Latihan Perang 5 Negara, Upaya Membendung China dari Timur?
Latihan perang lima negara bersekutu itu berlangsung 10 hari hingga 30 November 2021. China menyebut latihan itu mengancam perdamaian regional.
Lima negara bersekutu kini sedang menggelar latihan perang tahunan atau Annual-Ex di Laut Filipina. Latihan itu diikuti Angkatan Laut Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada, dan Jerman. Latihan bersama itu dimulai pada 21 November 2021.
Situs Armada Pasifik AS menyebutkan, Annual-Ex dipimpin Angkatan Laut Bela Diri Jepang. Dalam laman itu juga disebutkan bahwa angkatan laut dari seluruh dunia diundang berpartisipasi guna memperkuat hubungan dan mempertajam kemahiran angkatan laut di semua jenjang.
Disebutkan, latihan multilateral dan multinasional itu berlangsung 10 hari hingga 30 November. Sementara media resmi China, Global Times, menyatakan, latihan lima negara tersebut mengancam perdamaian regional dan memicu kegusaran dari negara-negara di kawasan.
Lembaga kajian China, South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, merilis citra satelit yang memperlihatkan 34 kapal perang di perairan selatan Pulau Shikoku, Jepang. Kapal-kapal itu, di antaranya, kapal induk AS, USS Carl Vinson; kapal perusak helikopter Jepang, Izumo; kapal perusak Australia, HMAS Brisbane; kapal perang Kanada, HMCS Winnipeg; dan Fregat Angkatan Laut Jerman, Bayern.
Dalam latihan ini, Jerman bergabung untuk pertama kalinya sejak Annual-Ex pertama digelar pada 1996. Menurut Armada Pasifik AS, latihan kali ini lebih fokus pada peningkatan taktik komunikasi maritim, operasi anti-kapal selam, operasi udara, penerbangan lintas geladak, dan manuver menghindari serangan musuh.
”Banyak angkatan laut bergabung dalam latihan JMSDF ini—merujuk Angkatan Laut Bela Diri Jepang—sebagai tuan rumah. Saya sangat bangga dapat berpartisipasi sebagai komandan pasukan permukaan,” kata Laksamana Muda Komuta Shukaku, Komandan Escort Flotilla 1 JMSDF.
Laksamana Muda Dan Martin, Komandan Grup Kapal Induk Pemukul 1, Angkatan Laut AS Carrier Strike Group mengatakan, Annual-Ex memberikan kesempatan untuk berkoordinasi, berkolaborasi, dan memperkuat jaringan kemitraan dan aliansi.
Dia juga mengatakan, Annual-Ex bisa menjadi kekuatan gabungan yang fleksibel, mudah beradaptasi, dan gigih yang mampu dengan cepat memproyeksikan kekuatan, di mana dan kapan pun dibutuhkan.
Annual-Ex, yang dipelopori Jepang dan didukung AS, digelar pertama kalinya antara tanggal 5 dan 15 November 1996. Tujuannya adalah meningkatkan interoperabilitas bilateral, mempertahankan diri dari ancaman maritim, dan meningkatkan kemampuan perang permukaan, pertahanan udara, dan perang bawah laut.
Sejak November 2017, latihan bersama itu semakin rutin digelar dan lebih masif, yakni melibatkan ratusan armada dan puluhan ribu personel. Ketika latihan itu digelar di perairan Okinama, Jepang dan AS meningkatkan kesiapan pertahanan dan interoperabilitas pasukan lewat operasi udara dan laut.
Latihan saat itu dipandang sebagai unjuk kekuatan di tengah gencarnya uji coba nuklir dan rudal balistik Korut. Sebelum latihan itu, Pyongyang menguji coba peluncuran rudal balistik, rudal dari darat ke udara, dan rudal dari kapal ke darat. Satu rudal balistik jarak pendek jatuh di zona ekonomi eksklusif Jepang, 300 kilometer utara Pulau Oki dan 500 kilometer dari Pulau Sado.
Baca juga: Korea Utara Ditengarai Tingkatkan Kapasitas Produksi Nuklir
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat itu memprotes uji coba tersebut. "Bekerja sama dengan AS, kami akan mengambil langlah khusus untuk menghalangi Korut," kata Abe dalam pernyataan singkatnya di televisi kala itu.
Dalam latihan di tahun-tahun berikutnya, termasuk latihan terbaru yang sedang berjalan saat ini selain untuk kembali mengingatkan Korut, AS dan Jepang berusaha meredam pengaruh China, sekutu lama dan terpenting Korut. China sebagaimana diketahui, kini kian kuat pengaruhnya di kawasan Asia dan Pafisik. AS dan sekutunya menganggap Korut sebagai negara satelit China.
