Hanya China yang Bisa Menghentikan Serangan Rusia?
Kissinger sendiri pernah menuliskan kesaksiannya, ”Duet China-AS dimulai sebagai sebuah aspek dalam taktik Perang Dingin, relasi itu berkembang menjadi sentral dalam evolusi tatanan global baru.”

Simon Saragih, wartawan senior Kompas
Bagaimana mengakhiri konflik Rusia-Ukraina? Ini pertanyaan penting mengingat konflik tersebut turut memberi efek pada perekonomian global, antara lain lewat kenaikan harga-harga komoditas global. Demi alasan kemanusiaan dan hak Ukraina untuk berdaulat, Rusia memang harus menghentikan perang.
Hanya saja, bagaimana membuat Rusia menghentikan serangan. Sanksi Barat dan kecaman dunia belum berhasil membuat Rusia melepas cengkeraman atas Ukraina. Salah satu alternatif untuk menghentikan konflik adalah peran China.
Stephen S Roach, ekonom dari Yale University, menulis artikel di Project Syndicate, 7 Maret, berjudul ”Only China Can Stop Russia”. Roach menyebutkan, hanya China yang bisa menghentikan serangan Rusia. Pesan serupa muncul di situs The Conversation, 10 Maret. Di situs itu, Erick Duchesne, profesor politik dari Universite Laval (Quebec City), menuliskan artikel berjudul ”Why China could become a mediator in negotiations between Russia and Ukraine”. Pendapat dua pakar ini memiliki dasar pemikiran logis, entah kita suka atau tidak suka.
Mengapa China? Rusia telah didera sanksi dan kecaman banyak negara. Hanya saja Rusia memiliki China. Dan relasi China-Rusia sesolid batu karang, seperti disampaikan Presiden Xi Jinping hingga Menteri Luar Negeri Wang Yi (Xinhua, 7 Maret 2022). Rusia bisa bersandar pada relasi China secara ekonomi dan psikologi dalam konteks relasi internasional. Dengan demikian, Rusia tidak terisolasi total dari dunia. Wang Yi menambahkan, "Sejarah dan dinamika politik internasional membuat hubungan kedua negara menjadi erat."

Warga yang mengendarai sepeda melewati prajurit Ukraina yang berjaga di pos pemeriksaan militer di pusat kota Kiev, Ukraina, Selasa (15/3/2022). Delegasi Rusia dan Ukraina melanjutkan pembicaraan pada Selasa di tengah serangan Rusia yang meningkat di Kiev dan wilayah lainnya. Perang Rusia-Ukraina telah memasuki pekan ketiga.
China sendiri tentu turut menyatakan prihatin dengan situasi Ukraina. Akan tetapi, China sudah menyebutkan, apa pun situasi di Ukraina, hal itu tidak akan meregangkan hubungan dengan Rusia. Artinya, China sulit bersikap seperti Barat. Meski demikian, China tetap menyatakan kesediaan untuk menengahi konflik Rusia-Ukraina. China berkepentingan untuk turut serta bersama komunitas internasional guna mendamaikan Rusia-Ukraina. ”Upaya ekstra harus dilakukan untuk mendorong penyelesaian kemelut Rusia-Ukraina,” demikian Perdana Menteri China Li Keqiang, Jumat, 11 Maret 2020.
Kalkulasi
Akan tetapi, niat China mendamaikan Rusia-Ukraina diduga kuat akan sarat dengan kalkulasi. Kalkulasi ini berkorelasi dengan persaingan geopolitik, seperti disinggung Roach dan Duchesne. Relasi kuat China dan Rusia juga terbentuk karena sama-sama menjadi ”musuh” AS dalam pertarungan geopolitik. Hal lain yang diduga menjadi bagian dari kalkulasi China adalah kedaulatan wilayah, dalam hal ini Taiwan agar jangan diusik.
Di luar kalkulasi itu, tentu China memiliki kepentingan untuk merelai Rusia-Ukraina. China telah menegaskan kedaulatan Ukraina seperti dinyatakan Dubes China untuk Ukraina Fan Xianrong. Asas kemanusiaan universal yang selalu didengungkan China menjadi pengikat bagi China untuk menengahi konflik (Lunting Wu lewat artikel berjudul ”China Cannot Condone Russia’s Aggression in Ukraine”, The Diplomat, 2 Maret 2022).
