China tidak hanya menolak desakan Amerika Serikat untuk mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia. China bahkan mengejek keputusan Washington dan sekutunya yang menjatuhkan berbagai sanksi secara kalap terhadap Rusia.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
BEIJING, SABTU — China kembali menegaskan penolakan untuk mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia selepas perang meletus di Ukraina. Sanksi, menurut sejumlah pakar di Amerika Serikat, justru bisa membahayakan sejumlah pihak di luar Rusia. Pendekatan yang harus diutamakan adalah dialog ketimbang terus memanasi keadaan dengan memasok berbagai persenjataan dan milisi ke medan perang.
Presiden China Xi Jinping menegaskan sikap negaranya kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Jumat (18/3/2022) malam. Mereka berbincang hampir dua jam tentang Ukraina dan Taiwan melalui telekonferensi video.
Pernyataan resmi Gedung Putin menyebutkan bahwa komunikasi Biden-Xi fokus pada invasi Rusia ke Ukraina. Biden memaparkan pandangan AS dan negara-negara sekutunya terhadap krisis tersebut. Biden juga menyampaikan detail upaya mencegah dan merespons invasi, termasuk menerapkan sanksi kepada Rusia.
Biden dalam percakapan dengan Xi juga disebutkan menggambarkan konsekuensi jika China memberikn dukungan material kepada Rusia. Hal ini menjadi semacam ancaman karena selama ini China menolak menerapkan sanksi kepada Rusia.
Sementara Xi, sebagaimana dilaporkan Xinhua dan Global Times, mendorong AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berbicara dengan Rusia. Lewat pembicaraan itu, akar persoalan yang melatari perang di Ukraina bisa diselesaikan.
Pemikiran XI ini sejalan dengan pandangan pakar Hubungan Internasional dari Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago, John Mearsheimer. Menurut Mearsheimer, krisis Ukraina sejatinya merupakan kesalahan AS dan negara-negara Barat.
AS ingin terus memperluas hegemoninya melalui eksistensi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sampai ke perbatasan Rusia. Langkah ini dilawan Moskwa karena menganggapnya sebagai ancaman terhadap kepentingan strategis nasional Rusia. Rusia sudah memperingatkan AS dan NATO sejak 2008. Namun, karena tak kunjung tak dihiraukan, Rusia melancarkan serangan ke Ukraina per 24 Februari 2022. Ukraina sebagai proksi menjadi korban paling terdampak.
Xi sekali lagi juga menegaskan bahwa China tidak setuju dengan sanksi yang dijatuhkan AS dan sekutunya kepada Rusia.
Xi sekali lagi juga menegaskan bahwa China tidak setuju dengan sanksi yang dijatuhkan AS dan sekutunya kepada Rusia. Menurut Xi, sebagaimana dikutip Xinhua dan Global Times, Washington dan sekutunya menetapkan sanksi secara serampangan kepada Rusia.
”Krisis Ukraina bukanlah hal yang ingin kami lihat. Peristiwa di medan perang seharusnya tidak pernah terjadi. Konflik dan konfrontasi bukan kepentingan siapa pun. Kedamaian dan keamanan yang diinginkan komunitas internasional,” kata Xi.
Sejumlah pejabat AS dan China mengakui, percakapan itu atas permintaan AS. Sebelum percakapan, sejumlah pihak di AS, pejabat, hingga pengamat mendesak China agar ikut mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Beijing berulang kali menolak tekanan itu.
Pengajar pada China Foreign Affairs University, Li Haidong, menyebut desakan AS ke China mencerminkan kecemasan Washington dan AS butuh bantuan China dalam masalah Ukraina. ”Pertemuan itu lebih penting bagi Biden dibandingkan bagi Xi,” ujarnya kepada Global Times.
Ia menyebutkan, AS amat berperan dalam menciptakan masalah yang kini tidak bisa ditanganinya di Ukraina. Oleh karena itu, Washington mencoba mencari bantuan ke sana-sini. ”Kalau AS berpikir bisa menekan China dalam masalah Ukraina, jelas mereka tidak paham kenyataan dan terlalu banyak mengkhayal,” katanya.
