Di tengah panas kecamuk perang di Ukraina, bara konflik di belahan dunia patut diwaspadai. Rivalitas AS-China terus berebut hegemoni di kawasan Asia Pasifik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sebulan terakhir, perhatian dunia tersedot pada perang di Ukraina, yang meletus sejak serangan Rusia ke negara itu, 24 Februari 2022. Perundingan kedua negara sudah digelar beberapa kali, termasuk di Istanbul, Turki, awal pekan ini. Namun, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir dalam waktu dekat. Dampak perang juga semakin kompleks, terutama yang dialami negara-negara Eropa.
Meski demikian, bukan berarti negara lain, terutama di kawasan Asia Pasifik, terbebas dari ancaman konflik. Selain ikut memikul dampak secara tak langsung, dalam bentuk kenaikan harga energi dan komoditas lain, negara di Asia Pasifik terus mewaspadai rivalitas dua kekuatan dunia: Amerika Serikat dan China.
Persaingan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu memanas dalam beberapa tahun terakhir, bahkan jauh sebelum konflik antara Rusia dan Barat mencapai kulminasi titik didihnya dalam perang di Ukraina. Sedemikian luas dimensi konflik AS dan China, sebagian pengamat telah mengategorikan rivalitas keduanya sebagai ”Perang Dingin baru”.
Konflik di Ukraina, yang kerap disebut menjadi penanda era baru ”akhir pasca-Perang Dingin”, bisa menambah kompleksitas persaingan AS-China itu. Tak tertutup kemungkinan, jika tak mampu dikelola oleh semua pihak, rivalitas AS-China bisa berubah menjadi konflik panas. Mengutip John J Mearsheimer dari Universitas Chicago, AS, di jurnal Foreign Affairs (November/Desember 2021), tak mungkin lagi terelakkan, konflik dua negara itu pun menjadi tragedi politik kekuatan besar (tragedy of great-power politics).
Satu percikan bara rivalitas AS-China di Asia Pasifik berlangsung pekan ini. Seperti diberitakan, Rabu (30/3/2022), China memperkuat cengkeraman pengaruh di Pasifik dengan menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon. Dalam draf perjanjian yang bocor, sesuai kesepakatan, China mendapat lampu hijau membangun pangkalan angkatan laut di Kepulauan Solomon.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare di parlemen, Selasa (29/3/2022), membantah laporan tentang kesepakatan soal pangkalan militer China itu. Tak pelak situasi ini membuat Australia—mitra utama—AS, serta Selandia Baru waswas. Washington dan kedua negara itu menyatakan keprihatinan.
AS juga terus memperkokoh pengaruh dan kehadirannya di kawasan ini. Singapura, negeri tetangga kita, menghamparkan karpet merahnya bagi kehadiran AS. Kunjungan PM Singapura Lee Hsien Loong ke Washington DC dan pernyataan dukungan ”kehadiran militer AS di Asia” menegaskan hal itu.
Masih banyak dan bertebaran titik konflik AS-China di wilayah lain Asia Pasifik, mulai dari isu Taiwan, Laut China Selatan, hingga jalur-jalur maritim antara China dan Teluk Persia. Jika tidak dikelola secara hati-hati atau ditangani secara ceroboh, bara konflik dua kekuatan besar di Asia Pasifik itu bisa berubah jadi konflik mematikan, seperti di Ukraina.