Misi Kapal Fregat Jerman di Laut China Selatan dan Penolakan China
Fregat Bayern dikerahkan ke Laut China Selatan dalam upaya menunjukkan lebih banyak kehadiran Jerman di Indo-Pasifik. Jerman mengajukan permohonan agar Bayern diizinkan menyinggahi Shanghai, tetapi ditolak.
Sejak Amerika Serikat mengampanyekan ”kebebasan navigasi” di Laut China Selatan pada 27 Oktober 2015, satu per satu sekutunya memberikan dukungan. Dukungan berupa kehadiran langsung paling mencolok terjadi di sepanjang 2021, setahun setelah Australia mengerahkan lima kapal perangnya ke kawasan itu pada Juli 2020.
Pada tahun 2021 ini semakin banyak negara luar kawasan yang memperluas aktivitas angkatan laut mereka ke Laut China Selatan (LCS) dan Laut China Timur (LCT). Selain AS dan Australia, negara-negara seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jepang, dan Selandia Baru juga berbaris masuk kawasan untuk sekadar melintas hingga menggelar latihan perang.
Peristiwa terbaru terjadi dalam pekan ini. Media The Straits Times melaporkan, fregat Jerman, Bayern, telah bersandar di Pangkalan AL Singapura di Changi, Senin (20/12/202). Bayern, yang berlayar dari Jepang melintasi LCS, bersandar untuk dua minggu selama musim libur Natal dan Tahun Baru di Changi. Ini bagian dari misi enam bulan Bayern di Indo-Pasifik.
Menurut situs berita Newsweek, Bayern dilepas dari pangkalan AL Jerman di Wilhelmshaven, 2 Agustus 2021, dalam upacara yang dihadiri Menteri Pertahanan Jerman kala itu, Annegret Kramp-Karrenbauer. Bayern hadir di LCS untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade sejak 2002 karena ketegangan terus meningkat atas dominasi klaim sepihak China di laut sengketa tersebut.
Baca juga : Laut China Selatan, Babak Baru yang Makin Kompleks
Pada Agustus 2021, Bayern dikerahkan ke LCS dalam upaya yang disebut AL Jerman untuk menunjukkan lebih banyak kehadiran Jerman di Indo-Pasifik. Misi enam bulan itu (Agustus 2021-Februari 2022) termasuk melintasi LCS. Jauh sebelum bertolak dari Wilhelmshaven, Jerman sudah meminta izin Beijing agar Bayern bisa berlabu di Shanghai, tetapi permintaan itu ditolak.
”Setelah periode refleksi (yang lama), China akhirnya memutuskan tidak menginginkan kunjungan ke pelabuhan (Shanghai) oleh fregat Jerman, Bayern. Kami telah mencatatnya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, Maria Adebahr, sebagaimana dikutip Deutsche Welle (DW) baru-baru ini.
Kramp-Karrenbauer mengatakan, misi Bayern adalah untuk menunjukkan dukungan bagi sekutu Jerman di kawasan Indo-Pasifik, termasuk di LCS. ”Bagi mitra kami di Indo-Pasifik, pada kenyataannya jalur laut tidak lagi terbuka dan aman. Klaim wilayah telah diterapkan oleh hukum ’yang kuat yang benar’,” katanya.
Walau demikian, Kramp-Karrenbauer menegaskan, misi Bayern itu tidak dialamatkan kepada negara tertentu. Dia mengatakan, permintaan Berlin kepada Beijing agar mengizinkan Bayern berlabuh di Shanghai bertujuan untuk menjaga hubungan bilateral atau dialog.
Bagi Jerman, China adalah mitra dagang terpenting sejak 2015. Setelah tujuh tahun negosiasi, Uni Eropa (UE) akhirnya meneken Perjanjian Komprehensif tentang Investasi (CAI) dengan China pada Desember 2020, yakni ketika Dewan UE berada di bawah presidensi Jerman.
Baca juga : Jelang Pemilu, Jerman Ikut ”Menantang” China
Hubungan Berlin dan Beijing sebenarnya berkembang selama 16 tahun kekuasaan Kanselir Angela Merkel. Hubungan keduanya bahkan telah mencapai status kemitraan strategis yang komprehensif. Selama 10 tahun, seperti ditulis DW, Jerman dan China mengadakan konsultasi antarpemerintah secara rutin.
Namun, hubungan keduanya terganggu karena dugaan represi Beijing terhadap minoritas Uighur di Xinjiang, penindasan kelompok prodemokrasi Hong Kong, agresi Beijing di LCS, dan gangguan keamanan di Taiwan. Konflik dengan China semakin meningkat, ditandai ketika UE untuk pertama kalinya memberlakukan sanksi atas pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur.
China merespons sanksi UE dengan menerapkan sanksi terhadap anggota parlemen, pejabat, dan akademisi UE. Menanggapi hal itu, Parlemen Eropa membekukan ratifikasi CAI pada Mei 2021.
Menurut Berlin, Jerman mengajukan permohonan agar Bayern diizinkan menyinggahi Shanghai untuk tujuan membantu meredakan ketegangan di LCS. Selain itu, juga untuk memperbaiki kembali hubungan Jerman dan China.
Akibat penolakan Beijing, fregat Bayern yang sudah bersandar di Pelabuhan Fremantle, Australia barat, 28 September 2021, untuk kunjungan seminggu akhirnya diperpanjang ke Darwin, Australia utara. Ketika tiba di Fremantle, Bayern menjadi kapal pertama Jerman yang mengunjungi Australia sejak kapal latih Jerman, Gorch Fock, berlabuh di Sydney pada 1988.
