Hujan Sanksi untuk Rusia Bisa Jadi Bumerang pada Perekonomian Global
Sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika Serikat dan sekutunya bertujuan untuk memaksa Rusia menghentikan serangan ke Ukraina. Dilemanya, selain kemungkinan tak efektif, efek berantainya bisa memicu inflasi di mana-mana.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
JUSTIN TALLIS / AFP
Demonstran berdiri sambil memegang bendera Ukraina dan plakat di depan gerbang Downing Street, di London, Kamis (24/2/2022). Mereka memprotes serangan Rusia ke Ukraina. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada hari itu mengumumkan paket sanksi terhadap Rusia yang disebutnya akan mendegradasi perekonomian Rusia selama bertahun-tahun ke depan.
Majalah The Economist melaporkan, sanksi Amerika Serikat dan sekutunya bisa berdampak pada Rusia dalam skala terbatas. Sebaliknya, dunia akan terdampak luas oleh isolasi Rusia. Ini terjadi karena ekonomi Rusia besar pengaruhnya dalam rantai pasok global.
Moskwa memasok 10 persen minyak dunia, lebih tinggi daripada Arab Saudi yang hanya memasok hampir 8 persen. Rusia juga menjadi pemasok penting aneka komoditas lain. Gas alam, besi, nikel, gandum, hingga pupuk dipasok Rusia ke pasar global. Pasar mencakup Eropa serta sebagian Afrika dan Asia.
Isolasi Rusia hanya membuat pasokan aneka komoditas semakin terbatas. Akibatnya, ada kenaikan harga dan hal itu bisa memukul konsumen di mana-mana. Amerika Serikat (AS), yang tengah mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir, tidak lepas dari pukulan itu.
Setelah komoditas, transmisi dampak berikutnya akan menjalar lewat teknologi dan sistem keuangan. Ujung-ujungnya adalah inflasi di banyak negara yang terdampak. Hal ini akan membuat bank sentral kesulitan menyesuaikan kebijakan guna memulihkan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Tanpa itu saja, bank sentral di sejumlah negara dipusingkan dengan stagflasi, fenomena ketika harga barang-barang naik alias inflasi, padahal kegiatan usaha mengalami stagnasi. Ini menjadi persoalan pelik di masa pandemi.
ANGELA WEISS / AFP
Seorang warga berjalan melintas sebuah papan elektronik berisi berita mutakhir tentang serangan Rusia ke Ukraina di Time Square, New York, Amerika Serikat, Kamis (24/2/2022).
Menyusul serangan Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022), AS dan sekutunya ramai-ramai menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia. Retaliasi yang dampaknya terhadap ekonomi domestik Rusia membutuhkan waktu ini diharapkan menghentikan serangan Rusia ke Ukraina. Dan, ini bukan pertama karena selama ini AS dan sekutunya sudah menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
”Hari ini saya menyetujui sanksi keras tambahan dan batasan baru tentang apa yang dapat diekspor ke Rusia. Ini akan membuat beban yang parah pada ekonomi Rusia, baik segera maupun dari waktu ke waktu. Kami sengaja merancang sanksi ini untuk memaksimalkan dampak jangka panjang terhadap Rusia dan meminimalkan dampak terhadap Amerika Serikat dan sekutu kami,” kata Presiden AS Joe Biden dalam keterangan pers di Gedung Putih, Washington DC, Kamis (24/2/2022) atau Jumat dini hari WIB.
Dari perekonomian global, kami akan membatasi kemampuan Rusia untuk melakukan bisnis dalam dollar, euro, pound sterling, dan yen.
Sanksi terhadap Rusia, menurut Biden, akan diamplifikasi oleh 27 negara anggota Uni Eropa serta Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Dalam pembicaraan dengan para pemimpin G-7, Biden mengatakan, negara-negara kaya sepenuhnya setuju dengan sanksi terhadap Rusia.
”Dari perekonomian global, kami akan membatasi kemampuan Rusia untuk melakukan bisnis dalam dollar, euro, pound sterling, dan yen. Kami akan membatasi mereka melakukannya. Kami akan hambat kemampuan Rusia membiayai dan mengembangkan militer mereka,” kata Biden.
AP PHOTO/Evgeniy Maloletka
Seorang penjaga perbatasan Ukraina berpatroli di perbatasan dengan Rusia tidak jauh dari desa Hoptivka, wilayah Kharkiv, Ukraina, Rabu (2/2/2022) waktu setempat. Krisis Ukraina berawal dari intervensi Rusia yang menolak keinginan negara tetangganya itu bergabung dengan NATO.
