China Waspadai Aliansi Eksklusif Buatan AS di Indo-Pasifik
Indo-Pasifik tidak boleh dijadikan arena permainan negara-negara besar. Semua harus memenuhi komitmen menghindari konfrontasi di kawasan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — Perang seperti di Rusia-Ukraina bisa meletus di Indo-Pasifik jika ada pelanggaran kedaulatan negara lain di kawasan. Apalagi, kini kawasan sedang mengalami perlombaan senjata hampir oleh semua pihak.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyampaikan pesan soal kedaulatan itu secara terpisah, Senin (7/3/2022). ”Untuk menyelesaikan masalah Ukraina perlu menjunjung tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melindungi dan menghormati kedaulatan dan keutuhan semua negara,” kata Wang dalam konferensi pers khusus soal kebijakan luar negeri China yang dihadiri perwakilan berbagai media di Beijing.
Ia menyindir fakta bahwa sejumlah negara pendukung keutuhan wilayah Ukraina menetapkan standar ganda. Sebab, negara-negara itu mendukung gerakan pemisahan wilayah di sejumlah negara lain.
”Standar ganda amat jelas ditunjukkan sebagian orang, yang sangat vokal soal kedaulatan dalam masalah Ukraina, sembari terus melemahkan kedaulatan dan keutuhan wilayah China,” katanya sebagaimana dikutip Xinhua, CGTN, dan Global Times.
Wang juga menyoroti pembentukan aliansi-aliansi eksklusif oleh Amerika Serikat di Indo-Pasifik. Aliansi-aliansi itu semakin menyulitkan upaya mendorong multilateralisme di kawasan. Aliansi itu juga menitikberatkan pada isu militer. Ini merujuk terutama pada Aukus dan Panca Netra yang dibentuk AS dengan sejumlah negara di kawasan. Sementara Quad, yang juga dibentuk AS, merupakan forum kerja sama militer dan nonmiliter.
AS, sebagaimana disebut Wang, juga ingin membentuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) versi Indo-Pasifik. ”Tujuan sejati strategi Indo-Pasifik (yang dikeluarkan AS) untuk membentuk NATO, mempertahankan sistem hegemonik yang dipimpin AS, berdampak pada struktur kerja sama kawasan, dan merusak kepentingan jangka panjang,” katanya.
Tujuan sejati strategi Indo-Pasifik (yang dikeluarkan AS) untuk membentuk NATO, mempertahankan sistem hegemonik yang dipimpin AS, berdampak pada struktur kerja sama kawasan, dan merusak kepentingan jangka panjang.
Wang mengingatkan, Indo-Pasifik tidak boleh dijadikan arena permainan negara-negara besar. Semua harus berkomitmen menghindari konfrontasi di kawasan. Sayangnya, sejumlah negara cenderung menghindari itu.
”AS mengaku mempromosikan kerja sama, faktanya malah mendorong permusuhan. Mereka mengaku menjunjung hukum internasional, faktanya malah membuat dan memaksakan aturan untuk kepentingan sendiri sendiri dan memaksakannya,” tuturnya.
Sementara Morrison, dalam wawancara khusus dengan Direktur Eksekutif Lowy Institute Michael Fullilove, menuding China salah satu yang paling berperan memicu konfrontasi di kawasan.
”Pertumbuhan kekuatan dan pengaruh China adalah fakta. Hal yang kami soroti adalah cara Beijing menggunakan kekuatan itu. Tidak diragukan China semakin memaksakan kehendak dan menggunakan kekuatan dengan cara yang membuat cemas negara-negara di kawasan,” ujarnya.
Australia antara lain prihatin dengan peningkatan pembangunan kekuatan militer di Laut China Selatan. ”Kami juga cemas dengan peningkatan ketegangan di Selat Taiwan. Australia sejak lama mendukung status quo yang melandasi keamanan dan kesejahteraan kawasan. Status ini sekarang diganggu China,” katanya.
Morrison juga mengungkap sejumlah rencana belanja pertahanan Australia. Canberra akan membangun pangkalan baru untuk kapal selam bertenaga nuklir yang dijanjikan AS dan Inggris kepada Australia. Canberra akan mengucurkan 7,4 miliar dollar AS untuk membangun pangkalan baru yang lokasinya belum ditentukan itu.
Sementara rencana pengadaan 8 kapal selam bertenaga nuklir yang didapat dari Aukus masih akan dibahas lebih lanjut. Morrison memastikan, keputusan soal kapal selam akan dibuat setelah pemilu Australia pada Mei 2022. Canberra sudah sepakat dengan London dan Washington untuk berunding selama 18 bulan sejak September 2021 soal pengadaan kapal selam itu. Setelah perundingan selesai, baru pembuatan dimulai.
Anggaran pertahanan Australia 2022 melonjak menjadi 36,7 miliar dollar AS. Pada 2019, Canberra hanya mengalokasikan 27,8 miliar dollar AS untuk belanja pertahanan. Australia berencana terus meningkatkan belanja pertahanannya. Dana itu antara lain akan dipakai untuk membeli rudal Tomahawk generasi terbaru. Ada pula dana untuk pengembangan rudal domestik.
Sementara, belanja pertahanan China jauh lebih besar. Beijing mengalokasikan 230 miliar dollar AS untuk belanja pertahanan 2022. Dana itu antara lain akan dipakai untuk menyelesaikan pembangunan kapal induk ketiga. Kini, China sudah punya dua kapal induk yang secara bergantian beroperasi di Laut China Selatan.
Beijing juga disebut akan memacu produksi jet tempur J-20 yang dituding sejumlah pihak sebagai tiruan F-22 dan F-35. China disebut sudah punya 150 J-20 yang dibuat bertahap sejak 2009.
International Institute of Strategic Studies (IISS) dan Stockholm International for Peace Research Institute (SIPRI) menyebut, China punya total 2.100 jet tempur buatan Rusia dan domestik. Sebagian jet buatan China dikembangkan dari Sukhoi buatan Rusia. Mayoritas jet tempur hingga helikopter China kini buatan dalam negeri.
Beijing juga membuat beragam kelas kapal perang. Kapal perang terbaru China adalah Hainan yang dirancang sebagai kapal serbu pendarat sekaligus pengangkut helikopter. Mulai dioperasikan sejak April 2021, Hainan telah dipakai latihan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) beberapa bulan terakhir. Angkatan Laut PLA terus meningkatkan jangkauan operasinya. Pada Februari 2022, mereka berlatih ke Laut Arafura yang berada di dekat Papua, Indonesia.
Dana itu juga untuk memutakhirkan persenjataan nuklirnya. Cadangan hulu ledak nuklir Beijing tidak sampai 300 dan tidak semuanya dalam kondisi siap meluncur sewaktu-waktu. China dilaporkan tengah membangun ratusan peluncur darat. (AFP/REUTERS)