Draf Rampung, Kepulauan Solomon-China Segera Teken Perjanjian Keamanan
Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di Kepulauan Solomon. Kehadiran itu, antara lain, termasuk kunjungan kapal perang-kapal perang China.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
CANBERRA, SELASA — Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare, Selasa (29/3/2022), menegaskan bahwa kecaman terhadap negosiasi di bidang keamanan antara negaranya dan China adalah hal yang ”sangat melecehkan”. Ia menyatakan, kesepakatan keamanan dengan Beijing sudah siap untuk ditandatangani.
Dalam pidatonya di parlemen, Sogavare membantah laporan-laporan media yang menyebutkan bahwa Kepulauan Solomon mendapat tekanan untuk mengizinkan Beijing membangun pangkalan Angkatan Laut China di negara pulau Pasifik tersebut. Ia tidak mau membeberkan detail isi kesepakatan dengan China.
”Tidak ada maksud apa pun... untuk meminta China membangun pangkalan militer di Kepulauan Solomon,” ujar Sogavare.
Ia membantah laporan media-media Australia yang menyebut Kepulauan Solomon ditekan oleh China yang ingin membangun pangkalan militer di sana. ”Dari mana datangnya omong kosong ini? Perjanjian keamanan ini... dibuat atas permintaan Pemerintah Kepulauan Solomon,” kata Sogavare. ”Kami tidak mendapat tekanan sama sekali oleh mitra-mitra kami.”
Versi draf kesepakatan keamanan antara Kepulauan Solomon dan China mengejutkan Australia dan Selandia Baru. Draf itu menyebutkan, adanya pemberian lampu hijau untuk pengerahan pasukan keamanan dan Angkatan Laut China ke Kepulauan Solomon. Selain Australia dan Selandia Baru, Amerika Serikat juga menyuarakan keprihatinan atas kesepakatan tersebut.
Saat ditanya di parlemen mengenai status kesepakatan dengan China, Sogavare menjawab, ”Kami akan menyelesaikan dan menuntaskan sekarang. Dokumennya sudah siap ditandatangani.”
”Kami peka terhadap persepsi buruk yang dipegang oleh banyak pemimpin bahwa keamanan kawasan terancam oleh kehadiran China di kawasan itu,” kata Sogavare kepada parlemen Solomon sebagaimana dilaporkan media Australia, ABC, Selasa (29/3/2022).
”Ini benar-benar omong kosong. Saya merasa sangat terhina dicap tidak layak untuk mengelola urusan kedaulatan kita.” Sogavare mengonfirmasi kepada parlemen nasionalnya bahwa negosiasi perjanjian keamanan Solomon dengan China telah selesai. Namun, perjanjian itu belum ditandatangani kedua belah pihak.
Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di Kepulauan Solomon. Kehadiran itu termasuk dapat berupa kunjungan kapal perang China. Sogavare mengatakan, dokumen yang bocor itu adalah sebuah draf. Namun, dia menyatakan tidak akan mengungkapkan rincian dokumen final atas draf itu.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan keprihatinannya dengan mengatakan pasukan keamanan dan metode keamanan China tidak perlu diekspor. Adapun PM Australia dan Selandia Baru pada Senin (28/3/2022) menyuarakan keprihatinan tentang potensi kehadiran militer China di Kepulauan Solomon.
PM Australia Scott Morrison berbicara dengan PM Selandia Baru Jacinda Ardern dan rekan-rekannya di Papua Niugini dan Fiji tentang kesepakatan potensial Kepulauan Solomon-China itu. ”Laporan yang kami lihat tidak mengejutkan kami, tetapi merupakan pengingat akan tekanan dan ancaman terus-menerus yang hadir di wilayah kami terhadap keamanan nasional kami sendiri,” kata Morrison. ”Ini adalah masalah yang menjadi perhatian, kawasan tetapi tidak mengejutkan. Kami telah lama menyadari tekanan ini.”
