Sejumlah negara di Eropa kembali memberlakukan kebijakan ”lockdown” jelang Natal dan Tahun Baru untuk menekan kasus Covid-19 varian Omicron. Di AS, perusahaan mulai mempertimbangkan kembali kebijakan bekerja dari rumah.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
AMSTERDAM, MINGGU — Untuk mencegah Covid-19 varian Omicron meluas, Belanda kembali memberlakukan kebijakan penguncian wilayah atau lockdown selama hampir empat pekan, mulai Senin (20/12/2021) hingga 14 Januari 2022. Semua toko yang tidak termasuk dalam kategori esensial dan tempat hiburan serta pusat kebudayaan harus tutup sampai 14 Januari mendatang.
Adapun sekolah-sekolah akan tutup sampai setidaknya 9 Januari 2022. Langkah serupa diikuti negara-negara lain di Eropa yang juga khawatir dengan Omicron, seperti Irlandia dan Denmark.
Hal itu diumumkan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Sabtu (18/12/2021). Pemerintah juga membatasi jumlah orang yang boleh datang bertamu saat hari Natal. ”Intinya, mulai besok di Belanda akan kembali berlaku pembatasan seperti dulu,” kata Rutte.
Ketua Komisi Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen sejak pekan lalu sudah memperingatkan, varian Omicron akan bisa menjadi dominan di Eropa pada pertengahan Januari. Setelah Omicron—yang pertama kali dideteksi di Afrika Selatan—ditemukan di Eropa, sejumlah negara kembali memberlakukan kebijakan pembatasan perjalanan.
Wali Kota London, Inggris, Sadiq Khan khawatir dengan meningkatnya kasus Omicron di London. Apalagi, bermunculan kasus-kasus Covid-19 yang baru diidentifikasi sebagai varian Omicron. Khan mengingatkan, varian Omicron ini peristiwa luar biasa karena jumlah pasien di rumah sakit naik hampir 30 persen pada pekan ini.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris menyebutkan, jumlah kasus Omicron di Inggris mencapai 25.000 kasus. Sekitar 10.000 kasus Omicron itu muncul dalam satu hari. Jumlah pasien yang masuk rumah sakit dan diduga tertular Omicron naik dari 65 kasus menjadi 85 kasus.
Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Kedaruratan yang dibentuk Pemerintah Inggris meyakini, sebenarnya ada ratusan ribu orang yang tertular Omicron setiap hari, tetapi tidak tercatat. Tanpa kebijakan pembatasan yang ketat, dikhawatirkan akan ada sedikitnya 3.000 orang yang masuk rumah sakit setiap hari.
Harian The Times menyebutkan, Pemerintah Inggris tengah menyiapkan larangan berkumpul di dalam ruang, kecuali untuk bekerja, selama dua pekan setelah Natal.
Namun, warga tetap boleh berkumpul maksimal enam orang dan itu pun hanya boleh di luar ruang. Aturan ini belum akan diberlakukan karena masih sebatas rencana. Yang jelas, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sudah menegaskan, pemerintah tidak akan menutup atau menghentikan operasional apa pun.
Karena banyaknya kasus Omicron di Inggris, Jerman memasukkan Inggris ke dalam daftar negara dengan kasus Covid-19 yang tinggi. Ini berarti akan ada kebijakan pembatasan yang lebih ketat terhadap pelancong asal Inggris. Siapa saja yang datang dari Inggris harus menjalani karantina selama dua pekan meski sudah divaksin.
Negara risiko tinggi
Selain Inggris, Jerman juga sudah menyatakan Perancis dan Denmark sebagai negara dengan risiko tinggi dan memberlakukan karantina terhadap pelancong yang tidak divaksin. Di Perancis, pemerintah didorong untuk segera mengeluarkan aturan pembatasan perayaan-perayaan Tahun Baru. Paris, ibu kota Perancis, juga sudah membatalkan semua acara yang sedianya diadakan di Champs Elysees.