Washington dan sekutunya sepakat menjatuhkan sanksi kepada sejumlah bank Rusia yang memiliki aset total 1 triliun dollar AS. ”Kami memutus mereka dari sistem keuangan AS,” ujarnya. Sebelumnya, AS telah memutuskan bank terbesar Rusia dari sistem keuangan AS. Bank tersebut memegang lebih dari sepertiga aset perbankan Rusia.
”Dan, hari ini, kami juga memblokir empat bank besar lainnya. Itu berarti setiap aset yang mereka miliki di Amerika akan dibekukan. Ini termasuk VTB, bank terbesar kedua di Rusia, yang memiliki aset 250 miliar dollar AS,” kata Biden yang juga menambahkan nama ke daftar sanksi terhadap elite Rusia dan anggota keluarga mereka.
Pada Selasa lalu, AS dan sekutu telah menghentikan Pemerintah Rusia untuk mengumpulkan uang dari investor AS atau Eropa. Sebelumnya, investor AS dan sekutu dilarang membeli surat negara Rusia di pasar primer. Kali ini, larangan itu diperluas sampai ke pasar sekunder.
Pada pengumuman Biden tersebut, larangan juga diterapkan terhadap pembelian surat utang yang diterbitkan perusahaan milik negara terbesar di Rusia. Aset perusahaan yang dimaksud mencapai lebih dari 1,4 triliun dollar AS.
”Beberapa dampak paling kuat dari sanksi akan terasa seiring waktu ketika kami menekan akses Rusia ke keuangan dan teknologi untuk sektor-sektor strategis ekonominya dan menurunkan kapasitas industrinya untuk tahun-tahun mendatang. Sanksi (AS dan sekutu) itu kami perkirakan akan memotong lebih dari setengah impor teknologi tinggi Rusia,” kata Biden.
Hal itu, Biden melanjutkan, akan memukul kemampuan Rusia untuk memodernisasi militer mereka. Ini akan menurunkan industri kedirgantaraan Rusia, termasuk program luar angkasanya. Ini juga akan merugikan kemampuan Rusia untuk membangun kapal sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk bersaing secara ekonomi. ”Dan, itu akan memukul ambisi strategis jangka panjang Putin,” kata Biden.
AP Photo/Evgeniy Maloletka
Seorang prajurit Ukraina bersantai sejenak seusai tugas jaga di posisi garis depan dekat Zolote, Ukraina, Senin (7/2/2022). Penumpukan lebih dari 100.000 tentara Rusia di dekat Ukraina telah memicu kekhawatiran Barat tentang kemungkinan serangan. Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan, Minggu memperingatkan bahwa Rusia dapat menginvasi Ukraina kapan saja sertamemicu konflik dan akan menimbulkan "korban manusia yang sangat besar".
Namun, Biden dan para pemimpin Uni Eropa sama sekali tidak menyinggung soal SWIFT atau sistem pengolah transaksi keuangan internasional. ”Hal-hal yang kami usul itu setara atau bahkan mungkin lebih berdampak dari SWIFT. Hal itu (memutus Rusia dari SWIFT), selalu menjadi pilihan. Namun, sekarang, hal itu bukan tindakan yang ingin diambil Eropa,” katanya.
Padahal, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak AS dan sekutunya memutus Rusia dari SWIFT. Ia dan sejumlah pejabat Ukraina juga mendesak anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memberlakukan zona larangan terbang di Ukraina dan menutup Selat Bosphorus untuk kapal-kapal Rusia.
Sejak Rusia menyerbu Crimea pada 2014, AS memang pernah mengusulkan pemutusan Rusia dari SWIFT. Sampai sekarang, usulan itu tidak kunjung terwujud, antara lain, karena keberatan dari sebagian anggota UE.
Pemicu keberatannya adalah hampir 40 persen minyak dan gas Uni Eropa dipasok Rusia. Dengan demikian, UE membutuhkan mekanisme internasional untuk memastikan pembayaran tetap diterima Rusia sehingga Moskwa tidak punya alasan menghentikan pasokan.
Pemicu keberatannya adalah hampir 40 persen minyak dan gas Uni Eropa dipasok Rusia. Dengan demikian, UE membutuhkan mekanisme internasional untuk memastikan pembayaran tetap diterima Rusia sehingga Moskwa tidak punya alasan menghentikan pasokan. Meski mendorong penggunaan energi terbarukan, UE masih sangat bergantung pada minyak, gas, hingga batubara. Di sejumlah anggota UE, porsi pembangkit batubara bisa mencapai 60 persen.
AS dan sekutunya memang melarang penggunaan Nord Stream 2, jaringan pipa gas dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik. Namun, larangan itu tidak menghentikan pasokan gas Rusia ke Eropa. Sebab, masih ada jaringan lama yang membentang di Eropa Timur dan Eropa Tengah sebelum dipecah ke Eropa Utara dan Eropa Selatan. (AFP/REUTERS)