Omicron memiliki peluang lebih tinggi dalam menginfeksi ulang korban Covid-19 sekaligus berisiko menembus kekebalan tubuh hasil vaksinasi. Varian itu telah menyebar di 77 negara.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Dunia patut semakin waspada terhadap varian SARS-CoV-2 Omicron. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan varian itu membawa risiko infeksi ulang yang lebih tinggi. Selain itu, bukti awal menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 mungkin kurang efektif melawan infeksi dan penularan varian tersebut.
Dalam berkas pembaruan epidemiologi mingguannya, Rabu (15/12/2021), WHO mengatakan, perlu lebih banyak data untuk penelitian guna mendapatkan pemahaman lebih lengkap soal Omicron. Sejauh mana varian itu, misalnya, dapat menembus kekebalan tubuh yang dihasilkan dari vaksin atau infeksi sebelumnya.
Mengingat pemahaman yang belum lengkap itu, WHO mengingatkan agar kewaspadaan tetap tinggi. ”Akibatnya, risiko keseluruhan terkait varian baru Omicron yang menjadi perhatian tetap sangat tinggi,” kata WHO.
WHO menyatakan, persentase kasus terkonfirmasi Covid-19 akibat varian Delta telah menurun pekan ini. Perkembangan mutakhir ini merupakan kali pertama sejak Delta diklasifikasikan sebagai varian yang dikhawatirkan pada April 2021.
Kondisi itu, menurut WHO, perlu ditafsirkan dengan hati-hati guna memproyeksikan sekaligus mengantisipasi dinamika kasus Omicron. Varian ini bisa saja mendominasi kasus Covid-19 di hari-hari mendatang.
Sejauh ini, Delta masih dominan. Berdasarkan lembaga ilmiah penyedia data genom virus influenza, GISAID, cakupannya mencapai 99,2 persen dari hampir 880.000 jumlah kasus terkonfirmasi dengan spesimen yang dikumpulkan dalam 60 hari terakhir. Namun, tren itu menurun dalam proporsi Alpha, Beta, dan Gamma, dan dengan munculnya Omicron.
Dalam kurun waktu sama, sekitar 3.755 kasus atau 0,4 persen adalah Omicron. Adapun tiga varian lainnya masing-masing berjumlah 401 atau kurang dari 0,1 persen.
Bisa dominan
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, di Brussels, memperingatkan, Omicron dapat menjadi kasus yang dominan di Eropa pada bulan depan. Ia berharap Uni Eropa (UE) memiliki cukup vaksin Covid-19 untuk memerangi pandemi, termasuk yang berasal varian itu.
”Jika Anda melihat waktu yang dibutuhkan untuk kasus baru berlipat ganda, tampaknya menjadi dua kali lipat setiap dua atau tiga hari. Dan, itu sangat besar. Kami diberi tahu bahwa pada pertengahan Januari, kami perkirakan Omicron jadi varian dominan di Eropa,” kata Von der Leyen kepada Parlemen Eropa.
Von der Leyen berkeras ada ”dosis vaksin yang cukup untuk setiap warga Eropa saat ini”. Negara-negara UE terus mendorong percepatan penyaluran vaksin penguat untuk memerangi Omicron yang menyebar dengan cepat. ”Kami sekarang dalam posisi untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin per bulan di sini, di Eropa,” katanya.
Sejauh ini, 66,6 persen populasi UE telah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19 dan 62 juta orang telah menerima suntikan dosis ketiga. Von der Leyen mengatakan bahwa hal terpenting saat ini adalah meningkatkan tingkat vaksinasi secara keseluruhan, termasuk di kalangan anak-anak.
”Kami memiliki kontrak yang memastikan bahwa kami akan menerima vaksin setelah mereka beradaptasi dengan varian baru sesegera mungkin. Dan, kami juga diberi tahu bahwa itu akan memakan waktu sekitar 100 hari untuk mengadaptasi vaksin yang kami miliki,” katanya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Selasa (14/12/2021), mengatakan kepada wartawan bahwa Omicron telah ditemukan di 77 negara hingga pekan ini. Ia mengingatkan kemungkinan penyebaran varian itu ke sebagian besar negara tanpa terdeteksi ”pada tingkat yang belum pernah terlihat pada varian sebelumnya”. Inggris pada awal pekan ini mengonfirmasi kasus kematian akibat Omicron untuk pertama kalinya.
Pakar WHO, Bruce Aylward, dengan keras memperingatkan agar semua pihak tidak ”melompat ke kesimpulan bahwa Omicron adalah penyakit ringan”. ”Kita bisa menyiapkan diri untuk situasi yang sangat berbahaya,” tambahnya.
Peringatan itu dikeluarkan setelah Pfizer pada Selasa mengatakan bahwa uji klinis pil Covid-19 yang diproduksinya dapat mengurangi kemungkinan pasien harus dirawat di rumah sakit dan kematian di antara orang-orang yang berisiko hingga hampir 90 persen.
Pada hari yang sama, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa melalui laporan terbarunya mencatat total 2.127 kasus Omicron terkonfirmasi di UE dan beberapa negara mitra. Jumlah kasus terbesar tercatat di Denmark, Norwegia, Perancis, Jerman, dan Belgia.
Adapun di kawasan Asia, Kamboja telah mendeteksi kasus pertama Omicron. Kasus itu terjadi pada seorang perempuan Kamboja yang tiba dari perjalanannya di Ghana melalui Dubai dan Bangkok.
Dari Hong Kong dilaporkan, para peneliti mendesak agar warga Hong Kong dapat segera mendapatkan vaksin penguat Covid-19. Ini setelah sebuah penelitian menunjukkan kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin yang dikembangkan Sinovac dan BioNTech tidak cukup untuk menangkis Omicron.
Rilis hasil penelitian pada Selasa oleh para ilmuwan di departemen mikrobiologi Universitas Hong Kong menjadi data awal pertama yang diterbitkan tentang dampak vaksin Sinovac terhadap Omicron. (AFP/REUTERS)