Korut, negara sosialis di Semenanjung Korea itu, setelah lama tak terdengar perkembangan senjata nuklirnya, meluncurkan empat rudal ke Laut Jepang menjelang akhir Maret 2021.
Mantan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga saat itu mengatakan, uji coba rudal itu mengancam perdamaian dan keamanan di Jepang dan kawasan Semenanjung Korea. Tokyo langsung berkoordinasi dengan Washington dan Seoul atas apa yang diduga sebagai rudal balistik. Jepang mengajukan protes resmi melalui kedutaan besarnya di Beijing, China.
Namun, pada pertengahan September 2021, Korut kembali menguji arsenal mereka. Kali ini Pyongyang menguji rudal jelajah jarak jauh yang mampu melesat sejauh 1.500 kilometer. Selain mampu menghantam Korsel, rudal itu mampu menjangkau Jepang. Pengamat memperkirakan rudal itu merupakan senjata pertama Korut pada jenis tersebut dengan kemampuan nuklir.
Baca juga: Korut Uji Coba Rudal Jelajah Jarak Jauh yang Bisa Lampaui Korsel-Jepang
Di akhir September, Korut mengklaim berhasil menguji coba rudal hipersonik tercanggihnya, Hwasong-8. Pada Oktober 2021 Korut mengaku sukses meluncurkan rudal balistik dari kapal selam di sebuah lokasi yang dirahasiakan.
Rudal-rudal yang diuji coba Korut itu berpotensi menimbulkan ancaman yang cukup besar, terutama terhadap negara-negara tetangga dekatnya. Pengujian senjata canggih Korut, seperti senjata nuklir dan rudal balistik, mengkhawatirkan tetangga-tetangga dekatnya.
Jeffrey Lewis dari Middlebury Institute for International Studies, Monterey, California, AS mengatakan, rudal jelajah jarak jauh yang diuji coba Korut mampu menghancurkan target di seluruh Korsel dan Jepang.
Sementara itu, Park Won-gon, profesor Studi Korut di perguruan tinggi riset, Ewha Womans University, Seoul, uji coba rudal-rudal Korut itu merupakan tanggapan terhadap latihan militer gabungan Korsel-AS beberapa waktu lalu. “Korut berusaha memprovokasi AS dan China,” katanya.
Sikap China
Sementara itu, mengutip sejumlah ahli, Global Times, media resmi pemerintah China, mengatakan bagi Beijing Annual-Ex tahun ini dilihat sebagai upaya Jepang untuk enggertak dan mencegah kebangkitan China. Politisi dan media Jepang tertentu dinilai sedang ingin menggunakan kekuatan di luar Asia untuk menciptakan masalah guna menghambat China.
Situasi di Asia Timur, menurut para ahli China, relatif damai dan stabil. Namun, latihan bersama lima negara yang dimotori Jepang dan AS dinilai tidak mendukung situasi tersebut. Sementara China dan Rusia telah mengusulkan agar AS menghentikan latihan militer besar-besaran di kawasan.
Zhang Junshe, peneliti senior di Akademi Penelitian Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, mengatakan, Annual-Ex ini adalah strategi AS untuk membentuk aliansi baru guna mengadang China. AS dan sekutunya terus berusaha dengan berbagai cara menekan China.
Boleh jadi pernyataan Zhang benar bahwa Annual-Ex merupakan strategi AS untuk bentuk aliansi baru guna mengadang China. Sejak tahun lalu, AS memang berencana menambah kapal perang di Indo-Pasifik. Sekretaris Angkatan Laut AS Kenneth Braithwaite meminta satuannya membangun armada baru, dan menggelarnya lebih dekat ke persimpangan Samudera Hindia dan Pasifik.
Pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan AS (AUKUS) yang dibentuk pada 15 September 2021 bisa ditafsir sebagai bagian dari langkah tersebut. Apakah Annual-EX menjadi bagian dari strategi baru AS untuk mengepung China dari sisi timur, masih harus terus dilihat perkembangannya ke depan.
Dari sisi China, seperti dilaporkan Global Times, para ahli mencatat bahwa China akan tegas mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya. Lagi pula masih banyak sekutu AS memiliki kalkulasi sendiri mengingat kedekatan hubungan ekonomi mereka yang kuat dengan China.
Baca juga: Tertatih Meniti Buih Gelombang Rivalitas AS-China
Jika negara-negara yang terlibat dalam Annual-Ex terus 'mengganggu' kawasan, negara-negara di kawasan itu, selain China, juga akan merasa tidak puas. Menuru Zhang, negara-negara Asia Timur yang menjadi korban agresi Jepang selama Perang Dunia II selalu waspada terhadap Jepang.
(AFP/REUTERS)