”Akan tetapi, penerapan prinsip ini tidak serta-merta mendorong Beijing melakukan kecaman keras atas Rusia (terkait serangan ke Urkaina),” demikian Duchesne. Rusia adalah sekutu strategis China di forum internasional dan Dewan Keamanan PBB.
China ingin mendapatkan sejumlah konsesi dari AS, termasuk untuk kepentingan geopolitik, relasi internasional yang setara, kedaulatan wilayah, dan pembangunan domestik China itu sendiri. Salah satu konsensi nyata yang diduga menjadi keinginan China terkait perdagangan bilateral AS-China. Perang tarif AS-China telah memberi tekanan. Omzet perdagangan bilateral AS-China memang terus meningkat menjadi 750 miliar dollar AS pada 2021, naik 20 persen dari 2020. Akan tetapi China berkepentingan agar perang tarif dagang dihentikan.

Di tengah gempuran Rusia, Ukraina mendapatkan dukungan dari tiga negara, yakni Polandia, Ceko, dan Slovenia. Para perdana menteri dari ketiga negara itu mengunjungi Ukraina dan bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Selasa (15/3/2022).
PM Li Keqiang mengatakan ingin mengontak Amerika Serikat guna mendiskusikan perang tarif perdagangan bilateral. Targetnya, agar AS mau menurunkan tarif impor komoditas asal China. Rencana ini sudah dibahas sejak Joe Biden dilantik menjadi Presiden AS pada Januari 2021. Akan tetapi, realisasi pertemuan terkait itu, baik daring maupun langsung, hingga kini belum ada (Kompas, halaman 4, edisi 12 Maret 2022).
Meski demikian, ada nuansa ke arah rekonsiliasi atas kemelut dagang AS-China. Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mengonfirmasikan kesediaan meninjau ulang relasi dagang China (Bloomberg, 5 Maret).
Apa lagi yang menjadi syarat bagi China untuk memainkan peran? China harus memahami status persahabatannya dengan Rusia. Maka China menyuarakan agar sanksi Barat kepada Rusia tidak mengalami peningkatan. China menyebutkan bahwa persepsi soal rasa keamanan oleh Rusia terancam akibat kedekatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan Ukraina. Persepsi ancaman oleh Rusia itu diduga mengkristal akibat rencana perluasan keanggotaan NATO yang mengarah ke Ukraina. Oleh China, isu itu disebut sebagai faktor pendorong serangan Rusia. ”Aksi pimpinan AS lewat NATO telah mendorong tensi Rusia-Ukraina ke titik rawan,” kata jubir Kementerian Luar Negeri, Zhao Lijian (Xinhua, 10 Maret).
Baca Juga: Militer Rusia Menghadapi Kekuatan Ukraina dan NATO
Dengan demikian, China diduga pasti mendukung tuntutan Rusia agar Urkaina jangan diusik oleh Barat.
Apa lagi yang menjadi konsesi tuntutan China? Tentu di dalamnya ada keinginan agar AS tidak menyulut permusuhan lewat strategi AS di Asia. Ini logis menjadi kalkulasi China, jika diminta memainkan peran mendamaikan Rusia-Ukraina.
AS-China pernah berkolaborasi
Maukah Presiden Biden mengakomodasi keinginan China? Sejauh ini, Biden dan AS menuduh China tidak berpihak kepada komunitas dunia untuk menekan Rusia. Akan tetapi, China menegaskan, peran sebagai penengah tidak boleh atas nama satu pihak atau kepentingan satu pihak, dalam hal ini Barat. Kepentingan semua pihak, termasuk kepentingan Rusia dan Ukraina, harus dihormati. Ini sikap China.

Foto Presiden Rusia Vladimir Putin tergantung di tempat latihan sasaran menembak di Lviv, Ukraina, Kamis (17/3/2022). Invasi Rusia ke Ukraina memasuki minggu keempat pada hari Kamis dengan sebagian besar pasukan Rusia masih tertahan di luar kota-kota besar Ukraina. Perlawanan gigih diperlihatkan Ukraina dalam menghadapi Rusia.