Selain kebijakan lockdown, negara-negara di Eropa juga mendorong program vaksinasi dosis penguat dan vaksinasi bagi anak-anak. Portugal akan memberikan vaksin dosis pertama kepada puluhan ribu anak berusia 12 tahun ke bawah mulai pekan ini.
Adapun Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran menyatakan baru akan mulai memvaksin anak-anak pada Rabu mendatang. Amerika Serikat sudah memulai lebih dulu dengan memvaksin lima juta anak berusia 12 tahun ke bawah.
”Semua orang di keluarga saya sudah divaksin. Tinggal saya yang belum. Sekarang saya senang karena, jika saya kena korona, saya akan baik-baik saja,” kata Camelia, anak Denmark.
Pemerintah di negara-negara UE tetap memperingatkan, vaksin saja tidak cukup untuk melindungi diri dari Covid-19. Masyarakat diimbau tetap mengenakan masker, bekerja dari rumah, dan menghindari kerumunan.
Kerja di rumah
Dengan meluasnya varian Omicron, perusahaan-perusahaan AS mulai mempertimbangkan kembali rencana meminta karyawan mereka kembali bekerja di kantor dan memperketat kewajiban vaksinasi atau mengenakan masker. Jika rencana itu dibatalkan, berarti budaya kerja dari rumah masih akan berlangsung.
Perusahaan teknologi Google memperingatkan karyawannya untuk segera vaksinasi. Jika tidak bisa menunjukkan bukti vaksinasinya, karyawan akan bisa tidak mendapatkan gajinya atau bahkan dipecat.
”Kami meyakini persyaratan vaksinasi itu cara paling penting untuk menjaga lingkungan kerja kita aman sehingga operasional kami tidak terganggu,” sebut Google kepada kantor berita AFP.
Google juga menunda rencana kembali memberlakukan kerja dari kantor yang sebelumnya dijadwalkan dilakukan Januari mendatang. Adapun perusahaan Meta memberikan pilihan kepada karyawannya, apakah mau bekerja dari rumah atau kantor. Amazon pun yang semula mewajibkan karyawannya untuk kembali bekerja di kantor setidaknya tiga kali dalam sepekan mulai awal 2022 kemungkinan juga akan menunda rencana itu.
JPMorgan akan membatasi akses masuk kantor hanya bagi karyawan yang sudah divaksin dan begitu berada di dalam gedung karyawan tidak diharuskan mengenakan masker. Keputusan ini diambil karena mayoritas karyawan sudah divaksin. Namun, karyawan yang belum divaksin harus bekerja dari rumah.
Perusahaan finansial AS yang besar lainnya, seperti Citigroup dan Morgan Stanley, akan meminta karyawannya bekerja dari rumah selama beberapa pekan ke depan.
Di sektor ritel, jaringan supermarket Kroger akan menunda izin sakit khusus Covid-19 bagi karyawan yang belum divaksin. Karyawan yang belum divaksin juga harus membayar premi 50 dollar AS mulai Januari mendatang untuk tetap bisa mendapatkan asuransi kesehatan dari perusahaan.
Menurut studi yang dilakukan perusahaan asuransi Willis Towers Watson, akhir November lalu, sebanyak 57 persen perusahaan AS sudah mensyaratkan vaksinasi bagi karyawannya atau sedang mempertimbangkan mewajibkan vaksinasi. ”Perusahaan dapat mendorong vaksinasi dan pemberian dosis penguat dengan penjadwalan dan waktu libur yang fleksibel, mendorong tes Covid-19 rutin, mewajibkan penggunaan masker di kantor untuk menjamin kesehatan dan keselamatan karyawan,” kata Jeff Levin-Scherz dari Willis Towers Watson.
Menurut perhitungan mingguan lembaga spesialis keamanan Kastle dari data 10 daerah perkotaan di AS, per 1 Desember lalu, tingkat hunian kantor di kota-kota besar AS mencapai 40 persen. Sebelumnya, pada Maret 2020, atau sebelum kebijakan pembatasan diberlakukan, jumlah tingkat hunian itu mencapai 95 persen. (REUTERS/AFP)