Ancaman militerisasi kawasan
Ardern menggambarkan kemungkinan pasukan militer China yang ditempatkan di Kepulauan Solomon sebagai sesuatu yang ”sangat memprihatinkan”. ”Kami melihat tindakan seperti itu sebagai potensi militerisasi kawasan. Kami melihat sangat sedikit alasan dalam hal keamanan Pasifik untuk kebutuhan dan kehadiran seperti itu,” katanya.
Ardern mendesak pemimpin Kepulauan Solomon untuk juga memikirkan satu wilayah secara keseluruhan di kawasan Pasifik ”ketika mempertimbangkan hubungan keamanan negara”.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menepis kekhawatiran itu. Ia mengatakan bahwa kerja sama antara China dan Kepulauan Solomon telah disambut hangat oleh pemerintah dan rakyat Solomon. ”Tidak ada upaya untuk mengganggu dan merusak kerja sama yang saling menguntungkan antara China dan negara-negara Kepulauan Pasifik yang akan berhasil,” kata Wang kepada wartawan pada briefing harian di Beijing pada awal pekan ini.
Di bawah ketentuan rancangan perjanjian, China dapat mengirim polisi, personel militer, dan angkatan bersenjata lainnya ke Kepulauan Solomon. Hal itu dimungkinkan dengan tujuan ”untuk membantu menjaga ketertiban sosial” dan untuk berbagai alasan lainnya.
China juga dapat mengirim kapal ke pulau-pulau tersebut untuk singgah dan untuk mengisi kebutuhan yang diperlukan di dalam kapal. Rancangan perjanjian itu juga menetapkan bahwa China perlu menandatangani informasi apa pun yang dirilis tentang pengaturan keamanan bersama, termasuk pada konferensi pers.
Perjanjian bilateral
Kepulauan Solomon berpopulasi 700.000 jiwa. Pemerintah kepulauan itu pada 2019 mengalihkan kesetiaan diplomatiknya dari Taiwan ke Beijing. Langkah itu merupakan faktor utama penyebab kerusuhan di negara itu pada November tahun lalu. Polisi Australia telah berada di ibu kota Kepulauan Solomon, Honiara, untuk menjaga perdamaian sejak saat itu di bawah perjanjian keamanan bilateral yang ditetapkan pada tahun 2017. Perjanjian ini memberikan dasar hukum atas pengerahan cepat polisi Australia, pasukan militer, dan warga sipil terkait jika terjadi tantangan keamanan besar.
Pada tahun 2017, ketika polisi dan tentara Australia meninggalkan Kepulauan Solomon setelah 14 tahun, kedua negara menandatangani sebuah perjanjian bilateral. Isinya adalah memungkinkan warga Australia untuk kembali dalam waktu singkat atas undangan PM Kepulauan Solomon. Aparat keamanan Australia telah berada di Honiara dalam beberapa jam setelah Sogavare meminta bantuan pada November lalu.
Australia memimpin pasukan polisi dan pasukan Kepulauan Pasifik di bawah Misi Bantuan Regional ke Kepulauan Solomon dari 2003 hingga 2017. Ini termasuk 2.300 polisi dan tentara dari 17 negara yang diundang oleh Pemerintah Solomon. Pengerahan itu berhasil mengakhiri konflik yang menewaskan 200 orang.
Pemimpin oposisi Solomon, Matthew Wale, mengatakan, dia memperingatkan Komisaris Tinggi Australia Lachlan Strahan pada Agustus tahun lalu. Isi peringatannya adalah bahwa Pemerintah Kepulauan Solomon sedang merundingkan perjanjian keamanan dengan Beijing yang dapat mengarah pada pendirian pangkalan militer China di sana. ”Secara pribadi, saya sangat kecewa dengan Australia dalam masalah ini. Saya pikir Australia melihat hal itu akan menjadi kenyataan,” kata Wale. (AP/AFP)