Jerman dan Australia memiliki kepentingan di Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Jerman meluncurkan pedoman Indo-Pasifik tahun lalu, menekankan keprihatinannya tentang rantai pasokan global dan keamanan rute perdagangan maritim. Langkah Jerman diikuti peluncuran strategi Indo-Pasifik oleh UE.
Baca juga : Tertatih Meniti Buih Gelombang Rivalitas AS-China
Dari Darwin, Bayern dengan lebih dari 200 pelaut di dalamnya kemudian bertolak ke Tokyo, Jepang. Seharusnya dari Jepang, kapal fregat Jerman itu menyinggahi Shanghai sebelum masuk ke LCS menuju Singapura. LCS menjadi salah satu titik konflik panas antara China-AS serta China dengan negara tetangganya.
Bagi UE, termasuk Jerman, LCS ada salah satu jalur perdagangan internasional yang potensial. Menurut Reuters, sekitar 40 persen perdagangan Eropa melintasi jalur tersebut. Para pengamat menyebutkan, kehadiran Bayern di LCS adalah dukungan Jerman untuk kepentingannya serta membantu AS dan sekutunya untuk menjegal ambisi China yang ingin memperkuat klaim teritorialnya.
Berlin menyatakan, AL Jerman tetap berpegang pada rute perdagangan umum dan misi kebebasan navigasi. Oleh karena itu, Bayern tidak melintasi Selat Taiwan, jalur yang biasa dilintasi kapal perang AS dan selalu dikecam Beijing.
Bagi China, pernyataan bahwa Bayern melintasi LCS untuk mengekspresikan perlawanan terhadap klaim teritorial China adalah opini publik Barat dan taktik elite politik untuk membesar-besarkan masalah yang tidak perlu. Pernyataan itu hanya untuk meningkatkan moral Barat demi memberikan tekanan kolektif pada China. ”Rakyat China tidak boleh tertipu oleh mereka,” tulis Global Times.
Menurut media resmi Beijing itu, China sebenarnya tidak pernah melarang operasi kebebasan navigasi. Apa yang disebut operasi kebebasan navigasi AS dan sekutunya di LCS itu justru menciptakan citra negatif atas China karena dianggap menentang kebebasan berlayar di sana. AS dan sekutunya juga memberi stigma buruk atas klaim teritorial China dan semua kebijakannya di LCS.
Saat ini, AS secara khusus berharap agar negara-negara Barat lainnya dapat mengirimkan kapal perang ke LCS. Tindakan Jerman mengirim kapal fregatnya disebut media China sebagai tindakan oportunistik. ”Namun, kita harus memahami bahwa Jerman bukanlah lawan geopolitik China,” tulis Global Times.
Navigasi Bayern di LCS, menurut media China itu, adalah cara lain Berlin untuk menyapa Beijing agar lebih memperhatikan Jerman. Kabar bahwa Jerman telah meminta izin untuk menyandarkan Bayern di Shanghai tetapi ditolak China, sebenarnya karena pesan dari kapal perang ini terlalu rumit.
Sebelum mengirim Bayern melintasi LCS, Jerman bersama AS, Australia, Kanada, dan Jepang mengadakan latihan perang tahunan (Annual-Ex) di Laut Filipina selama 10 hari sejak 21 November. Latihan multinasional tahunan ini diklaim untuk memperkuat hubungan dan mempertajam kemahiran AL di semua jenjang.
Baca juga : Latihan Perang 5 Negara, Upaya Membendung China dari Timur
Jerman bergabung untuk pertama kalinya sejak Annual-Ex digelar perdana 25 tahun lalu, tepatnya pada 5-15 November 1996. ”Bersama dengan sekutunya, Jerman ingin menunjukkan lebih banyak kehadiran di Indo-Pasifik,” kata AL, seperti dikutip Newsweek.
Pengerahan Bayern, kapal perusak berpresisi tinggi dari kelas Brandenburg, menunjukkan tingkat ketegangan atau konflik yang dihadapi kawasan. Sejak mulai diuji coba pada 15 Juni 1996, Bayern terlibat beberapa misi luar negeri, termasuk penempatan di Laut Adriatik pada 1999 untuk Operasi Pasukan Sekutu, yakni pengeboman Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Yugoslavia.
Salah satu tugas sulit yang dilalui Bayern adalah menyelamatkan 14 kru kapal kontainer MV Gevo Victory di lepas pantai Lebanon, Januari 2008. Bayern terlibat misi NATO di Laut Aegea, Lebanon, dan beberapa wilayah lain. Pada 18 Juli 2011 Bayern berlayar ke pantai Tanduk Afrika bergabung dengan Operasi Atalanta, misi antipembajakan di pantai timur Afrika itu.
Saat ini Bayern sedang berada di Singapura untuk dua pekan ke depan. Dalam acara perjamuan penyambutan kapal itu pada Selasa (21/12/2021), Duta Besar Jerman untuk Singapura Norbert Riedel mengatakan, kehadiran Bayern di Singapura penting mengingat banyaknya kesamaan di antara kedua negara.
Di Singapura ada lebih dari 2.000 perusahaan Jerman dengan lebih dari 45.000 pekerja, menjadi tulang punggung kemitraan ekonomi keduanya. ”Kedatangan Bayern menunjukkan penguatan kerja sama lebih lanjut di bidang kebijakan keamanan dan pertahanan,” kata Riedel seperti dikutip The Straits Times.
Singapura berbagi keinginan dengan Jerman untuk melestarikan Indo-Pasifik sebagai kawasan keamanan, stabilitas dan kebebasan. Sesuai dengan rencana, Bayern akan bertolak ke Ho Chi Minh, Vietnam, dengan kembali melewati LCS pada awal Januari 2022 sebagai bagian dari misi memperkuat kehadiran Jerman di Indo-Pasifik.