China tidak hanya menolak desakan mengecam dan menjatuhkan sanksi atas Rusia. Beijing bahkan mengejek keputusan Washington dan sekutunya menjatuhkan berbagai sanksi terhadap Rusia tersebut.
”Saya dengar kucing dan Tchaikovsky (komposer Rusia dari abad ke-19, Pyotr Ilyich Tchaikovsky) juga disanksi. Tchaikovsky sudah lama meninggal dan tidak ada hubungannya dengan kejadian sekarang. Kejahatan apa yang dilakukan kucing Rusia dan Tchaikovsky sehingga mereka ikut disanksi?” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam konferensi pers reguler kepada jurnalis di China, Jumat (18/3/2022).
Sindirin itu disampaikan merujuk pada keputusan sejumlah pihak di Eropa yang melarang penyajian karya-karya Tchaikovsky dan banyak seniman Rusia lainnya. Keputusan itu disebut sebagai dukungan terhadap Ukraina.
”Seharusnya AS jangan berusaha memojokkan dan menekan China yang tidak ada hubungan langsung dengan masalah itu. Langkah itu menunjukkan kemunafikan dan tujuan jahat untuk cuci tangan serta mendapat keuntungan dari krisis ini,” ujarnya.
Sejak awal, China selalu menegaskan bahwa sikapnya konsisten mendorong dialog dan mencari solusi diplomatik dalam masalah Ukraina. China memilih memasok bantuan kemanusiaan dibandingkan dengan persenjataan untuk Ukraina. Beijing mengecam sejumlah negara yang terus memasok aneka persenjataan dan milisi ke Ukraina.
Selama tiga pekan perang Ukraina, Washington telah menjanjikan pasokan persenjataan senilai total 1,35 miliar dollar AS untuk Kiev. Sebelum itu, Washington telah memasok sejumlah persenjataan bernilai 2,5 miliar dollar AS ke Kiev sejak 2014. Sekutu AS juga memasok aneka persenjataan ke Ukraina.
Apakah pasokan senjata AS membawa kestabilan dan keamanan di Ukraina? Jangan-jangan malah menyebabkan lebih banyak warga Ukraina tewas?
”Apakah pasokan senjata AS membawa kestabilan dan keamanan di Ukraina? Jangan-jangan malah menyebabkan lebih banyak warga Ukraina tewas? Apakah orang Ukraina tidak lebih butuh makanan dan selimut dibandingkan dengan peluru dan senjata? Mudah menjawab semua pertanyaan itu jika sedang waras,” ujar Zhao.
Sementara dalam dengar pendapat oleh Komisi Kajian Keamanan dan Ekonomi AS-China, lembaga bentukan Kongres AS terungkap bahwa AS akan semakin terpukul jika menjatuhkan sanksi terhadap China gara-gara perang Ukraina. Dengar pendapat digelar di tengah desakan menjatuhkan sanksi kepada China yang menolak mendukung sikap AS dan sekutunya soal Rusia.
Dengar pendapat sebelum percakapan Biden-Xi juga menghadirkan dua pakar. Mereka adalah pengajar Sekolah Staf Komando AL AS Emily Meierding dan peneliti Center for Strategic and International Studies Edward Chow.
Ketergantungan pada minyak dan gas impor akan membuat Beijing menganggap setiap hambatan pada impor kedua komiditas itu sebagai ancaman nasional. Jika AS memaksakan sanksi kepada China, Beijing dan Moskwa berpeluang menghasilkan ekosistem perdagangan minyak yang tidak melibatkan Washington dan sekutunya.
Hal itu justru merugikan Washington dan sekutunya. Sebab, selama puluhan tahun AS dan sekutunya mengendalikan energi global. ”Lebih baik terus berhubungan dengan China,” katanya.
Chow mengatakan, Washington perlu melihat dalam jangka panjang. Sanksi atau sekadar ancaman menjatuhkan sanksi yang digunakan secara berlebihan justru akan kontraproduktif terhadap kepentingan AS. ”Kebijakan AS yang pintar akan berusaha menonjolkan perbedaan di antara kedua negara itu dibandingkan dengan mendorong mereka bersama,” katanya. (AFP/AP/REUTERS/RAZ)