Pasifik akan ditandai dua manuver vital pekan ini. AS mengonsolidasikan kerja sama keamanan dengan Singapura. Sementara China bersiap-siap menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon.
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Gedung Putih, Washington DC, Selasa (29/3/2022) pagi waktu setempat atau Selasa malam Waktu Indonesia Barat. Sampai berita ini ditulis, pertemuan masih berlangsung.
Sehari sebelum bertemu Biden, Lee telah bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Pentagon. Berada di AS sejak akhir pekan lalu, Lee akan melanjutkan kunjungan hingga 2 April mendatang.
Dalam sambutan yang disampaikan di awal pertemuan dengan Austin, Lee mengatakan, Singapura dan AS memiliki ”hubungan pertahanan bilateral yang sangat baik dan sudah berlangsung lama”. Hal itu ia gambarkan sebagai ”elemen kunci” untuk kemitraan yang kuat di antara kedua negara.
”Kami memiliki keyakinan yang sama bahwa kehadiran AS di Asia Pasifik sangat penting bagi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran kawasan yang berkelanjutan, dan Singapura terus mendukung kehadiran militer AS di Asia,” katanya, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia.
Pada kesempatan yang sama, Austin mengatakan, Singapura tetap menjadi salah satu mitra pertahanan AS yang paling berharga. ”Kerja sama militer kami telah lama membantu memastikan keamanan di kawasan itu. Dukungan Singapura untuk pasukan AS adalah jangkar kehadiran AS di Indo Pasifik,” katanya.
Tahun 2019, kerja sama pertahanan AS-Singapura diperbarui setelah berlangsung hampir tiga dekade. Singapura menjadi lokasi penempatan pesawat patroli maritim multifungsi P-8 Poseidon dan sejumlah jet tempur AS, selain pangkalan militer di Guam, Pasifik.
China terus tumbuh menjadi adidaya baru dan pesaing utama AS dalam lanskap global untuk saat ini dan beberapa tahun mendatang. AS berusaha membendung pengaruh dan langkah China. Berepisentrum di Asia Pasifik, konflik kedua raksasa menyeret berbagai negara di kawasan dan luar kawasan yang memiliki kepentingan dan gradasi kedekatan berbeda-beda pada dua adidaya itu.
Sementara itu, Pemerintah China dan Pemerintah Kepulauan Solomon siap menandatangani perjanjian kerja sama. Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di Kepulauan Solomon, termasuk kunjungan kapal perang China.
PM Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare mengatakan, dokumen yang bocor itu adalah sebuah draf. Namun, dia menyatakan tidak akan mengungkapkan rincian dokumen final atas draf itu.
Dalam pidatonya di parlemen, Selasa, Sogavare menyatakan, negosiasi perjanjian keamanan Solomon dengan China tinggal finalisasi. ”Kami akan menyelesaikan dan menuntaskan sekarang. Dokumennya sudah siap ditandatangani.”
Kami akan menyelesaikan dan menuntaskan sekarang. Dokumennya sudah siap ditandatangani.
Sogavare sekaligus membantah laporan media Australia yang menyebutkan Kepulauan Solomon mendapat tekanan dari Beijing dalam kerja sama keamanan Kepulauan Solomin dan China. Ia juga menilai kecaman dari sejumlah negara terhadap pembicaraan kerja sama itu sebagai sebuah pelecehan.
”Ini benar-benar omong kosong. Saya merasa sangat terhina dicap tidak layak untuk mengelola urusan kedaulatan kami,” kata Sogavare kepada parlemen Solomon, sebagaimana dilaporkan media Australia, ABC, Selasa.
Dikutip dari media Australia, Sydney Morning Herald, Senin (28/3), PM Australia Scott Morrison telah menghubungi pemimpin Fiji dan Papua Niugini. Ia meminta kedua pemimpin negara tersebut untuk meyakinkan Pemerintah Kepulauan Solomon guna meninggalkan kesepakatan keamanannya dengan China. Alasannya, kesepakatan tersebut tidak diperlukan dan hanya membuat instabilitas politik berlanjut di negara itu.
”Laporan yang kami lihat tidak mengejutkan kami, tetapi merupakan pengingat akan tekanan dan ancaman terus-menerus yang hadir di wilayah kami terhadap keamanan nasional kami sendiri. Ini adalah masalah yang menjadi perhatian, kawasan tetapi tidak mengejutkan. Kami telah lama menyadari tekanan ini,” kata Morrison.
PM Selandia Baru Jacinda Ardern menyatakan, kemungkinan penempatan pasukan China di Kepulauan Solomon sebagai sesuatu yang ”sangat memprihatinkan”. ”Kami melihat tindakan seperti itu sebagai potensi militerisasi kawasan. Kami melihat sangat sedikit alasan dalam hal keamanan Pasifik untuk kebutuhan dan kehadiran seperti itu,” katanya.
Ardern mendesak pemimpin Kepulauan Solomon untuk juga memikirkan satu wilayah secara keseluruhan di kawasan Pasifik ”ketika mempertimbangkan hubungan keamanan negara”.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin di Beijing menyindir keberatan itu. Ia menyerang balik Australia yang membentuk aliansi militer di kawasan bersama AS dan Inggris, AUKUS.
”Mengapa beberapa individu khawatir tentang kerja sama China-Kepulauan Solomon ketika pemerintah dan masyarakat Kepulauan Solomon dengan tulus menyambutnya? Siapa yang telah mengirim pesawat dan kapal militer langsung ke depan pintu orang lain dan pamer kekuatan selama bertahun-tahun hingga mengancam kedaulatan dan keamanan negara terkait,” kata Wang.(AP/AFP/BEN/MHD)