China memiliki posisi penting sekarang ini sebagai pendamai. Akan tetapi, pada akhirnya semua itu juga tergantung kepada sikap AS atas konsensi yang menjadi tuntutan China. Kurang lebihnya, relatif tidak ada yang gratis dan tidak ada relasi linear dalam konflik Rusia-Ukraina. Ada banyak faktor yang diduga turut bermain di dalamnya.
Lepas dari itu, China dan AS memang pernah berkolaborasi dan kolaborasi itu disebut berhasil ”menjatuhkan Uni Soviet”. Analisis Roach menyinggung itu. Hal ini diperkuat oleh Sudheendra Kulkarni dalam artikel berjudul ”Return to the right side of history” di China Daily Global, 25 Februari 2022. Kulkarni pendiri Forum for a New South Asia serta pernah menjadi penasihat bagi Perdana Menteri India Atal Bihari Vajpayee.
Roach dan Kulkarni mengenang pertemuan Richard Nixon dan Deng Xiaoping pada 1972. Di balik pertemuan ini, ada peran mantan Menlu AS Henry Kissinger. Peristiwa 50 tahun lalu ini dikenang oleh Kissinger sebagai berperan menjatuhkan Uni Soviet. Kissinger sendiri pernah menuliskan kesaksiannya, ”Duet China-AS dimulai sebagai sebuah aspek dalam taktik Perang Dingin, relasi itu berkembang menjadi sentral dalam evolusi tatanan global baru.” Strategi itu memang membutuhkan waktu untuk memberi efek. Namun, 17 tahun kemudian Tembok Berlin roboh dan Uni Soviet pecah.
Hanya saja strategi serupa berulang dalam konteks berbeda, demikian Roach dan Kulkarni. Taktik pengepungan berulang dengan sendirinya, kini antara Rusia dan China berhadapan dengan AS. Rusia dan China menginginkan AS mengubah taktik luar negerinya agar tidak bermusuhan dengan Rusia-China. Oleh sebab itu dalam konteks sekarang, rasanya tidak mudah bagi AS meminta China melakukan pengepungan terhadap Rusia. Adalah Rusia-China yang memiliki kepentingan strategis untuk kompak jika itu berurusan dengan AS dalam ranah geopolitik dan kepentingan regional masing-masing.
Namun, poros China-Rusia tidak bisa juga terlalu keras terhadap AS. China tidak akan bisa terus-menerus sendirian mendukung Rusia jika kemelut Rusia-Ukraina berkepanjangan. ”China tidak akan bisa menyelamatkan kapal ekonomi Rusia yang tenggelam,” kata ekonom Eswar Prasad dari Cornell University. China hanya bisa menyelamatkan sementara (The New York Times, 11 Maret).
Baca Juga: Efek Perang Ukraina, AS Kebanjiran Pesanan Rudal-Pesawat Nirawak dari Eropa
Maka, senada dengan tuntutan China, solusi Rusia-Ukraina harus menyeluruh dan menjaga kepentingan semua pihak, tidak bisa demi kepentingan sebuah kelompok. China sadar tidak bisa sendirian mengatasi krisis, yang memang bukan ciptaannya sendiri, melainkan buah dari perjalanan sejarah pertarungan geopolitik.
Tampaknya ada arah menuju rekonsiliasi. Menlu China telah berdiskusi dengan Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian dan Menlu Italia Luigi Di Maio terkait krisis Ukraina-Rusia lewat konferensi video, 11 Maret 2022. Ketiganya sepakat mencari solusi atas konflik Ukraina-Rusia.
Dan terbaru, Presiden AS Joe Biden telah berbincang lewat telepon dengan Presiden Xi Jinping, Jumat, 18 Maret. Perbincangan dua Presiden itu terkait dengan niat meredakan konflik Rusia-Ukraina. Media China sendiri menyebutkan perbincangan itu bernada baik. Kiranya tragedi Ukraina segera diakhiri.